Menuju konten utama

Dilirik Eropa, Pasokan Batu Bara Indonesia Diklaim Masih Aman

Produksi batu bara dalam negeri masih cukup aman di tengah permintaan 'emas hitam' yang besar.

Dilirik Eropa, Pasokan Batu Bara Indonesia Diklaim Masih Aman
Pekerja melintas berada di atas kapal tongkang pengangkut batubara saat melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (14/5/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.

tirto.id - Eropa kini tengah melirik batu bara Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Konflik kedua negara itu menyebabkan ketidakpastian pada pasokan gas di Eropa.

Rusia sendiri merupakan salah satu produsen gas terbesar di dunia. Pada semester I-2021, Uni Eropa mengimpor produk gas alam senilai 36,2 miliar Euro. Sebanyak 46,8 persennya berasal dari Rusia.

Ketegangan yang terjadi sampai hari ini, membuat negara-negara Eropa beralih ke penggunaan batu bara sebagai sumber energi mereka dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal ini otomatis membuat permintaan batu bara dalam negeri meningkat.

Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan menjamin, produksi batu bara dalam negeri masih cukup aman di tengah permintaan 'emas hitam' yang besar. Berdasarkan data Modi ESDM produksi batu bara Indonesia sampai pada 16 Juni 2022 ini mencapai 270,24 juta ton. Jumlah ini setara dengan 40,76 persen dari target produksi batu bara 2022 yang mencapai 663 juta ton.

"Saya kira cukup sekali produksi. Tahun lalu kita ada penambahan peningkatan produksi. Tapi tidak terserap semua. Ini peluang besar sekali untuk terus kita eksplorasi produksi di tengah memang kondisi harga batu bara bagus," kata Mamit kepada reporter Tirto, Senin (27/6/2022).

Sementara itu, Presiden Asosiasi Pengusaha dan Wiraswasta Nasional Kalimantan Timur (Aspentan Kaltim), Igun Wicaksono mengingatkan, di tengah permintaan batu baru cukup tinggi, kapasitas produksi dalam negeri perlu diperhatikan. Jangan sampai para pengusaha justru abai terhadap domestic market obligation (DMO) atau pemenuhan kebutuhan batu bara dan gas alam cair (LNG) dalam negeri.

“Pastinya ini akan berdampak kembali pelaku usaha batu bara aktif untuk menggenjot produksinya semaksimal mungkin untuk pemenuhan pasar DMO maupun ekspor," kata Igun dihubungi terpisah.

Igun menekankan, pemenuhan DMO sebesar 25 persen menjadi komitmen dan tanggungjawab produsen batu bara. Jika ini diabaikan, maka bisa berbuntut kepada larangan ekspor batu bara yang sempat dilakukan pada awal tahun lalu.

Sebagai informasi saja, tepat pada 1 Januari 2022 lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan surat Menteri ESDM Nomor B- 1605/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021 yang pada intinya berisi perintah tegas pemerintah Indonesia melarang ekspor batu bara dari 1 Januari hingga 31 Januari 2022 demi Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum.

Langkah ini diambil dengan penuh kesadaran bahwa bila kebutuhan batu bara untuk pembangkit-pembangkit listrik yang dikelola PLN gagal dipenuhi, maka ada risiko aliran listrik untuk 10 juta pelanggan PLN terancam padam.

Kala itu, persediaan batu bara yang aman di PLTU PLN adalah di atas 20 hari operasi. Tapi dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari pemerintah, hingga 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1 persen.

Baca juga artikel terkait EKSPOR BATU BARA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang