Menuju konten utama

Dijerat Pasal Berlapis, M Sanusi Divonis 7 Tahun Penjara

Majelis Hakim Tipikor memvonis mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi tujuh tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider dua bulan kurungan.

Dijerat Pasal Berlapis, M Sanusi Divonis 7 Tahun Penjara
Terdakwa kasus dugaan suap pembahasan raperda reklamasi M. Sanusi menunggu di ruang pengunjung sebelum menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/11). Sidang menghadirkan dua saksi yaitu Direktur Utama PT. Imemba Contractors Boy Ishak dan Kakanwil DJP Jakarta Utara Pontas Pane. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id - Majelis Hakim Tipikor memvonis mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi tujuh tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider dua bulan kurungan. Sanusi terbukti menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan melakukan pencucian uang dalam perkara pembahasan pengesahan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) atau Raperda Reklamasi Teluk Jakarta.‎

Vonis kepada Sanusi lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang menuntut 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik bagi Sanusi selama 5 tahun setelah ia menjalani hukuman.

"Mengenai pencabutan hak politik, majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum karena masalah politik telah diatur dalam undang-undang tersendiri dan masyakaat yang akan menentukan pilihannya," jelas Ketua Majelis hakim Sumpeno.

Sanusi dijerat dengan pasal berlapis yakni pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Hakim menilai Sanusi terbukti menerima Rp2 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja. Uang tersebut diberikan melalui asisten Ariesman Trinanda Prihantoro pada 28 dan 31 Maret 2016, tujuannya agar Sanusi mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) serta mengakomodasi pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman Widjaja.

Pengadilan membuktikan sebelum menerima uang itu Sanusi terbukti melakukan beberapa pertemuan dengan pengusaha reklamasi lain untuk membicarakan RTRKSP.

Sebagaimana dikabarkan Antara, pertemuan pertama terjadi di rumah pemilik Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan dan dihadiri oleh Sanusi, Mohamad Taufik, Prasetyo Edy Marsudi, Mohamad Sangaji, Selamat Nurdin serta Ariesman Widjaja. Pertemuan selanjutnya dilakukan di kantor PT Agung Sedayu Grup lantai 4 antara Aguan, anaknya Richard Halim dan Ariesman.

Dalam pertemuan itu dibicarakan proses pembahasan RTRKSP dengan Ariesman mengatakan keberatan mengenai pasal yang memuat tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual.

Akhirnya, pada 3 Maret 2016 di Kemang Village Jakarta Selatan disepakati Rp2,5 miliar untuk Sanusi dari Ariesman.

Harta Kekayaan Sanusi

Dalam dakwaan kedua, hakim menilai bahwa Sanusi terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang hingga miliaran rupiah. Menurut hakim pembelian aset berupa rumah dan apartemen hingga mobil mewah yang dilakukan Sanusi tidak sesuai dengan profil pendapatannya.

Dalam catatan hakim, pada September 2009 - April 2016 Sanusi menerima penghasilan resmi setiap bulannya dari gaji, tunjangan sebagai anggota DPRD DKI Jakarta sebesar Rp2,237 miliar. Pendapatan itu masih ditambah penghasilan lain sebagai direktur PT Bumi Raya Properti, uang sewa dan penghasilan lain sejak 2009-2015 sebesar Rp2,6 miliar sehingga totalnya mencapai Rp4,8 miliar.

Namun Sanusi memiliki harta yaitu rumah dan bangunan "Sanusi Center" di Kramat Jati, dua unit apartemen Thamrin Executive Residence Tanah Abang, tanah dan bangunan di Vimala Hills, satu apartemen SOHO Pancoran, satu apartemen Callia, satu apartemen Residence 8 Senopati, rumah di Permata Regency, rumah di Jalan Saidi Cipete Jakarta serta mobil Audi serta mobil Jaguar yang jumlahnya mencapai Rp45,28 miliar yang diduga merupakan pembayaran Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira dan pengusaha lain.

"Majelis tidak sependapat dengan pembelaan kuasa hukum terdakwa yang menyatakan terdakwa memiliki kekayaan dari keuntungan penjualan PT Citicon menjadi PT Bumiraya Properti karena tidak ada catatan berapa uang untuk korporasi dan berapa untuk terdakwa padahal pemilik saham bukan hanya terdakwa sehingga harta terdakwa 2009-2016 patut diduga merupakan hasil tindak pidana," kata anggota majelis hakim Ugo.

Sehingga aset-aset tersebut harus dirampas untuk negara, namun hakim hanya mengabulkan sebagian perampasan harta kekayaan Sanusi.

"Tanah dan bangunan di Kramat Jati yang berdasarkan PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) adalah milik Danu Wira maka akan dikembalikan ke Danu Wira dan kalaupun sekarang digunakan oleh Sanusi untuk Sanusi Center disewa Rp75 juta per tahun," tambah hakim Ugo.

Harta selanjutnya yang dikembalikan adalah Satu unit tanah dan bangunan di Jalan Saidi No 23 Rt 011 Rw 007 Cipete Utara Kebayoran Baru seluas 410 meter persegi seharga Rp16,5 miliar yang diatasnamakan Jeffry Setiawan Tan, mertua Sanusi dari istri Evelin Irawan.

"Rumah di Jalan Saidi dibeli oleh mertua terdakwa dengan nilai Rp16,5 miliar dan dibayar terdakwa Sanusi dengan pinjaman Rp900 juta sudah dikembalikan ke Danu Wira. Jadi rumah harus dikembalikan ke Jeffry Setiawan Tan dan tidak serta merta dikembalikan ke terdakwa dan kalaupun terdakwa membayar Rp6 miliar untuk furniture hal itu bisa saja karena terdakwa bukan hanya anggota DPR tapi juga pengusaha," tambah hakim Ugo.

Harta selanjutnya yang dikembalikan adalah Satu unit tanah dan bangunan di jalan Haji Kelik Komplek Perumahan Permata Regency Glok F Kembangan Jakarta Barat seluas 206 meter persegi seharga Rp7,35 miliar atas nama istri pertama Sanusi, Naomi Shallima.

"Tanah dan bangunan di Permata Regency atas nama Naomi Shallima dan sedang KPR (kredit perumahan) dikembalikan ke Naomi Shallima meski dibayari Danu Wira tapi sudah dikembalikan pada 2014 sehingga sah-sah saja dan tidak dilarang. Namun harta selebihnya yang lain dan tidak bisa dibuktikan sepantasnya dirampas oleh negara karena sudah memenuhi perbuatan terdakwa," ungkap hakim Ugo.

Atas vonis itu Sanusi menyatakan pikir-pikir.

"Alhamdulilah pada dasarnya saya yakin seperti yang saya sampaikan di awal, saya disini karena Allah yang mengatur dan pada prinsipnya saya merasa ini bagian yang sudah diatur Allah, tapi saya mohon izin karena Pak Maqdir (pengacara Sanusi) sakit, saya minta waktu untuk diskusi. Tapi saya pribadi, saya terima ini bagian Allah yang sudah diatur untuk saya jalani," kata Sanusi terbata-bata.

Baca juga artikel terkait KASUS REKLAMASI

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH