Menuju konten utama

Di Balik Brutalitas Massa di Pulo Gadung Membangkang PSBB Anies

Di Pulo Gadung, rumah orang dirusak hanya karena lapor masih ada salat tarawih di masjid--yang melanggar anjuran PSBB.

Di Balik Brutalitas Massa di Pulo Gadung Membangkang PSBB Anies
Umat Islam melaksanakan Shalat Tarawih di Masjid Agung Baitul Makmur, Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Kamis (23/4/2020). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas.

tirto.id - Pagar hitam dari rumah yang letaknya persis di depan masjid itu coba dirobohan para pemuda sekitar. Sekali waktu mereka, sembari bernyanyi-nyanyi dengan suara keras, juga melemparkan sesuatu ke dalam rumah.

Peristiwa ini terjadi pada Ramadan hari kedua, Sabtu (25/4/2020) sekitar pukul setengah tiga pagi, di Pulo Gadung, Jakarta Timur. Camat Pulo Gadung Bambang Pangestu mengatakan perusakan adalah buntut dari aduan si pemilik rumah kalau masjid yang persis ada di depan rumahnya masih menggelar tarawih.

"Mereka membakar petasan, merusak pot tanaman, dan mendorong-dorong pagar rumah," ucap Bambang kepada reporter Tirto, Senin (27/4/2020).

Salat tarawih di masjid itu melanggar anjuran Kementerian Agama. Lewat Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2020, Kemenag meminta masyarakat salat tarawih "dilakukan secara individual atau berjamaah bersama keluarga inti di rumah" dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19.

Pemilik rumah itu bernama H. Aselih, kata Bambang. Ketika tarawih, Aselih berinisiatif untuk mengambil foto dan video. Ia sebenarnya dilarang anaknya untuk salat berjamaah karena khawatir terpapar virus. "H Aselih awalnya mengatakan tidak [merekam], namun setelah dibuka CCTV masjid, terlihat hanya dia yang sedang mengambil foto atau video kegiatan salat tarawih."

Ia lantas diduga melaporkan itu ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan via Twitter milik anaknya. Cuitan ketahuan warga, dan itulah yang memicu sekelompok remaja--yang biasa membangunkan sahur di RW 03--marah dan merasa berhak merusak properti milik orang lain.

"Kumpulan anak remaja tersebut menginginkan H. Aselih meminta maaf kepada warga sekitar," ujar Bambang.

Mediasi segera dilakukan dengan pihak RT, RW, tokoh masyarakat, dan tokoh agama setempat setelah perusakan. Dalam mediasi tersebut diketahui kalau memang benar H. Aselih lapor ke Anies menggunakan Twitter anaknya. Akun tersebut kini sudah dikunci dan cuitannya telah dihapus. Disepakati pula agar pemuda dan warga sekitar tidak mengulangi perbuatannya. Jika tidak, akan diserahkan ke polisi untuk bertanggung jawab secara hukum.

Tidak Patut, pun Berbahaya

Kepala Biro Pendidikan Mental dan Spiritual DKI Hendra Hidayat menegaskan apa yang dilakukan para pemuda itu keliru. "Musyawarah harus lebih diutamakan," kata Hendra kepada reporter Tirto, Senin (27/4/2020).

Sementara untuk pengelola masjid seperti itu, menurutnya mereka sama saja "tidak mengindahkan MUI serta instruksi gubernur soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)." Ia menegaskan anjuran beribadah di rumah pada masa pandemi adalah demi kebaikan bersama.

Instruksi yang dimaksud adalah Seruan Bersama MUI Provinsi DKI Jakarta dan DMI Provinsi DKI Jakarta bernomor C-072/DP-PXI/IV/2020 dan 2.460/SB/DMI-DKI/IV/2020 bertanggal 20 April 2020 tentang Pelaksanaan Ibadah Ramadan 1441 Hijriah. Pada angka 2 huruf b disebutkan jelas: "Salat tarawih agar dilakukan secara individu atau berjamaah bersama keluarga di rumah."

Ia lantas meminta dewan masjid DKI dan kecamatan melakukan pendekatan kepada pengelola masjid agar tidak melayani salat tarawih. Jika masih melawan, ia mengatakan akan ada sanksi. "Paling tidak [jatah] umrahnya tidak diberikan, kami berikan kepada masjid yang taat aturan," katanya.

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Oky Wiratama Siagian menegaskan masjid yang melanggar peraturan PSBB sebenarnya dapat disanksi. "Di Pasal 93 UU 6/2018, namun harus dimaknai pidana sebagai upaya paling terakhir. Kalau bisa cukup diimbau," kata Oky kepada reporter Tirto.

Beda halnya dengan para pemuda perusak rumah itu. "Jika warga main hakim sendiri dengan merusak, menganiaya, bisa dibuat laporan polisi," imbuh Oky.

Ia juga menegaskan kalau "hak beribadah boleh dan bisa dibatasi dalam rangka menjaga kesehatan publik."

Baca juga artikel terkait PSBB atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino