tirto.id - Seluruh umat muslim di dunia sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan saat ini, di tengah wabah pandemi COVID-19 mengancam.
Beberapa kegiatan ibadah termasuk salat taraweh, hingga pengajian sore menjelang berbuka, yang biasanya dilaksanakan di bulan Ramadan juga terpaksa dihentikan untuk menghindari penularan Corona.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga menyarankan bahwa ada baiknya otoritas negara mempertimbangkan untuk tidak menggelar pertemuan sosial termasuk acara keagamaan demi mencegah infeksi COVID-19.
“WHO merekomendasikan bahwa keputusan apapun untuk membatasi, memodifikasi, menunda, membatalkan, atau melanjutkan untuk tidak melakukan pertemuan massal diharuskan berdasar pada pengukuran risiko yang telah distandarisasi,” tulis WHO dalam siarannya.
Alternatif secara virtual dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media seperti televisi, radio, hingga perangkat digital termasuk media sosial.
Sementara itu, jika pertemuan sosial dalam ibadah Ramadan diizinkan untuk dilanjutkan, langkah-langkah untuk mengurangi risiko penularan COVID-19 harus dilaksanakan. Salah satunya adalah jarak fisik yang harus tetap dilaksanakan, serta praktik-praktik kebersihan dan kesehatan diri.
Lebih lanjut, WHO menyarankan informasi terkait wabah SARS-CoV-2 harus terus dikomunikasikan oleh jaringan informasi negara.
Dalam pelaksanaan puasa Ramadan, WHO menyebutkan bahwa belum terdapat penelitian yang menunjukkan berpuasa dapat meningkatkan risiko terinfeksi COVID-19. Apabila dirasakan bahwa tubuh sehat dan baik-baik saja, umat muslim dapat melaksanakan puasa Ramadan sebagaimana yang dilakukan sebelumnya.
Akan tetapi, pasien terinfeksi virus Corona COVID-19 dapat mempertimbangkannya sesuai dengan perintah dalam agama Islam dan harap berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau ahli kesehatan.
Di sisi lain, ahli gizi Tirta Prawita Sari mengatakan bahwa berpuasa dapat memengaruhi kesehatan seseorang termasuk sistem kekebalan tubuh, akibat proses metabolisme yang berubah.
Namun, diketahui, kekebalan tubuh yang tetap terjaga menjadi salah satu kunci untuk terhindar dari COVID-19.
Saat menjalankan ibadah puasa, tubuh akan mencari cadangan energi lain yang selama ini hanya tertimbun. Penggunaan energi juga akan berbeda karena mengambil dari sumber lain dalam tubuh yakni glikogen dan jaringan lemak.
Akan terjadi switch metabolisme akibat hormon-hormon yang bekerja dalam tubuh berbeda dari biasanya. Namun, hal ini hanya dapat terjadi ketika selama asupan makanan sehat, penuh gizi dan nutrisi tetap terjaga.
"Manfaat metabolik puasa bisa rusak dengan pola konsumsi yang salah," kata Tirta dalam konferensi pers virtual, seperti dilansir Antara, Kamis (23/4/2020).
Beberapa tips diberikan oleh Tirta untuk menjaga badan tetap sehat dan bugar selama menjalani ibadah puasa Ramadan, di antaranya:
- Menghindari makanan dengan kandungan yang mengakibatkan inflamasi, yakni makanan yang digoreng serta gula. Apabila tidak bisa, konsumsi dengan tidak berlebihan.
- Berbuka puasa dengan buah-buahan
- Hindari makanan berlemak
- Makan dalam porsi secukupnya selama sahur dan berbuka
Panduan beribadah selama pandemi COVID-19 menurut WHO
Tidak hanya saat menjalankan puasa, WHO pun memberikan panduan dalam melaksanakan ibadah yang rutin dilakukan saat bulan Ramadan. Berikut di antaranya:
- Menjaga jarak fisik dengan secara ketat setidaknya 1 meter atau tiga kaki dengan orang-orang di sekitar setiap saat.
- Gunakan salam yang disetujui secara budaya dan agama yang menghindari kontak fisik, seperti melambaikan tangan, mengangguk, atau meletakkan tangan di atas dada sebelah kiri.
- Menghentikan berkumpul di tempat-tempat yang terkait dengan kegiatan Ramadan, seperti tempat hiburan, pasar, dan toko.
- Mendesak orang yang merasa tidak sehat, atau memiliki gejala COVID-19 untuk tidak menghadiri acara. Selain itu, disarankan untuk mengikuti panduan nasional tentang tindak lanjut dan pengelolaan kasus simptomatik.
- Mendesak orang tua atau siapa saja yang memiliki riwayat medis seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, atau kanker, untuk tidak menghadiri pertemuan. Kelompok tersebut rentan terhadap penyakit parah dan kematian akibat COVID-19.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari