Menuju konten utama

Dewan Pers: RKUHP Memuat Pasal Karet Pengancam Kemerdekaan Pers

Dewan Pers mengkritik keberadaan sejumlah pasal di RKUHP yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers.

Dewan Pers: RKUHP Memuat Pasal Karet Pengancam Kemerdekaan Pers
Logo Dewan Pers. Image/ dewanpers.or.id.

tirto.id - Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo (Stanley) menyayangkan adanya beberapa pasal karet, yang bisa mengkriminalisasi pers, dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Draf RKUHP itu kini sedang dibahas oleh DPR RI.

Menurut Stanley, ketentuan di beberapa pasal RKUHP itu bertentangan dengan dengan Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang bersifat khusus (lex specialis).

Selain itu, penyelesaian sengketa pemberitaan sudah diatur oleh UU Pers. Di konteks ini, Dewan Pers berwenang menentukan sebuah masalah pemberitaan memuat unsur pidana atau hanya sekedar pelanggaran kode etik jurnalistik yang hanya berujung pada pemenuhan hak jawab dan hak koreksi oleh media.

"Pertanyaannya apakah tim pembuat Undang-Undang ini tidak melibatkan tim yang paham betul tentang kemederkaan pers, dan paham betul naskah Undang-Undang bagaimana seharusnya dibuat. Karena kalau ada Undang-Undang lain yang sudah spesifik mengatur, tidak boleh ada UU baru," kata Stanley di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, pada Kamis (15/2/2018).

Stanley mencontohkan sejumlah pasal di RKUHP memuat kalimat, "Menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau menyebarluaskan gambar yang berisi penghinaan."

Berdasar draf RKUHP versi rilisan 2 Februari 2018, kalimat dengan bunyi persis seperti itu atau bermakna serupa bertebaran di banyak pasal.

Misalnya, pasal 239 tentang penghinaan ke presiden dan wakil presiden, pasal 246 mengenai penghinaan ke kepala negara sahabat atau yang mewakilinya di Indonesia, dan pasal 260 terkait dengan penghinaan ke pemerintah. Selain itu, pasal 329 berkaitan dengan penghinaan agama serta pasal 386 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara.

Stanley menilai sebenarnya proses revisi KUHP, yang sudah diwacanakan sejak lama, layak didukung. Sebab, KUHP yang saat ini berlaku masih mengacu pada produk peninggalan kolonial Belanda.

"Perlu dirancang RUU KUHP yang baru yang lebih cocok dengan situasi sekarang. Tapi masalahnya adalah rancangan itu berpotensi mengancam kebebasan pers, ini yang berbahaya," kata Stanley.

Sementara itu, di sela diskusi membahas RKUHP di Dewan Pers, Anggota Panja RKUHP, Akbar Faizal mengingatkan pembahasan beleid tersebut masih berlangsung di DPR. Karena itu, menurut politikus Nasdem tersebut, keberadaan pasal-pasal yang dinilai bisa mengkriminalkan pers sebenarnya belum disetujui oleh pemerintah dan DPR.

Akbar mempersilakan kepada seluruh organisasi Pers dan kelompok masyarakat sipil lainnya untuk memberikan masukan kepada Tim Panja DPR agar draf RKUHP tak memuat pasal-pasal yang mengancam kebebasan dan kemerdekaan pers.

"Silakan siapkan usulan-usulan, ini masih proses pembahasan, datang ke saya, berikan usulannya ke saya, saya akan fasilitasi teman-teman untuk berdiskusi dengan Panjang RKUHP," kata Akbar.

Baca juga artikel terkait RKUHP atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom