tirto.id - Deputi Penindakan KPK Brigjen Pol Firli membantah dirinya tidak rutin menyetor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK.
Hingga menjelang pelantikan Firli, situs resmi milik KPK, https://acch.kpk.go.id, sempat hanya mencantumkan data LHKPN milik eks Kapolda NTB itu yang disetorkan pada 2002. LHKPN itu menyebut kekayaan Firli cuma Rp162,9 juta.
Firli beralasan ada kendala dalam proses pelaporan harta kekayaan miliknya sehingga tidak bisa disampaikan kepada publik melalui situs milik KPK. Firli mengklaim rutin menyetor laporan harta kekayaan.
"Kemarin saya dihubungi salah satu staf di KPK, namanya ibu Hani. Itu saya sudah kirim [salinan digital LHKPN], tapi dia bilang tidak bisa dibuka. Jadi terpaksa diulang. Padahal saya sudah lapor 2017 lalu," kata Firli usai resmi dilantik sebagai Deputi Penindakan KPK, di Gedung KPK, Jakarta pada Jumat (6/4/2018).
"Kemarin ibu Hani bilang, sudah terima hard copynya [LHKPN]. Nah, itu saya senang. Artinya saya sudah masuk ke dalam aplikasi LHKPN. Saya sudah lapor setiap pindah jabatan," Firli menambahkan.
Ketua KPK Sebut Firli Setor LHKPN pada 2002 dan 2017
Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan keterangan Firli soal LHKPN itu. Tapi, dia hanya menyebutkan Firli pernah menyetor LHKPN pada 2002 dan 2017.
"Pak Firli melaporkan LHKPN-nya dua kali. Tahun 2002 dan di bulan November 2017," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, pada hari ini.
Menurut Agus, Firli melaporkan harta kekayaan saat menjabat sebagai Wakapolres Lampung di tahun 2002. Lalu, Firli melaporkan lagi harta kekayaannya pada tahun 2017 saat menjabat Kapolda NTB.
Meskipun demikian, Agus menampik kritik bahwa Firli tidak layak menjabat Deputi Penindakan KPK sebab tidak rutin melaporkan LHKPN.
Menurut Agus, KPK sudah sangat berhati-hati dan melakukan pemeriksaan latar belakang Firli secara cermat. Apabila dinilai masih belum layak, KPK akan melihat kinerja Firli.
"Uji saja toh, kerja di KPK sangat berbeda dibandingkan kerja di instansi lain. Check and balances di sini selalu terjadi dan mudah-mudahan itu bisa mengontrol tingkah laku dan meningkatkan kinerja beliau," kata Agus.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan ada kemungkinan berkas tidak diunggah dengan baik sehingga tercatat tidak melapor.
"Ada beberapa itu waktu dia [Firli] mau masukkan [laporan], enggak naik atau memang tidak kirim," kata Saut.
Selain itu, menurut Saut, LHKPN hanya satu dari berbagai unsur yang membuktikan integritas pejabat negara. Dia berpendapat integritas pejabat negara paling penting dilihat dari latar belakang kinerjanya. Saut menambahkan skor Firli saat menjalani tes seleksi Deputi Penindakan KPK juga bagus.
"Kalau [pengalaman] menangani kasus, pasti beda dengan KPK, lebih ke integrity [integritas], background [latar belakang] dilihat seperti apa, kerjakan apa. Baru lihat psikotesnya," kata Saut.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom