tirto.id - Wacana amandemen UUD 1945 masih menguat di Senayan, Jakarta. Rencana perubahan kelima UUD 1945 ini diklaim untuk penyempurnaan.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman mengatakan wacana amandemen UUD 1945 itu dibahas di badan pengkajian MPR RI. Badan pengkajian ini, jelas dia, bertugas melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan.
"Memang kuat sekali keinginan untuk melakukan amandemen lagi terhadap UUD 1945," kata Benny di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2024) sore.
Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI itu mengatakan amandemen kelima akan dilakukan untuk menyempurnakan UUD 1945 setelah dievaluasi oleh badan pengkajian.
"Ada sejumlah pasal yang harus dilengkapi dan disempurnakan," ucap Benny.
Lebih lanjut, ia mengatakan rencana amandemen UUD 1945 itu lantaran munculnya wacana menghidupkan kembali Garis-garis besar Haluan negara (GBHN). Namun, kata dia, rencana amandemen itu masih dalam bentuk kajian yang masih sangat mentah di badan pengkajian.
Ia mengatakan ada tahapan yang harus dilalui bila rekomendasi badan pengkajian ini akan ditindaklanjuti oleh fraksi-fraksi di DPR RI.
"Wacana untuk melakukan kembali amandemen, guna menyempurnakan UUD 1945 hasil amandemen yang sudah dilakukan 4 kali amandemen itu menurut badan pengkajian perlu disempurnakan," tukas Benny.
Wacana amandemen itu, menurut Benny, ihwal kejelasan sejumlah pasal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan negara. Badan pengkajian menengarai ketidakjelasan ini membuat ada permasalahan dalam pelaksanaan pemerintahan.
Oleh sebab itu, lanjut Benny, wacana untuk mengamandemen UUD 1945 bukan hal yang baru. Pasalnya, periode sebelumnya juga melakukan wacana serupa.
"Sekarang juga melakukan wacana yang sama. Itu bukan hal yang aneh. Itu bukan hal yang tabu untuk dilakukan. Tentu melalui pengkajian yang sangat komprehensif," kata Benny.
Ia mengatakan sebelum melakukan amandemen, nantinya melibatkan sejumlah banyak pihak, golongan. MPR saat ini, kata Benny sudah melakukan kajian lewat focus group discussion keliling Indonesia.
"Ada banyak masukan, gagasan bagaimana memperkuat MPR misalnya dengan menghidupkan GBHN," tutur Benny.
Di sisi lain, Benny mengatakan, ada juga wacana pilkada langsung ini dikembalikan ke sistem lama. Lalu, wacana presiden dan wapres dipilih kembali oleh MPR.
"Itu wacana. Belum ada pembahasan yang resmi di tingkat majelis. Masih pada wacana. Jadi, kalau ada sekelompok atau golongan yang ingin kembali ke UUD 1945 itu wacana yang terbuka untuk didiskusikan," tutup Benny.
Wacana amandemen UUD 1945 itu terungkap ke ruang publik setelah Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet, mengatakan tinggal menunggu persetujuan partai politik untuk melakukan amandemen penyempurnaan UUD 1945 serta penataan kembali sistem dan demokrasi Indonesia.
Buntut pernyataannya itu, Bambang Soesatyo diadukan ke MKD DPR RI oleh Muhammad Azhari. Azhari menilai Bamsoet diduga melanggar kode etik karena perkataannya yang mengeklaim semua parpol menyepakati amandemen UUD 1945.
Usai diadukan MKD DPR RI, Bamsoet mengakui amandemen Undang-Undang (UUD) 1945 tidak bisa dilakukan MPR pada periode ini. Alasannya karena belum memenuhi syarat waktu enam bulan.
"Kami berharap, nanti MPR yang akan datang, ini melakukan langkah percepatan untuk penyempurnaan UUD kita, menata kembali sistem politik dan demokrasi kita yang sudah terjebak pada situasi mencemaskan, membuat kita disorientasi dan kita takut terjebak pada potensi-potensi perpecahan diantara kita," kata Bambang dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (7/6/2024).
Sementara itu, Bamsoet mengakui MPR saat siap untuk melakukan amandemen jika seluruh partai politik setuju. Termasuk penataan kembali sistem politik dan sistem demokrasi di Tanah Air.
Bamsoet Disanksi Teguran Tertulis
MKD DPR RI menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) buntut pernyataannya itu.
Dalam putusan, MKD menyatakan Bamsoet terbukti melanggar kode etik atas pernyataannya itu. Putusan ini dibacakan oleh Ketua MKD, Adang Daradjatun, dalam sidang putusan.
"Satu, menyatakan Teradu terbukti melanggar. Kedua, memberikan sanksi kepada Teradu berupa sanksi ringan dengan teguran tertulis," kata Adang di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/5/2024).
Dalam amar putusan, MKD juga mengingatkan Bamsoet agar tidak mengulanginya dan Lebih berhati-hati dalam bersikap.
Bamsoet melanggar kode etik DPR atas penilaian fakta yang terungkap dalam persidangan. Hal itu dilakukan setelah mendengarkan keterangan Pengadu, keterangan saksi-saksi, dan memeriksa dokumen Pengadu.
Adang menyatakan, Bamsoet terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (4) jo Pasal 3 Ayat 2 jo Pasal 20 ayat (1) Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2015 tentang Kode Etik. Adang mengatakan anggota dalam setiap tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi seseorang dan golongan.
"Dalam Ayat 2, Anggota bertanggung jawab mengemban amanah rakyat melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif dan mempergunakan fungsi, tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat jo Pasal 20 Ayat (1)," tutur Adang.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang