tirto.id - Beberapa pihak menganggap kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait reklamasi sama saja dengan pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama alias BTP alias Ahok. Lantas, baik partai pengusung Anies maupun oposisi sama-sama tak terima dengan tudingan tersebut.
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono misalnya, mengatakan Ahok lebih baik dari Anies. Dia mengatakan kebijakan Ahok terkait reklamasi sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah pusat. Gembong juga menilai kebijakan Ahok lebih memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan pengembang.
"Karena (Ahok) ditugaskan untuk mengatur lahan reklamasi, maka dia menyiapkan dua raperda itu (RTRKS dan RZWP3K)," kata Gembong saat dihubungi Selasa (25/6/2019) kemarin.
Saat berkuasa, Ahok mengajukan Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis (RTSRKS) dan Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Dua raperda itu kemudian dicabut Anies karena dinilai pro-reklamasi.
Ahok juga menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Sedangkan langkah Anies dengan menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi, kata Gembong, hanya memberikan ketidakpastian. Pasalnya, apabila bangunan yang didirikan di pulau reklamasi tak sesuai zona peruntukannya, IMB bisa dicabut dan bangunannya dibongkar.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) DKI Jakarta Partai Gerindra, Muhammad Taufik, punya pendapat berbeda. Ia menilai langkah Anies menerbitkan IMB di pulau reklamasi sudah tepat. Ia mengatakan Pergub 206 Tahun 2016 sebagai Urban Design Guideline (UDGL) yang diterbitkan Ahok bisa dijadikan landasan untuk menerbitkan IMB.
"Salah dong Ahok. Ahok ngeluarin UDGL, kok. Kalau sudah ngeluarin UDGL, ya, wajib hukumnya mengeluarkan IMB," kata Taufik saat ditemui di Hotel Grand Sahid, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Ahad (23/6/2019).
"Kan, urut urutannya begini: Perda RTRW, Perda RDTR, kemudian UDGL, baru keluar. Kalau sudah UDGL, UDGL, kan, seperti amdal lingkungan, sehingga bisa dikeluarkan izinnya," lanjutnya.
Perdebatan Tak Substantif
Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai perdebatan antar-anggota DPRD DKI Jakarta tersebut politis dan memperuncing polarisasi.
"Kebijakan Pak Anies ini menimbulkan pro kontra di mana partai-partai pendukung--Gerindra, PKS--itu membenarkan apa yang dilakukan Anies mengeluarkan IMB," kata Trubus saat dihubungi, Selasa (16/6/2019). "Tapi partai-partai kontra, tidak mendukung itu, kan. PDIP dan lain-lain, itu malah sampai mengeluarkan supaya ada hak interpelasi," lanjutnya.
Trubus juga menilai perdebatan tersebut mencerminkan ketidakmampuan DPRD DKI Jakarta mengurai permasalahan reklamasi yang telah berlangsung sejak Orde Baru. "Bersifat kepentingan untuk mencari dukungan di publik, kan begitu."
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, menilai adu narasi antara kebijakan Anies dan Ahok bukan sesuatu yang relevan, malah mengalihkan substansi permasalahan reklamasi.
"Baik Ahok maupun Anies keduanya berkontribusi pada reklamasi Teluk Jakarta yang mengancam kehidupan ribuan warga yang tinggal di wilayah Teluk Jakarta," kata Susan dalam keterangan tertulis, Senin (24/6/2019).
Susan berharap ada hal-hal yang lebih substansif untuk diperbincangkan, yang terkait langsung dengan nasib ribuan warga yang bergantung hidup di teluk Jakarta. Ia mengatakan hal itulah yang harus dipikirkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Lebih-lebih jika kembali ke belakang, warga Teluk Jakarta pernah memenangi gugatan atas Pemprov DKI melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," ujarnya.
Susan menilai pernyataan Anies dan Ahok sama-sama hanya mencari pembenaran atas kebijakan reklamasi di teluk Jakarta.
Anies menyebut dasar hukum penerbitan 932 IMB adalah Pergub Nomor 206 Tahun 2016 yang dibuat oleh Ahok. Sedangkan Ahok menyatakan pergub tersebut belum bisa menjadi syarat penerbitan IMB, kecuali jika Peraturan Daerah DKI Jakarta terkait zonasi sudah terbit.
"Dua-duanya telah menerbitkan izin reklamasi Teluk Jakarta yang berdampak buruk bagi masa depan Teluk Jakarta serta 25 ribu nelayan yang sangat tergantung dengan sumber daya perikanan di perairan ini," ungkap Susan.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Gilang Ramadhan