tirto.id - Selasa, 26 April 2016, menjadi hari pahit bagi Afif Junaedi, Emeka Samuel, Lubianti Hasim, dan Rosita. Keempat terdakwa itu dijatuhi vonis mati oleh hakim ketua I Wayan Wirjana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Dalam putusan, Wayan menegaskan bahwa para terdakwa, dengan barang bukti narkotika seberat 37 kilogram, telah dinilai melakukan permufakatan jahat. Perbuatan keempat terdakwa dinilai dapat menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap generasi muda, sebagaimana diatur Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Tapi Wayan Wirjana tidak selalu menjatuhi hukuman berat dan saklek kepada terdakwa kasus narkoba. Wayan sempat meloloskan gembong narkoba Firman Boesly dari hukuman mati di tahun sebelumnya, 9 Mei 2015. Boesly, yang diduga merencanakan impor ganja, hanya divonis hukuman 8 tahun 6 bulan penjara. Padahal jaksa menuntut hukuman penjara selama 10 tahun.
Selain itu, saat menjabat hakim di PN Balikpapan pada 2014, ia menangani kasus pidana pelanggaran Pemilu. Untuk kali pertama di pengadilan itu, ia menjatuhkan hukuman 2 bulan kurungan dengan masa percobaan 4 bulan dan denda Rp3 juta kepada Chairil Anwar, pegawai negeri sipil yang terlibat politik dalam kampanye Partai Keadilan Sejahtera. Vonis itu sesuai tuntutan jaksa.
Selama 27 tahun menjalani karier hakim, Wayan sempat pula menjadi ketua PN Tabanan, Bali.
Salah satu kasus mencolok yang dia tangani adalah pidana terorisme di PN Jakarta Utara, dengan terdakwa Gunawan Djuraejo alias Gunawan alias Gugun.
Kasus itu berhubungan dengan Santoso alias Abu Wardah, teroris paling diburu di Asia Tenggara dari jaringan alumni Poso (tewas tertembak Juli 2016). Ceritanya, pada 2011, Gunawan mengetahui informasi dari teman-teman dan media masa bahwa kelompok Santoso telah melakukan aksi penembakan terhadap anggota polisi di Bank BCA Palu. Pada akhir tahun yang sama, Gunawan kembali mendapat informasi dari Suhardi jika Daeng Koro sudah berada di Poso dan telah bergabung dengan kelompok tersebut.
Sekitar November 2012, Gunawan mulai aktif lagi dalam kegiatan kelompok Santoso. Kedekatan mereka terjalin ketika Gunawan menyembunyikan salah satu anggota jaringan teroris. Gunawan juga mengantar makanan belasan kali ke tempat persembunyian Santoso dan Daeng Koro di Gunung Biru.
Pada September 2014, Detasemen Khusus 88 Anti-Teror mendeteksi gerak-gerik Gunawan dan menangkapnya saat mengantar ayah mertuanya berobat di Kota Bima. Itu menyeretnya ke meja hijau dan berhadapan dengan hakim Wayan Wirjana.
"Mengadili dan menyatakan terdakwa Gunawan Djuraejo ... terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah," ujar Wayan, memvonis Gunawan 3 tahun penjara pada 1 Juli 2015.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam