Menuju konten utama

10 Dampak Negatif Penggunaan AI

Pahami dampak negatif dari AI mulai dari risiko meningkatnya pengangguran, bias, kerusakan lingkungan, hingga dehumanisasi.

10 Dampak Negatif Penggunaan AI
Ilustrasi Kecerdasan Buatan Isometrik, Pengetahuan Keahlian Kecerdasan belajar. FOTO/iStokphoto

tirto.id - Dampak negatif AI sering kali terlupakan di tengah euforia penggunaannya yang digembar-gemborkan oleh banyak pihak, termasuk Wakil Presiden Gibran.

Meskipun kecerdasan buatan (AI) menawarkan inovasi luar biasa, ada sejumlah dampak negatif dari AI yang perlu diwaspadai.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai dampak negatif dari AI, penting untuk memahami apa itu AI.

Artificial Intelligence (AI) adalah teknologi yang memungkinkan mesin untuk meniru kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, penalaran, dan pengambilan keputusan.

Penggunaannya telah merambah di berbagai bidang, seperti diagnosis penyakit di bidang kesehatan, analisis risiko di bidang keuangan, hingga rekomendasi konten di bidang hiburan.

Namun, di balik manfaatnya, dampak negatif dari AI juga mulai mengemuka dan perlu menjadi perhatian serius. Lantas, apa saja dampak negatif AI?

Ilustrasi kecerdasan

Ilustrasi Kesehatan otak manusia. FOTO/iStokphoto

Dampak Negatif Penggunaan AI

Meskipun AI memberikan kemajuan pesat, kita tidak boleh mengabaikan dampak negatif AI yang berpotensi mengganggu keseimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Berikut ini merupakan 10 dampak negatif dari AI yang patut diwaspadai:

1. Bias dalam Pengambilan Keputusan

Dampak negatif AI pertama adalah bias algoritmik yang tertanam dalam sistem. AI belajar dari data historis yang sering kali mengandung prasangka manusia, seperti diskriminasi gender, ras, atau status sosial.

Misalnya, algoritma rekrutmen AI di Amazon pernah dinonaktifkan karena secara tidak adil menurunkan peringkat kandidat perempuan. Data pelatihan yang tidak representatif akan menghasilkan keputusan yang diskriminatif.

Selain itu, bias AI dapat memperkuat ketidakadilan sistemik. Di sektor hukum, algoritma prediksi kejahatan (seperti COMPAS di AS) cenderung memberi skor risiko tinggi pada kelompok minoritas.

Hal ini memengaruhi keputusan hakim dan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi. Dampak negatif dari AI ini menuntut audit data dan transparansi algoritma untuk meminimalkan bias.

2. Rentan Membuat Sejumlah Pekerjaan Hilang

Otomatisasi berbasis AI mengancam lapangan kerja di sektor repetitif, seperti manufaktur, layanan pelanggan, dan logistik. Menurut laporan McKinsey, hingga 800 juta pekerjaan global bisa hilang pada 2030 akibat AI.

Dampak negatif dari AI ini paling dirasakan oleh pekerja berketerampilan rendah, seperti kasir atau sopir, yang digantikan oleh mesin self-checkout atau kendaraan otonom.

Meskipun AI menciptakan lapangan kerja baru (seperti ahli data, prompter, atau pengembang AI), transisi ini membutuhkan pelatihan ulang yang mahal dan waktu yang cukup lama.

Negara dengan sistem pendidikan tertinggal berisiko mengalami pengangguran massal. Dampak negatif dari AI ini memerlukan kebijakan pemerintah, misalnya program upgrade skill untuk melindungi pekerja yang rentan kehilangan pekerjaan.

3. Manipulasi Sosial karena AI Algoritma

Platform media sosial menggunakan algoritma AI untuk memaksimalkan engagement, sering kali menyebarkan konten provokatif atau hoaks.

Dampak negatif AI ini terlihat dalam sebuah kasus Cambridge Analytica, di mana data pengguna Facebook dimanipulasi untuk memengaruhi hasil pemilu AS 2016.

Algoritma AI cenderung memperkuat "filter bubble" di mana pengguna hanya terpapar informasi yang sesuai dengan keyakinan mereka.

Selain itu, teknologi deepfake memungkinkan pembuatan video palsu yang nyaris sempurna. Pada tahun 2023, deepfake Presiden Joko Widodo yang berbicara bahasa Mandarin sempat viral dan berpotensi memicu konflik diplomatik.

Dampak negatif dari AI ini mengancam demokrasi dan keamanan global, sehingga memerlukan regulasi ketat untuk verifikasi konten digital.

4. Dampak AI bagi Lingkungan

Pelatihan model AI skala besar, seperti GPT-4, membutuhkan energi listrik setara dengan konsumsi 120 rumah tangga selama setahun.

Dampak negatif AI ini berasal dari pusat data yang menggunakan pendingin berintensitas karbon tinggi.

Menurut studi MIT, satu model AI bisa menghasilkan 626.000 pon CO2, lima kali lipat emisi mobil seumur hidup penggunanya.

Selain itu, penambangan bahan baku untuk hardware AI seperti lithium dan tembaga dapat merusak ekosistem.

Di Chile, pertambangan lithium untuk baterai AI telah mengeringkan danau dan mengancam kehidupan masyarakat adat.

Dampak negatif dari AI ini menuntut adopsi energi terbarukan dan daur ulang komponen elektronik demi keberlanjutan lingkungan.

5. Pelanggaran Privasi

AI mengumpulkan data pribadi secara masif melalui wajah, suara, lokasi, hingga kebiasaan belanja. Dampak negatif dari AI ini terlihat dalam kasus Clearview AI, perusahaan yang menjual data wajah miliaran orang ke kepolisian tanpa izin.

Di Indonesia, sistem pengawasan berbasis AI seperti Smart City berpotensi disalahgunakan untuk memata-matai warga.

Risiko lain adalah kebocoran data akibat serangan siber. Pada 2021, ransomwaremenyerang sistem AI rumah sakit di Jerman, mengakibatkan pasien gagal mendapatkan perawatan darurat.

Dampak negatif AI ini memerlukan regulasi ketat seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa atau UU Pelindungan Data Pribadi (PDP) di Indonesia untuk melindungi hak privasi individu.

Ilustrasi Kecerdasan Buatan

Ilustrasi kecerdasan buatan. REUTERS/Fabrizio Bensch

6. Kerentanan terhadap Serangan Siber

Sistem AI rentan diretas untuk memanipulasi output. Contohnya, peretas bisa mengubah algoritma mobil otonom agar mengabaikan rambu "stop", atau memanipulasi sensor medis AI untuk memberikan dosis obat berbahaya.

Dampak negatif dari AI ini mengancam keselamatan publik dan infrastruktur kritis. Selain itu, AI bisa digunakan untuk serangan siber otomatis. Pada 2023, chatbot seperti ChatGPT dimanfaatkan peretas untuk membuat malware atau phishing yang lebih persuasif.

Dampak negatif dari AI ini mendorong perusahaan untuk meningkatkan keamanan siber dan mengembangkan AI defensif yang mampu mendeteksi ancaman secara real-time.

7. Ketergantungan Berlebihan pada Teknologi

Ketergantungan pada AI mengurangi kemampuan manusia dalam berpikir kritis. Contohnya, siswa yang mengandalkan ChatGPT untuk mengerjakan tugas berisiko kehilangan kemampuan analitis.

Dampak negatif dari AI ini juga terlihat di sektor kesehatan, di mana dokter mungkin terlalu mengandalkan diagnosis AI tanpa mempertimbangkan konteks atau kondisi pasien.

Di bidang militer, ketergantungan pada sistem senjata otonom AI berisiko memicu perang tanpa kendali manusia.

Insiden 2020 di Libya, di mana drone AI "Kargu-2" menyerang target tanpa perintah operator, menunjukkan bahaya dehumanisasi dalam konflik bersenjata.

Dampak negatif dari AI ini menekankan pentingnya menjaga peran manusia dalam pengambilan keputusan krusial.

8. Isu Etika dan Tanggung Jawab

Penggunaan AI dalam senjata otonom atau pengambilan keputusan hukum menimbulkan dilema etika. Siapa yang bertanggung jawab jika mobil otonom menabrak pejalan kaki?

Dampak negatif dari AI ini belum diatur jelas dalam hukum internasional, sehingga menciptakan celah bagi penyalahgunaan.

Contoh lain adalah kasus AI yang mengubah foto pengguna menjadi ilustrasi seni dengan meniru gaya seniman tanpa izin. Praktik ini melanggar hak cipta dan merugikan kreator asli.

Dampak negatif dari AI ini memerlukan kerangka etika global seperti undang-undang yang mengatur AI untuk bertanggung jawab tanpa melanggar hak orang lain.

9. Kesenjangan Ekonomi

Perusahaan besar seperti Google dan Meta mendominasi pasar AI dengan sumber daya dan komputasi yang tidak terjangkau UMKM.

Dampak negatif dari AI ini memperlebar kesenjangan antara korporasi raksasa dan usaha kecil, serta meningkatkan monopoli di sektor teknologi.

Di tingkat global, negara berkembang tertinggal dalam pengembangan AI karena minimnya infrastruktur dan tenaga ahli.

Menurut WorldBank, 90% paten AI berasal dari AS, Tiongkok, dan Eropa. Dampak negatif dari AI ini berpotensi meminggirkan negara miskin dalam percaturan ekonomi digital, sehingga perlu kerja sama internasional untuk transfer teknologi.

10. Dehumaniasi dalam Interaksi Sosial

Interaksi manusia semakin digantikan oleh chatbot atau asisten virtual. Dampak negatif dari AI ini mengurangi empati dan kedalaman hubungan sosial.

Contohnya, lansia di panti jompo yang hanya berinteraksi dengan robot perawat, dilaporkan merasa kesepian.

Generasi muda yang tumbuh dengan AI juga berisiko kehilangan keterampilan komunikasi interpersonal.

Studi di Jepang menunjukkan anak-anak yang terbiasa berinteraksi dengan AI cenderung kesulitan memahami emosi manusia.

Dampak negatif dari AI ini menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara teknologi dan humanisme.

Ilustrasi kecerdasan

Ilustrasi Tangan mengangkat kandang dari kepala seseorang. FOTO/iStokphoto

Meskipun AI membawa revolusi teknologi, dampak negatif AI tidak boleh dianggap remeh. Mulai dari bias, ancaman pekerjaan, hingga kerusakan lingkungan, semua memerlukan regulasi ketat dan kesadaran kolektif.

Dengan memahami dampak negatif dari AI, kita dapat meminimalkan risikonya dan memastikan pengembangan AI yang bertanggung jawab.

Baca juga artikel terkait TEKNOLOGI AI atau tulisan lainnya dari Robiatul Kamelia

tirto.id - Teknologi
Kontributor: Robiatul Kamelia
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Robiatul Kamelia & Lucia Dianawuri