tirto.id - Badan Pangan Nasional (Bapanas) melayangkan sepucuk surat penugasan kepada Perum Bulog. Surat yang ditandatangani pada Jumat, 24 Maret 2023 oleh Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi itu mengamanatkan Bulog agar melakukan impor beras sebanyak 2 juta ton selama 2023.
Tembusan surat penugasan itu ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Sekretariat Negara, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri BUMN, dan Sekretaris Kabinet.
“Menindaklanjuti hasil rapat internal bersama Bapak Presiden, kami menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri sebesar 2 juta ton sampai dengan akhir Desember 2023," tulis surat tersebut sebagaimana dikutip Tirto.
Dalam surat tersebut, Bapanas meminta Bulog agar pengadaan 500.000 ton pertama dilaksanakan secepatnya. Tambahan pasokan beras tersebut dapat digunakan untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Beras (SPHP), bantuan beras kepada sekitar 21,353 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan kebutuhan lainnya. Amanat ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah.
“Sejalan dengan hal tersebut, kami menugaskan Perum Bulog untuk tetap mengoptimalkan penyerapan hasil produksi dalam negeri terutama selama masa panen raya Maret-Mei 2023," tulis surat tersebut.
Arief mengakui pemerintah terpaksa mengambil keputusan pahit untuk melakukan impor 2 juta ton beras. Hal ini karena serapan gabah hasil panen raya tidak mampu memenuhi stok CBP.
“Sampai tadi yang diserap itu hanya 50 ribu ton. Keputusan pahit tadi itu bukan Badan Pangan sendiri. Itu ada rapat internal, ada KL terkait termasuk Kementerian Pertanian dan Perdagangan," ujar Arief dalam konferensi rembug pangan pada Senin, 27 Maret 2023.
Sebelum memutuskan impor beras, Bapanas telah mengundang 25 penggilingan padi besar untuk menambah stok beras Bulog. Namun, penggilingan padi besar seperti Wilmar, Sumber Raya, dan Topi Koki sangat terbatas dalam pemenuhan stok sendiri. Oleh karena penggilingan padi tersebut hanya sanggup menyetor 1.000-5.000 ton kepada Bulog.
“Pada saat stok Bulog itu 220 ribu ton, kita semua merasa perlu untuk melakukan top up stok Bulog. Beberapa hari sebelumnya, kami undang 25 penggiling padi besar, kami minta tolong supaya bisa top up stok Bulog, hasilnya hanya 60 ribu ton,” kata Arief.
Di saat stok Bulog yang terbatas, Bulog juga mendapat penugasan untuk memberikan beras kepada 21,353 juta Keluarga Penerima Manfaat dengan masing-masing penerima 10 kg.
Program bantuan sosial itu berlangsung selama 3 bulan yang berarti total kebutuhan beras mencapai 640 ribu ton. Jika hanya mengandalkan stok Bulog yang hanya berjumlah 220 ribu ton, maka secara otomatis stok CBP Bulog akan menjadi 0.
“Kalau Bulog satu kali jalan, itu digelontorkan semua berarti stok Bulog itu kurang, nol. Apakah mau membiarkan stok Bulog nol?” ujarnya pula.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso atau Buwas mengkonfirmasi pihaknya sudah menerima surat penugasan dari Bapanas terkait rencana impor beras sebanyak 2 juta ton tersebut. Kendati demikian, impor beras masih akan mempertimbangkan kebutuhan dalam negeri.
“Alokasi tidak berarti harus 2 juta. Daripada nanti kurang, ada lagi tugas. Jadi sekaligus dikasih tugas dalam satu tahun, tapi tidak berarti 2 juta itu harus dimasukkan semua, enggak. Itu cadangan manakala ada sesuatu yang memang memerlukan tambahan,” kata Buwas di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Dia menjelaskan dari 2 juta ton beras yang diimpor tahun ini, 500 ribu ton harus segera didatangkan. Namun, ia tidak mengetahui pasti kedatangan 500 ribu ton beras tersebut karena belum lengkap perizinannya.
Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaludin Iqbal mengatakan, pihaknya memang tengah mengambil langkah cepat untuk mendatangkan 500 ribu ton beras. Saat ini sudah dalam proses pengurusan izin dan penyelesaian administrasi.
"Ini bertahap. Secepatnya untuk keperluan penyaluran bantuan pangan beras," katanya kepada reporter Tirto, Rabu (29/3/2023).
Dia menuturkan, sedikitnya ada empat negara tujuan impor beras. Keempatnya adalah Thailand, Vietnam, Pakistan, dan India.
Kontras dengan Produksi Beras Indonesia
Impor dilakukan pemerintah memang sangat kontras dengan jumlah produksi beras di Indonesia. Padahal Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri memperkirakan jumlah produksi beras mencapai 13,79 juta ton periode Januari-April 2023. Proyeksi ini mengalami kenaikan sebesar 77,39 ribu ton (0,56 persen) dibandingkan dengan produksi beras pada Januari−April 2022 yang sebesar 13,71 juta ton beras.
“Januari 2023, produksi beras diperkirakan sebanyak 1,33 juta ton beras, dan potensi produksi beras sepanjang Februari hingga April 2023 adalah sebesar 12,46 juta ton. Dengan demikian, potensi produksi beras pada Subround Januari−April 2023 diperkirakan mencapai 13,79 juta ton beras," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini.
Pudji menuturkan produksi beras bulanan mulai Januari mencapai 1,33 juta ton. Lalu di Februari 3,68 juta ton, melonjak ke 5,27 juta ton di Maret, dan jadi 3,51 juta ton di April.
Ekspektasi kenaikan produksi di Februari 2023 terjadi karena adanya pertambahan luas fase generatif (masa pertumbuhan) padi pada Januari 2023. Hal ini kemudian jadi peluang untuk kenaikan panen di Februari 2023.
“Tapi, perlu kehati-hatian karena saat ini cuaca cukup dinamis perubahannya. Kondisi ini bisa berpengaruh terhadap panen Februari 2023," kata Pudji.
Sejalan dengan produksi beras, BPS mencatat luas panen padi pada Januari 2023 mencapai 447,71 ribu hektar, dan potensi panen sepanjang Februari hingga April 2023 diperkirakan seluas 4,06 juta hektar.
Dengan demikian, total luas panen padi pada Subround Januari−April 2023 diperkirakan mencapai 4,51 juta hektar, atau mengalami kenaikan sekitar 93,97 ribu hektar (2,13 persen) dibandingkan luas panen padi pada Subround Januari−April 2022 yang sebesar 4,41 juta hektar.
Perhitungan ini menggunakan Kerangka Sampel Area (KSA). KSA ini memanfaatkan teknologi citra satelit yang berasal dari LAPAN dan digunakan BIG untuk mendeliniasi peta lahan baku sawah yang divalidasi dan ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN untuk mengestimasi luas panen padi.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengamini terjadinya kenaikan baik dari sisi produksi maupun luas lahan panen. Syahrul mengatakan pada 2023 potensi luas panen selama Januari ke April sebanyak 4,51 juta hektare, meningkat 2,13 persen dibanding periode yang sama 2022.
Sedangkan dari sisi produksi padi atau gabah kering giling (GKG) sebanyak 23,94 juta ton atau meningkat 0,53 persen, dan produksi beras sebanyak 13,79 juta ton atau meningkat 0,56 persen. Sementara itu, selama 2022 produksi beras naik 0,15 juta ton atau naik 0,29 persen dibandingkan 2021.
Produksi 2021 sebesar 31,36 juta ton menjadi 31,54 juta ton di 2022. Jika konsumsi beras sebesar 30,20 juta ton, maka terdapat surplus sebesar 1,3 juta ton.
“Dengan memperhatikan kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri menghadapi bulan Ramadan dan hari raya Idulfitri relatif aman," ungkap Syahrul.
Kepentingan Jelang Pemilu
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengamati, pola lonjakan impor beras kerap dilakukan pemerintah menjelang pemilu. Pada 2018 atau setahun sebelum Pemilu 2019, Indonesia tercatat mengimpor beras senilai 1,04 triliun dolar AS. Jumlah itu naik 622 persen dibandingkan setahun sebelumnya yang sebanyak 143,64 triliun dolar AS.
"Ini perlu diwaspadai karena momen impor beras selalu tinggi jelang pemilu. 2019 Indonesia impor beras 2,25 juta ton. Ada celah rent seeker atau pemburu rente dari kebijakan impor beras," katanya kepada Tirto.
Impor beras juga pernah meningkat sebesar 57,79 persen menjadi 388,18 juta dolar AS pada 2014. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kala itu melakukan impor beras untuk menjaga stabilitas pangan nasional.
Menarik lebih jauh ke belakang, impor beras juga terjadi pada 2007 atau dua tahun sebelum Pemilu 2009. Ketika itu, impor beras melambung 252 persen menjadi 467,72 juta dolar AS.
Kemudian, meningkatnya impor beras juga terjadi pada 2002 dan 2003. Berdasarkan data BPS, nilainya masing-masing sebesar 342,53 juta dolar AS dan 291,42 juta dolar AS.
"Kenapa selalu impor beras bengkak setiap jelang pemilu? Ini bukan persoalan menjaga inflasi, tapi ada kepentingan rente. Impor beras itu kebijakan paling gampang, tidak perlu tanam susah susah tinggal pegang izin impor. Selain itu impor beras cuma membuat makmur petani di Vietnam dan Thailand," jelas Bhima.
Dalih impor beras untuk stabilisasi harga, menurut Bhima juga patut dipertanyakan. Toh, kata dia, pada saat kuota impor beras menembus 500 ribu ton hingga Februari 2023 harga beras justru merangkak naik.
"Jadi diragukan impor beras yang jumlahnya besar dengan stabilitas harga," imbuhnya.
Akibat kebijakan ini yang terjadi justru petani dirugikan. Masyarakat, kata Bhima, juga makin malas punya profesi petani tanaman pangan karena kebijakan merugikan mereka.
"Begitu panen raya kemudian impor ya makin sedikit yang jadi petani. Ini akhirnya luasan lahan pertanian semakin menyempit tiap tahunnya," pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz