Menuju konten utama

Dalih Hasto Tak Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi Kasus DJKA

Hasto berkata dirinya baru mengetahui surat pemanggilan KPK itu pada hari jelang pemeriksaan padahal ada acara di Jogja.

Dalih Hasto Tak Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi Kasus DJKA
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto dalam sebuah diskusi di Kantor DPP PDIP, Sabtu (20/7/2024). Foto/Dok Humas PDIP

tirto.id - Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, mengungkap alasan dirinya tak bisa memenuhi panggilan KPK pada Jumat (19/7/2024). Hasto sedianya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan Wilayah Jawa Timur.

Hasto berkata dirinya baru mengetahui surat pemanggilan KPK itu pada hari jelang pemeriksaan. Sementara ia sedang bertugas memimpin persiapan Pilkada Serentak 2024 di Yogyakarta.

“Saya sendiri baru tahu pagi hari, suratnya sudah seminggu katanya. Tapi saya sedang tugas di Jogja, diterima oleh driver kami, dan kemudian tidak ada laporan, sehingga saya tidak tahu, maka kemarin kami mohon maaf betul bahwa kami tidak bisa menghadiri. Karena kemarin saya memimpin rapat persiapan pilkada," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2024).

Ia mengatakan dari keterangan Kepala Sekretariat DPP PDIP, Yoseph Aryo Adhi Darmo, pemanggilan dirinya oleh komisi antirasuah itu terkait dugaan korupsi yang terjadi di kereta api. Ia menepis dirinya terlibat dalam kasus rasuah itu.

“Saya pribadi tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut. Tidak ada bisnis, kalau saya disebut konsultan, memang di KTP saya karena dulu saya bekerja di BUMN, ruang lingkupnya konsultan, maka saya tulis konsultan, belum saya ubah sampai sekarang. Sehingga, dan nanti saya akan datang," ucap Hasto.

Ia mengatakan pemeriksaan itu terkait Pilpres 2019. Konon, Hasto menjabat sebagai sekretaris tim pemenangan, yang memberikan bantuan sosial. Dugaan korupsi bantuan sosial itu kini tengah didalami KPK.

“Karena terkait dengan ada yang memberikan bantuan, kemudian bantuan tersebut disinyalir apakah ini masih didalami oleh KPK, ada kaitannya dengan persoalan korupsi tersebut," ucap Hasto.

Hasto memastikan dirinya siap memenuhi panggilan KPK. Sebab, ia mengklaim PDIP berkomitmen terhadap penegakan hukum pemberantasan korupsi.

“Kita tunggu saja hasilnya karena saya juga belum tahu dimintai sebagai saksi, tapi saya pastikan tidak ada kaitannya dengan persoalan tersebut. Karena memang saya ini enggak ada bisnis," tutup Hasto.

KPK menjadwalkan pemanggilan Hasto Kristiyanto pada Jumat kemarin. Namun, bukan terkait pencarian buron Harun Masiku.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengungkapkan bahwa Hasto dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan tipikor di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) di wilayah Jawa Timur.

"Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama Hasto Kristiyanto [sebagai] konsultan," kata Tessa kepada wartawan pada Jumat (19/7/2024).

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 13 tersangka. Kasus suap di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub ini terkait pembangunan jalur kereta api di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatra tahun anggaran 2018-2022.

Para tersangka terdiri atas pegawai Kementerian Perhubungan (Kemenhub), pihak swasta, dan korporasi.

KPK saat ini masih terus mengembangkan penyidikan dugaan korupsi di lingkungan DJKA Kementerian Perhubungan.

Perkembangan terbaru dalam perkara tersebut adalah penangkapan terhadap Yofi Oktarisza (YO) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas yang telah berganti nama menjadi BTP Kelas 1 Semarang.

YO diduga melakukan bagi-bagi paket pekerjaan pada sejumlah perusahaan dalam pembangunan rel kereta api. Selain itu, terdapat rekan YO berinisial DRS yang bekerja sama untuk pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Perhubungan.

KPK juga telah menyita sejumlah barang dari tersangka YO, yaitu 7 buah deposito senilai Rp10 miliar, 1 buah ATM, uang tunai Rp1 miliar, logam mulia, reksa dana, dan 8 bidang tanah serta sertifikatnya di Jakarta, Semarang, dan Purwokerto, senilai Rp8 miliar.

Baca juga artikel terkait HASTO KRISTIYANTO atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz