tirto.id - Pemerintah Indonesia berencana untuk menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kebutuhan pokok atau sembako. Rencana tersebut tertuang dalam draf RUU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) yang menghapus pasal soal sembako yang tidak dikenai PPN.
Menurut UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pasal 4A Ayat 2 menyatakan:
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
d. uang, emas batangan, dan surat berharga.
Dalam draf RUU KUP, pasal 4A berganti menjadi:
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
a. dihapus;
b. dihapus;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah; dan
d. uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.
Menilik UU Nomor 42 Tahun 2009 dan RUU KUP di atas, daftar 11 bahan pokok yang bakal dikenakan PPN adalah:
1. beras;
2. gabah;
3. jagung;
4. sagu;
5. kedelai;
6. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
7.daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
8. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
9. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
10. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
11. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
RUU KUP tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diusulkan oleh pemerintah sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 dan Prolegnas 2020-2024.
Menurut penjelasan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, pemerintah dan DPR akan segera membahas RUU KUP ini untuk kemudian disahkan.
"Mohon terus dikritik, diberi masukan, dan dikawal. Ini masih terus dikaji, dipertajam, dan disempurnakan. Pada waktunya akan dibahas dengan DPR. Jika disetujui, pelaksanaannya memperhatikan momen pemulihan ekonomi. Kita bersiap untuk masa depan yang lebih baik," demikian twit Yustinus pada Rabu (9/6/2021).
Editor: Agung DH