Menuju konten utama

10 Contoh Paradigma Definisi Sosial di Masyarakat dan Sekolah

Contoh paradigma definisi sosial bisa dilihat di kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan masyarakat maupun sekolah.

10 Contoh Paradigma Definisi Sosial di Masyarakat dan Sekolah
Siswa kelas IX SMP Negeri 2 Jayapura sat mengikuti ujian sekolah menggunakan aplikasi Computer Based Test Senin 8/5. ANTARA/Ardilles Leloltery

tirto.id - Dalam ilmu sosiologi, terdapat tiga paradigma yang digunakan. Ada paradigma fakta sosial, perilaku sosial, dan definisi sosial.

Ketiga paradigma tersebut dijelaskan secara lebih lengkap oleh George Ritzer dalam buku Sociology: A Multiple Paradigm Science (1975). Akan tetapi, secara terpisah, gagasan paradigma definisi sosial banyak dipengaruhi oleh Maximilian Weber atau biasa dikenal dengan Max Weber.

Contoh dari masing-masing paradigma tersebut dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, tidak terkecuali paradigma definisi sosial.

Namun, sebelum membahas lebih jauh tentang contoh, alangkah lebih baik jika memahami lebih dulu konteksnya. Lantas, apa itu paradigma definisi sosial menurut Max Weber?

Paradigma Definisi Sosial menurut Max Weber

Dalam paradigma definisi sosial, yang dimaksud kenyataan sosial di masyarakat adalah tindakan sosial. Lantas, tindakan sosial yang seperti apa? Terkait hal itu, Max Weber memulainya dengan berusaha mendefinisikan "kenyataan yang konkret".

Max Weber punya pengertian berbeda tentang "kenyataan yang konkret", tidak seperti Emile Durkheim dalam gagasan paradigma fakta sosial, yang menyatakan bahwa tindakan sosial akan memengaruhi tindakan individu sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri.

Dalam menjelaskan "kenyataan yang konkret", Max Weber tidak hanya menggunakan prinsip rasionalitas, melainkan juga subjektivitas.

Dalam ilmu sosiologi, rasionalitas dapat dipakai untuk mengetahui sejauh mana tindakan manusia itu bersifat rasional. Sementara itu, prinsip subjektivitas menyatakan bahwa tindakan sosial yang dilakukan seseorang memiliki makna, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Dengan kerangka pemahaman seperti dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa paradigma definisi sosial menurut Max Weber berusaha memahami dan menafsirkan mengapa individu melakukan tindakan sosial dan makna dari tindakan tersebut. Weber tertarik pada makna subjektif yang diberikan individu dalam tindakan yang dilakukan.

Sebab, berdasarkan paradigma definisi sosial, permasalahan dalam sosiologi berkaitan dengan perilaku sosial antarhubungan sosial. Artinya, tindakan sosial dalam masyarakat tidak lain merupakan perilaku individu, baik yang bermakna untuk orang lain maupun diri sendiri.

Hal ini berbeda dengan contoh paradigma fakta sosial yang menggambarkan bahwa individu akan menyesuaikan tindakannya sesuai kenyataan sosial dalam masyarakat. Dalam paradigma definisi sosial, tindakan sosial tetap berfokus pada individu yang melakukannya, meskipun tetap ada kaitan dengan pranata sosial yang memengaruhinya.

Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi dalam paradigma definisi sosial sebagai berikut:

  1. Tindakan manusia yang menurut si aktor mengandung makna subjektif.
  2. Tindakan nyata yang bersifat membatin sepenuhnya dan subyektif.
  3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi.
  4. Tindakan yang diarahkan kepada seseorang atau beberapa individu.
  5. Tindakan terarah yang memperhatikan tindakan orang lain.

Contoh Paradigma Definisi Sosial di Masyarakat

Contoh paradigma definisi sosial dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat, di antaranya sebagai berikut:

  • Seseorang membuang sampah di tempat sampah, dengan tujuan terhindar dari cibiran tetangga apabila rumahnya kotor.
  • Seorang ibu memakai perhiasan ke acara kondangan, dengan maksud menunjukkan harta yang dimilikinya kepada orang lain.
  • Seseorang berpura-pura menjadi pengemis dengan berpakaian compang-camping, untuk menarik rasa belas kasih orang-orang yang lewat agar memberinya uang.
  • Seorang kepala desa tampil dengan pakaian rapi, sehingga terlihat berwibawa di hadapan masyarakat.
  • Seorang alumni sekolah A, yang sudah bekerja di perusahaan besar, datang ke acara reuni dengan pakaian mencolok agar terlihat bahwa ia sudah sukses.
  • Seseorang memberi sedekah kepada yang membutuhkan, dengan tujuan membantu meringankan beban kehidupannya.
  • Seorang alumni sekolah B sengaja tidak datang ke acara reuni pada Hari Raya Idul Fitri karena belum punya pekerjaan. Sebab, ia menilai, reuni kerap menjadi ajang pamer jabatan di lingkup pertemanan.
  • Seorang penyanyi kafe memilih untuk mengamen di jalanan karena melihat hasil mengamen lebih besar dibanding menerima job kafe.
  • Seorang pemengaruh di media sosial (influencer), memilih untuk mengikuti tren karena menganggap bahwa itu akan meningkatkan penghasilannya.
  • Seorang calon pemimpin negara berpenampilan biasa dengan tujuan mencitrakan diri sebagai pemimpin yang dekat dengan masyarakat kecil

Contoh Paradigma Definisi Sosial di Sekolah

Contoh paradigma definisi sosial dapat ditemukan di lingkungan sekolah, di antaranya meliputi:

  • Peserta didik bertanya kepada guru mengenai materi logaritma dalam mata pelajaran Matematika, sehingga mendapatkan pemahaman lebih baik.
  • Seorang peserta didik ikut nimbrung dalam suatu kelompok belajar agar terlihat bahwa ia berkontribusi dalam kerja kelompok.
  • Peserta didik membantu siswa lain, tujuannya adalah mempererat hubungan pertemanan.
  • Guru mencoba beberapa metode pembelajaran, tujuannya supaya siswa dapat dengan mudah memahami materi.
  • Siswa melakukan tindakan curang dalam ujian, tujuannya mendapatkan nilai baik.
  • Siswa bersikap diam saat pelajaran, tujuannya tidak mengganggu peserta didik lainnya.
  • Seorang siswa di sekolah B tidak mau datang ke sekolah karena malu dirinya belum punya sepatu yang bagus.
  • Seorang guru lebih memperhatikan siswa yang pintar karena lebih mudah, daripada sabar mengajari siswa yang kurang pandai.
  • Seorang siswa memamerkan sepatu mahalnya kepada teman-temannya agar terlihat bahwa ia anak orang kaya.
  • Seorang siswa meminjam barang milik temannya dengan seenaknya karena menganggap temannya baik hati, sehingga tidak perlu izin.

Baca juga artikel terkait SOSIOLOGI atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin