tirto.id - Paradigma dalam ilmu sosiologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep tertentu yang digunakan untuk menganalisis sebuah masalah sosial.
Di antaranya ada paradigma fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial.
Ahimsa dalam “Paradigma Penelitian Ilmu-Ilmu Humaniora” (2009) menerangkan bahwa paradigma merupakan beberapa konsep yang saling terkait yang akhirnya membentuk sistem pemikiran tertentu.
Kegunaan paradigma ini untuk memahami, menafsirkan, serta menjelaskan suatu permasalahan sosial.
Dengan menggunakan konsep-konsep yang ada di dalam paradigma tertentu, maka kenyataan sosial bisa dideskripsikan secara jelas. Namun, penerapan konsep ini tetap harus mengutamakan hubungan sebab-akibat yang logis.
Paradigma itu sendiri dibagi atas tiga macam, yakni paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial.
Lantas, apa pengertian masing-masingnya dan bagaimana contoh konsepnya?
Pengertian Paradigma Fakta Sosial dan Contohnya
Menurut Sari Oktafiana dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (2021, hlm. 86), paradigma fakta sosial dipelopori beberapa sosiolog, antara lain Emile Durkheim, Karl Marx, Talscott Parsons, dan lain-lain.
Untuk pengertiannya, paradigma ini menganggap aturan, peran sosial, dan status sosial sebagai bagian dari fakta sosial.
Konsep atau teori yang terdapat dalam paradigma ini terdiri dari fungsionalisme struktural dan teori konflik.
Pada fungsionalisme struktural, masyarakat dianggap sebagai bagian dari fakta sosial yang terikat dengan struktur-struktur tertentu.
Struktur tersebut bisa meliputi kelas, status, atau bahkan norma yang berlaku.
Dengan begitu, keseimbangan dapat diterapkan dalam kehidupan sosial. Contoh mudahnya, kita harus mematuhi kebijakan pemerintah agar sesuai dengan fakta aturan yang berlaku.
Kemudian, teori konflik lahir berdasarkan keseimbangan struktural fungsionalisme yang ditentang.
Lebih ringkasnya, konflik hadir sebagai fakta sosial lantaran beberapa orang atau kelompok tak setuju dengan aturan strukturalnya.
Contoh konflik tersebut bisa dilihat dari proses pemberontakan. Mereka biasanya menentang beberapa kebijakan yang merupakan fakta sosial. Dengan begtu, konflik atau pertentangan terjadi di antara keduanya.
Pengertian Paradigma Definisi Sosial dan Contohnya
Berbeda dengan paradigma sebelumnya yang mengedepankan aspek keseimbangan dan perlawanannya, definisi sosial lebih cenderung mengutamakan individu sebagai pusatnya.
Dengan begitu, individu bisa melakukan apa yang dikehendakinya berdasarkan pikiran dan pertimbangan moralnya sendiri. Tokoh yang terlibat dalam pencanangan konsep ini adalah Max Weber.
Paradigma definisi sosial ini kerap disamakan dengan tindakan sosial lantaran individu beraktivitas di dalamnya. Sedangkan konsep yang ada di dalamnya, meliputi teori aksi, interaksionisme simbolik, dan fenomenologi.
Teori aksi dijabarkan sebagai tindakan individu sebagai bagian dari masyarakat. Pemikirannya lebih dipentingkan dalam proses aksinya.
Contohnya, seseorang akan memakai baju lantaran akan menyimpang dengan masyarakat seandainya tak menggunakan.
Kemudian, interaksionisme simbolik digambarkan sebagai wujud interaksi dari individu dalam menanggapi kenyataan sosial. Sebagai satu kesatuan struktur, tentunya interaksi terjadi di dalamnya.
Di kerangka sosial tersebut, mereka mendefinisikan sosilanya masing-masing berdasarkan interaksi yang ada.
Contohnya, bisa dilihat melalui simbol tindakan berupa membantu orang yang miskin. Mereka yang membantu tahu keadaan sekelilingnya dan berusaha untuk menjalankan sesuatu yang menurutnya baik secara sosial.
Terakhir, ada juga konsep fenomenologi yang memfokuskan hubungan realitas sosial dengan tindakan individu.
Lantaran realitas sosial sudah terkonsep, maka ada aturan yang dianggap benar. Contohnya, seseorang membantu dalak gotong royong RT lantaran tindakan yang benar memang harus seperti itu.
Pengertian Paradigma Perilaku Sosial dan Contohnya
Paradigma ini memfokuskan pembahasan terkait tingkah laku atau kebiasaan manusia dan potensi pengulangan perilakunya.
Ringkasnya, sesuatu yang terjadi pada individu akan menghasilkan pengulangan pada masa berikutnya.
Hal ini digambarkan lewat teori perilaku dan teori pertukaran. Pada teori perilaku, seseorang akan berperilaku baik jika mendapatkan apresiasi dari seseorang atau lembaga tertentu.
Dengan begitu, ada sebuah proses penerimaan dari lingkungan sekitar terhadap perilaku yang telah dilakukan individu.
Jika mendapatkan apresiasi, maka potensi pengulangan perilaku akan berlanjut. Sedangkan jika memperoleh konsekuensi, maka potensi pengulangannya menurun.
Contoh dari konsep ini dapat dilihat dari siswa yang memperoleh juara lomba berkat kegigihannya. Kendati di kompetisi berikutnya ia gagal, namun perilakunya yang gigih tidak akan hilang.
Kemudian, teori pertukaran didefinisikan sebagai pertukaran satu hal dengan hal lainnya. Hampir sama dengan perilaku sosial, pertukaran ini terjadi pada perilaku manusia yang memberi atau menukar suatu objek bernilai.
Pemberiannya pun masih bersifat bukan kebendaan, meliputi apresiasi dan konsekuensi. Jika memperoleh apresiasi, maka bisa dibilang individu tersebut telah mendapatkan reward.
Ketika itu terjadi, pertukaran dilakukan dengan perilaku berulang yang terus menerus dilanjutkan dengan reward berikutnya. Namun, nilai perilaku lama kelamaan akan menurun lantaran pengulangan tersebut.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Dhita Koesno