Menuju konten utama

Ciri-Ciri Anak yang Rentan Jadi Korban Penculikan Menurut KPPPA

Menurut KPPPA setidaknya ada beberapa ciri-ciri anak yang rentan menjadi korban penculikan, sebagai berikut.

Ciri-Ciri Anak yang Rentan Jadi Korban Penculikan Menurut KPPPA
Ilustrasi penculikan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Anak-anak merupakan salah satu kelompok yang paling rentan menjadi korban penculikan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus penculikan di Indonesia yang melibatkan anak-anak.

Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) terdapat 28 kasus penculikan anak yang dilaporkan sepanjang tahun 2022. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan pada tahun 2021.

Bahkan beberapa pekan terakhir, sejumlah kasus penculikan kembali dilaporkan dalam waktu yang berdekatan. Sejak memasuki tahun 2023 setidaknya sudah ada empat kasus penculikan anak yang menggemparkan publik.

Keempat kasus tersebut di antaranya peristiwa penculikan Malika di Jakarta Pusat, penculikan Fitria di Cilegon, penculikan dan pembunuhan anak di Makassar, dan penculikan anak di Semarang.

Maraknya peristiwa penculikan ini tentu bisa menjadi dasar bagi orang tua dan pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan terkait keamanan anak.

Ciri-Ciri Anak yang Rentan jadi Korban Penculikan

Menurut KPPPA setidaknya ada beberapa ciri-ciri anak yang rentan menjadi korban penculikan. Ciri-ciri tersebut dipicu oleh kondisi ekonomi dan pengasuhan orang tua.

Berikut beberapa ciri-ciri anak yang lebih rentan mengalami penculikan:

1. Anak-anak yang tumbuh dengan pengasuhan longgar

Menurut Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KPPPA, Nahar, anak-anak yang tumbuh dengan pola pengasuhan longgar lebih rentan menjadi korban penculikan.

Menurut Nahar, pengasuhan yang longgar menyebabkan anak mudah dibujuk rayu dan menuruti perintah orang asing, termasuk pelaku kejahatan.

"Anak itu biasanya gampang, dia tidak punya pikiran macam-macam, kalau ada orang baik ngajak itu pasti mau," jelasnya seperti yang dikutip dari Antara.

2. Anak-anak yang tumbuh di tengah kesulitan ekonomi

Masih menurut Nahar dari KPPPA anak-anak yang tumbuh di tengah-tengah kesulitan ekonomi juga rentan menjadi korban penculikan.

Anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan ingin melakukan sesuatu untuk membahagiakan orang tuanya, salah satunya dengan mendapatkan uang. Hal ini menyebabkan anak jadi mudah diiming-imingi uang atau barang yang bagus.

Menurutnya, ini terjadi pada salah satu kasus penculikan anak oleh remaja di Makassar beberapa waktu lalu. Korban MFS (11) diculik dengan modus iming-iming uang Rp50.000 di sebuah mini market.

Ia ditemukan tewas pada 7 Desember 2022 di bawah jembatan setelah 5 hari menghilang.

3. Anak-anak yang terpapar terlalu banyak media sosial

Selain KPPPA, ciri-ciri anak yang rentan menjadi korban penculikan juga disampaikan oleh Sekretaris Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Putri Aisyiyah Rachma Dewi.

Salah satu ciri-cirinya menurut Putri adalah anak-anak yang terpapar terlalu banyak media sosial juga berisiko mengalami penculikan.

Media sosial sekarang bisa diakses siapa saja kapan saja, termasuk anak-anak. Media sosial memungkinkan anak-anak bertemu orang asing yang bisa jadi memiliki niat jahat kepadanya.

Faktanya kasus penculikan akibat media sosial memang pernah terjadi selama beberapa tahun terakhir. Salah satu kasus yang paling terkenal adalah penculikan dan pemerkosaan remaja putri di Bandung pada 2021 lalu.

Ia mengalami peristiwa tragis tersebut akibat mengikuti seseorang yang ia kenal lewat Facebook.

Tips Mencegah Anak jadi Korban Penculikan

Psikolog UGM Edilburga Wulan Saptandari mengatakan, ada lima tips yang bisa dilakukan demi mencegah terjadinya penculikan anak.

Kelima tips mencegah anak jadi korban penculikan tersebut antara lain:

1. Membekali anak pengetahuan soal orang asing

Orang tua perlu membekali anak pengetahuan bagaimana berhadapan dengan orang asing. Berikan anak pemahaman bahwa mereka tidak boleh asal berbicara dengan orang asing.

Mereka juga perlu diajarkan untuk tidak mudah percaya dan terbujuk dengan iming-iming pemberian orang lain. Anak-anak usia dini sangat disarankan untuk tahu cara menolak ajakan orang yang tidak dikenal.

2. Mengajarkan anak cara melindungi diri

Orang tua perlu mengajari anak cara untuk melindungi diri. Jika memungkinkan, anak-anak dianjurkan mengikuti kegiatan belajar bela diri.

Beri tahu anak-anak jika suatu waktu mereka dihadapkan pada keadaan yang asing atau terpisah dari keluarga. Ajarkan anak untuk berteriak minta tolong atau mencari pertolongan pada orang yang tepat.

Berikan pemahaman pada siapa saja dia bisa meminta tolong, misalnya kepada orang yang berseragam antara lain polisi, satpam, hingga karyawan toko.

3. Mengetahui identitas dirinya

Hal yang paling penting yang perlu dipahami oleh anak adalah pengetahuan tentang identitas dirinya.

Ini dapat meliputi nama lengkap dirinya, orang tua, dan alamat rumah, serta menghafal nomor telepon orang tua.

4. Menetapkan aturan izin sebelum bepergian

Ajarkan anak agar selalu meminta izin kepada orang tua sebelum pergi kemana pun.

Selain sebagai bentuk pengawasan, meminta izin juga membantu anak dalam memahami hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

5. Memantau penggunaan gadget

Penggunaan gawai atau gadget pada anak-anak harus selalu dalam pantauan orang tua.

Pastikan bahwa anak tidak berinteraksi terlalu intens dengan orang yang tidak dikenal melalui media sosial. Ajarkan pula pada anak untuk tidak sembarangan membagikan informasi pribadinya melalui media sosial.

Baca juga artikel terkait PENCULIKAN ANAK atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya