Menuju konten utama
Wawancara Kanal Pemilu

Cerita Partai Ummat 'PDKT' ke Gen Z hingga Politik Identitas

Ketum Partai Ummat Ridho Rahmadi berbagi cerita bagaimana tantangan partainya untuk meraup suara pemilih muda Gen Z di Pemilu 2024 nanti.

Cerita Partai Ummat 'PDKT' ke Gen Z hingga Politik Identitas
Header Wansus Ridho Rahmadi. tirto.id/Tino.

tirto.id - "Poin saya, jangan sampai anak-anak muda khususnya dan masyarakat umumnya itu terjebak pada citra-citra yang kosong, pada narasi-narasi yang sifatnya mengecoh. Itu terutama mudah sekali dibentuk lewat medsos dan mudah sekali dibentuk lewat survei."

Ungkapan ini disampaikan Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi ketika ditemui redaksi Tirto di kantornya pada akhir Mei 2023 lalu. Saat itu, Ridho dengan penuh semangat membagikan cerita seputar bagaimana Partai Ummat berupaya untuk menggaet suara pemilih muda Gen Z lewat kampanye musik, penanaman pohon dan hackaton software.

Ia juga tak menampik bahwa Partai Ummat menggunakan momentum dalam strategi pemetaan isu, termasuk pernyataan yang sempat ramai beberapa waktu lalu, terkait politik identitas. Tirto juga telah membahas soal ini dalam laporan tersendiri sebagai berikut.

Di sisi lain, Ridho juga menyampaikan bagaimana penggunaan media sosial dan strategi Partai Ummat dalam menggunakan media sosial untuk menarik suara pemilih.

Berikut kutipan wawancara kami, Andrian Pratama Taher dan Andhika Krisnuwardhana bersama Ridho Rahmadi di Kantor DPP Partai Ummat pada Kamis, 25 Mei 2023 lalu.

Sebelum bicara lebih jauh, bagaimana kabar Mas Ridho? Sedang sibuk roadshow ya?

Ya, jadi Ramadan kemarin kita roadshow di dua wilayah, dua provinsi, di DKI dan juga Jawa Barat. Full dari tanggal 22, kita [dari] masjid ke masjid dan dari masyarakat ke masyarakat. Ya itu termasuk kita menyerap, melihat langsung kader kita secara internal seperti apa, kesiapan kekuatan di wilayah tersebut.

Sekarang kita finishing pencalegan. Kita ada waktu sampai 9 Juni 2023. Setelah itu kita akan roadshow lagi, rencana besar-besaran Jawa Timur, Jawa Tengah, beberapa Sumatra dan daerah lain.

Maju nyaleg?

Saya insyaallah maju sejauh ini. Jadi ini satu pertimbangan. Sebenarnya proyeksi utama yang kemarin hasil dari Rakernas itu menugaskan beberapa orang sebagai awalan. Itu salah satunya ketua umum, salah duanya ada wakil ketua majelis syuro. Dua orang itu untuk menginisiasi, mempelajari kemungkinan untuk maju Pilgub.

Seperti diketahui, data KPU pemilih pemula hampir 60 persen, bahkan survei CSIS menyatakan survei pemilih muda itu 60 persen. Bagaimana cara Partai Ummat mendekati pemilih pemula dan Gen Z dengan status Partai Ummat sebagai partai baru?

Kita memang sudah dan sedang mencoba mendekati anak muda ini dan dengan berbagai macam cara. Pertama, memang kita harus identifikasi dulu tantangannya. Betul, jadi itu proyeksi Indonesia dan proyeksi global ya Gen Z dan generasi milenial 17-40 tahun itu mendekati 60 persen. Itu tren global juga. Jadi sudah masuk dalam diskusi internal kita.

Memang karakteristik anak-anak muda ini kan satu sisi progresif. Dia idealis, cepat, ada berbagai macam ide dan gagasan. Di sisi lain, kesulitannya adalah bagaimana [membangun] komitmen, bagaimana membentuk ikatan ideologis dengan anak muda yang tidak mudah. Jadi ini yang harus disikapi dengan cara yang lain.

Nah, sekarang lebih konkret, program-program apa saja selain kita masuk ke berbagai komunitas anak muda itu, bahasa yang kita gunakan. Sebab, mungkin tidak bisa selalu dengan bahasa serius, akademis. Itu mungkin akan terkesan terlalu serius ya, itu membuat mereka bahkan lebih antipati.

Jadi bahasa-bahasa yang familiar, bahasa-bahasa komunikasi yang lebih rileks sambil juga mempertahankan esensi atau substansi yang perlu kita sampaikan.

Intinya, kita mengajak bahwa ini tanggung jawab kamu sebagai anak muda untuk ikut untuk terjun. Sebab, estafet kepemimpinan nasional itu seharusnya segera [diserahkan] pada anak muda dan waktunya adalah dalam siklus pemilu.

Kalau anak muda terus dalam satu zona yang jauh entah dia menjauh atau pun dijauhkan dengan berbagai macam faktor. Termasuk sekarang era informasi seperti ini, hidup dalam dunia digital yang mungkin menjauhkan sebagian itu, ini harus disadarkan dulu.

Nah, salah satu pendekatan yang kita sedang buat, ya melalui pendekatan konkret seperti musik. Seperti apa? Ya, selain nanti event-event itu kita buat ada kombinasi antara sifatnya orasi atau pun penyampaian nanti kita ajak dialog itu juga ada insight seperti musik. Bahkan juga kita, termasuk saya itu membuat produksi musik.

Ini sebagai magnetnya dulu. Ini contoh konkret kita lakukan. Juga kemudian event-event yang sifatnya IT (teknologi informasi). Kita berencana membuat seperti hackhaton, software hackhaton di mana nanti kita buat dua tema umpamanya, ada tema-tema tertentu.

Bayangan tidak jauh-jauh dari belajar online dan juga seperti ojek online. Cuma nanti kita akan masuk lewat narasi bahwa yang ada sekarang itu bukan milik bangsa Indonesia. Kemudian yang ada sekarang itu mungkin tidak terlalu berorientasi kepada kemakmuran atau kestabilan ekonomi para drivernya.

Ridho Rahmadi

Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi. (Tirto.id/Andhika Krisnuwardhana)

Itu sudah berjalan untuk musik?

Yang musik sudah berjalan tadi. Proses rilis kita sudah mendaftar distributor. Nanti bayarnya gini mas, kita roadshow tidak lagi hanya memberikan satu arah dua arah, mereka mendengarkan satu jam sedangkan di media sosial itu kan daya ingat anak-anak muda dibatasi 1-3 menit. Jadi kita buat fun, ada orasi musikal segala macam. Itu on progress.

Kemudian yang soal hackaton setelah Juni lah, setelah pencalegan karena internal kita sangat disibukkan. Itu akan kita mulai.

Bagaimana persepsi Partai Ummat kepada anak muda, pemilih muda? Bagaimana cara menjaga pemilih Gen Z ini tetap di Partai Ummat?

Jadi Partai Ummat punya tiga sayap [kepartaian]. Salah satunya, Garda Ummat (Gerakan Generasi Muda Ummat). Itu sudah berdiri sejak awal. Jadi kita ajak anak-anak muda untuk mengenal Partai Ummat secara lebih pelan-pelan. Sebab, kalau saya tidak perlu jadi anggota, tidak harus menjadi anggota.

Kemudian di bidang-bidang kita itu memang beberapa anak-anak muda. Ada beberapa yang umur 28 tahun, umur 25 mungkin ya itu ketua bidang, ada yang 28 tahun, ada yang di bawah 30 [tahun] itu bentuk keseriusan kita untuk melibatkan anak-anak muda secara langsung dalam struktur harian.

Namun, sekali lagi tantangan kita itu cenderung come and go (datang dan pergi). Datang kemudian pergi, datang kemudian pergi, padahal di sini kita butuh intensitas ketika apalagi sebagai partai baru, memperkenalkan diri pada masyarakat itu butuh intensitas, konsep-konsep kerja yang direalisasikan.

Ini tantangan yang secara internal kita coba terus perbaiki. Jadi ya cara kita salah satu dengan Garda Ummat tadi dan memasukkan dalam struktur itu anak-anak muda secara umur, secara gagasan, mereka punya ide-ide baru. Cuma caranya ini. Bagaimana kita menjaga pohonnya dari kita tanam, kemudian tumbuh pelan-pelan.

Ada enggak dari Partai Ummat memberikan ruang ke legislatif atau eksekutif? Misalnya, dalam pencalegan?

Dalam pencalegan kita, aturan internal kita ada proses scoring kuantitatif. Itu nanti tim pencalegan, tim monev [monitoring dan evaluasi] itu untuk memutuskan siapa yang masuk daftar caleg itu. Salah satunya dengan hasil kuantitatif tadi plus pertimbangan-pertimbangan tadi yang sifatnya politis.

Untuk anak muda memang ada skor afirmatif. Dia mendaftar dengan umur, saya lupa di bawah 40 tahun sedangkan syarat minimal pencalegan 21 tahun, dia sudah mendapat skor tambahan sebelum dia melakukan apa pun yang lain.

Jadi kalau ada dua orang, satu di bawah 40, saya lupa 30 atau 40, kalau enggak salah 40 dengan yang lain mungkin 53 tahun umpamanya, itu yang satu sudah dapat skor, satu belum dapat skor. Ini artinya bagaimana kita mendorong.

Kita juga punya target sebenarnya dalam target awal itu kalau perempuan minimal 30 persen adalah mengikuti undangan-undang, tapi kita punya target sebenarnya 30 persen itu juga anak muda. Sebenarnya ada target itu. Jadi dalam fokus sidak waktu itu, kita berharap sepertiga. Kalau dalam perspektif umur dan tadi perempuan. Nah, itu bentuk bagaimana kita mendorong.

Sejauh ini, bacaleg kita juga ada yang berumur 28 tahun. Ada bacaleg di Sumut contohnya Ri itu umurnya 28 [tahun], di bawah 30 tahun beberapa sudah masuk dalam catatan itu.

Sudah ada?

Iya, sudah ada. Ada yang 28 tahun, dia lulusan sound engineer school di Australia. Dia milenial sekali, dia juga bersinggungan di dunia kreatif, punya PH (production house) dan segala macam dan ada keseriusan minat dan kita ketemu dan insyaallah jadi bacaleg di Ummat.

Kembali ke soal menggaet pemilih pemula, ada beberapa kriteria disampaikan seperti pemilih generasi muda bebas korupsi. Kalau dalam masalah bebas korupsi gimana?

Ya itu kan satu penyakit. Artinya, menurut saya, mungkin anak muda lebih ekspresif, lebih tidak suka karena terlebih berita yang kita terima korupsi akhir-akhir ini ada di tubuh eksekutif nasional, menteri dan tidak jauh dari situ.

Nah, ya kita sikap kita terhadap korupsi itu ini sebagai satu penyakit, satu penyakit yang harusnya dipahami ini sesuatu yang harus dipotong mata rantainya, tapi bukan di ujungnya. Jadi sifatnya itu tidak hanya kuratif, seharusnya preventif.

Tindakan yang ditawarkan apa?

Dengan aturan sekarang diberlakukan dengan tegas. Itu kalau diberlakukan dengan tegas, mungkin kasus kemarin yang hukuman mati. Kan korupsi pada hal-hal bersifat bencana, dana bencana segala macam itu korupsi yang mahakorupsi.

Di saat kita sedang prihatin, dana dikorupsi. Itu entitled untuk masuk pasal, yang sepemahaman saya, termasuk luar biasa, tapi kan melenggang hukumannya dipotong-potong.

Itu kalau dibawa dengan tegas, saya pikir saking geramnya kita, kemudian ada keinginan sebagian masyarakat ini cocok sampai dihukum mati. Karena enggak masuk akal korupsi, di tengah situasi seperti ini dan ini umpamanya menteri dan segala macam, secara aturan memang ada pasal itu, tapi tidak dilakukan. Tidak dijalankan.

Jadi saya pikir yang diinginkan, apalagi terlebih anak muda adalah tindakan yang tegas, keras dan saya tambahkan plus yang preventif. Jadi kalau sekarang lebih banyak seremonial, penangkapan, dramatisasi dan segala macam. Mungkin itu enggak akan menyelesaikan, kalau menyelesaikan yang preventif.

Dalam beberapa survei, anak muda fokus isu publik seperti kesejahteraan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan kebebasan sipil. Bagaimana Partai Ummat mendekati Gen Z dan milenial terkait isu tersebut?

Cara yang efektif menurut saya itu, secara bertahap mengajak anak muda agar mengarah pada identifikasi masalah. Kemudian mendiskusikan, mendialogkan alternatif solusinya. Lalu memulai dari hal yang kecil mana yang bisa kita lakukan bersama.

Itu yang paling menurut saya efektif dan langkah tadi kalau dibawa dalam konfigurasi kita nanti masuk di parlemen. Apalagi masuk plus eksekutif, itu akan menjadi sesuatu yang lebih efektif karena bisa mengambil kebijakan, bisa mendorong legislasi dan segala macam undangan-undang, aturan.

Nah, step by step menuju ke sana yang bisa efektif dan bisa kita lakukan dan seingat saya dalam masa kita ke beberapa wilayah, 25-26 wilayah. Ada forum bersama anak muda ya kita berawal dari dialog, kita didiskusikan, termasuk isu lingkungan. Itu salah satu minat anak muda. Kita buat forumnya di mana ada pertukaran ide dan gagasan. Libatkan anak muda, mahasiswa-mahasiswa, contohnya. Kita diskusikan tapi setelah itu follow up-nya.

Nah ini, follow up-nya, bagaimana bisa kita lakukan bersama-sama. Alternatif solusi ada A,B,C. Mana yang bisa kita lakukan. Ini harus kita lakukan start small (bertindak dari hal sederhana) sambil menunggu Pemilu 2024, ini yang bisa kita lakukan. Nanti ketika masuk Pemilu 2024, setelah kita ajak, mari anak muda ikut nyaleg. Ini yang konkret.

Yang [umur] 21 ke atas sering saya sampaikan di forum anak muda, ya saatnya kalian pertimbangkan dengan serius maju caleg. Jadi ya kalian sambil menuju ke sana harus juga turut dalam gerbong ini sebagai bacaleg. Itu konkretnya, menurut saya. Jadi kita tidak hanya berhenti di wacana atau rencana saja yang tidak bisa direalisasikan.

Kemudian ada relatif solusi, kita start small apa yang bisa kita lakukan? Kalau lingkungan kita sempat akan menggagas program penanaman pohon. Jadi kita buat mapnya itu kerja sama nanti, lagi-lagi ini sesuatu yang ingin kita realisasikan. Kita ada space. Nanti anak-anak itu bisa memilih spot itu dari aplikasi kemudian bisa 1-2 pohon itu. Dia maintain, dia iuran untuk orang yang di lapangan untuk maintain dan seterusnya.

Dia bisa melihat, dia bisa memonitor dari aplikasi tersebut. Itu pernah dihitung kalau 1 anak muda bisa 2 pohon kita sudah menyelamatkan setengah paru-paru Indonesia, hutan Indonesia yang sudah mulai dideforestasi habis-habisan. Ini contoh yang paling kita bisa sampaikan.

Sudah dikerjakan?

Sudah. Dalam arti, kami sekali lagi memang Partai Ummat itu di tengah gagasan yang muncul, coba kita realisasikan.

Pemilih pemula enggak bicara lagi soal merakyat, ada yang sebut mereka ingin perubahan, sosok jujur, antikorupsi dan inovasi. Bagaimana merespons isu tersebut mengingat banyak anak muda berpikir ke sana dan Partai Ummat merespons itu?

Saya mengajak anak-anak muda itu secara khusus dan secara umum seluruh rakyat Indonesia bahwa ketika kita memilih, pemilih ini tidak bisa langsung by name by decision. Nama dimunculkan saya mau enggak mau harus memilih, kemudian calon ini, calon itu dimunculkan saya harus memilih. Tidak pernah dihidangkan secara lengkap, secara aktif portofolio atau rekam jejak.

Jadi intinya perlu lebih kritis, perlu lebih melihat ke belakang kalau orang-orang yang nanti kita akan dukung itu seperti apa rekam jejaknya. Jadi ketika kita pilih itu yang sesuai kriteria bebas antikorupsi dan sebagainya. Jadi lebih open discussion, lebih ada dialog.

Kan banyak Gen Z melihat tokoh pemimpin jujur, nah, itu gimana?

Jadi poin saya jangan sampai anak-anak muda khususnya dan masyarakat umumnya itu terjebak pada citra-citra yang kosong, pada narasi-narasi yang sifatnya mengecoh. Itu terutama mudah sekali dibentuk lewat medsos dan mudah sekali dibentuk lewat survei.

Yang perlu nanti kita sampaikan ke masyarakat, survei itu harus dilihat juga sebagaimana asumsi awal. Itu hanya capture masyarakat.

Supaya jangan terjebak pada politik indeks, supaya jangan terjebak pada narasi kosong, image yang mengecoh dan lain sebagainya. Mari anak muda itu satu sisi lebih kritis untuk mencari informasi, portofolio terkait calon pemimpin. Mungkin capres, mungkin nanti cagub dan sebagainya.

Di satu sisi, sebetulnya ini seharusnya jadi tanggung jawab partai politik juga jangan kelewat pragmatis. Jadi nanti muncul hanya ada kunjungan-kunjungan atau koalisi yang mudah pecah kongsi, yang tidak ada gagasan yang dipaparkan, berkunjung ke sini-ke situ. Kemudian tawar-menawar di baliknya dan seterusnya, tetapi tidak ada portofolio yang disampaikan, gagasan yang disampaikan koalisi ini mengapa memilih calon yang digagas ini.

Plus yang ketiga ini unsur penting media karena kalau media sosial bisa didorong proaktif dari partai politiknya, tapi kalau media massa itu masih menjadi mainstream dan menjadi sumber referensi utama.

Jadi minimal 3 unsur tadi kalau punya kesadaran bahwa jangan kelewat pragmatis dan jangan terjebak pada sesuatu yang kosong baik narasi maupun image yang mengecoh kita, bisa punya keyakinan bahwa nanti kita memilih itu berdasarkan kebutuhan yang kita penuhi siapa. Sebab, kebutuhan negara kita ke depan lagi-lagi berdasarkan permasalahan yang ada dan lain sebagainya.

Tapi kan ada persepsi mayoritas terekam di survei. Langkah Partai Ummat untuk meraup suara secara spesifik ada?

Ya, kita memang mencoba mengolah. Jadi kita melihat ada isu-isu yang membentuk momentum. Dalam berbagai kesempatan, kita mencoba terutama hal yang penting, prinsip itu kita turut memberikan pendapat kita dan gagasan. Itu kita lakukan dan juga sesuatu yang kita gagas adalah politik identitas. Kemarin malah menciptakan momentum sendiri. Itu yang kita lakukan.

Jadi terus melihat, tetapi tidak semua kita komentari. Kita juga melihat kalau sudah cukup berbagai pihak, kita lihat ya sudah. Kalau komentari bukan komentar kosong, kita tidak ingin kemudian ingin tampil saja, tapi juga ingin memberikan alternatif solusi, alternatif jalan keluar.

Itu yang kita lakukan, mas. Jadi kita punya tim adhoc untuk respons cepat. Namanya tim adhoc respons cepat isu-isu nasional.

Dengan respons itu seperti soal pemimpin antikorupsi, jujur apakah efektif dan mampu meraup suara pemilih pemula?

Sambil. Jadi kalau itu dibilang cukup, belum. Jadi outputnya itu perlu dikemas. Itu sudah kita diskusikan. Jadi dikemasnya, ada dalam bentuk yang itu umpamanya kita respons ke media massa, tapi orang enggak baca media massa. Orang baca itu ya baca sebagian, mungkin juga. Itu kan ada surveinya, ada studinya yang mereka baca judulnya kadang tidak masuk ke beritanya.

Nah, ada yang bentuknya juga kita pakai siaran pers. Ada plus siaran pers tapi juga dengan meme, postingan medsos karena itu lebih mudah dikonsumsi anak muda. Itu yang kita lakukan. Jadi bagaimana output yang tepat dan sampai bisa ke masyarakat luas, termasuk khususnya anak muda.

Ini yang terus kita lakukan dan terus diperbaiki. Memang sesuatu yang sedang berjalan, tetapi untuk mengukur kemudian seberapa efektif butuh metode efektif.

Keuntungan di medsos kita ada analisisnya. Jadi ada berapa konten atau post itu bisa diukur secara langsung. Di Tiktok, kita itu mengalami cukup pesat, itu Partai Ummat untuk kita relatif baru, tetapi medsos di Tiktok itu aktivitasnya nomor 2 kalau enggak salah dibanding seluruh partai-partai itu. Kita memang cukup aktif. Beberapa memang subscriber-nya jutaan lah.

Nah, di situ kita bisa lihat respons memang anak-anak muda yang akses medsos. Jadi kalau merespons apakah ini efektif? Kalau itu mengindikasikan kita berasumsi yang mudah itu mengindikasikan anak muda merespons, merespons cukup bagus.

Tadi menyinggung soal medsos, seberapa penting bagi Partai Ummat memandang peranan medsos dalam menggaet Gen Z?

Ya, menurut saya sangat penting di era informasi seperti ini. Sangat penting untuk kita gunakan seoptimal mungkin karena kita tahu penduduk Indonesia itu menggunakan medsos.

Tantangannya, sekali lagi karena informasi begitu deras dan lewat aplikasi sekarang seperti YouTube, Instagram, Tiktok itu terbiasa dengan video-video pendek. Jadi kita harus bagaimana dalam beberapa detik pertama itu bisa menarik mereka untuk stay melihat. Jadi kalau penting, sangat penting sekali. Tinggal bagaimana kita menggunakan secara efektif dan sebijak mungkin.

Ridho Rahmadi

Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi. (Tirto.id/Andhika Krisnuwardhana)

Gimana cara Partai Ummat menggunakan medsos secara efektif untuk menggaet pemilih pemula dan Gen Z?

Konten-kontennya yang [diperuntukkan bagi] anak muda. Itu. Jadi kita membuat konten-konten yang ini cocok, yang tongkrongan anak muda. Itu kita buat walau pun untuk semua karena kita berpikir nasional juga.

Jadi ada konten memang khusus style anak muda. Dari podcast, yang podcast anak muda wawancara segala macam yang kemudian musik tadi pernah ada. Responsnya malah justru bagus juga. Itu yang caleg, tapi yang pas ya. Yang terlampau enggak relevan kayak prank, enggak.

Konten kan ada bahasa. Bahasa anak muda tadi.

Sudah ada yang jadi simpati?

Ada. Cukup banyak. Minimal dari medsos kita mendapat kiriman-kiriman. Contoh, ini ada rapper anak muda. Dia buat lagu rap sekali karena dia rapper tentang melawan kezaliman, tegakkan keadilan. Karena itu semangat perjuangan kita.

Dia rekam dengan musik dan ada videonya, dia kirim ke kita. Itu salah satu respons yang akhirnya dia tergerak kemudian ingin menunjukkan simpatinya dengan upaya yang dia buat. Itu salah satu contoh dan lain sebagainya.

Tadi bilang ada upaya afirmasi anak muda, tapi partai kejar kemenangan. Bagaimana cara akomodir anak muda sementara ada suara juga dari kader senior demi pemenangan pemilu?

Jadi mengejar kemenangan tujuan akhir. Bukan. Saya enggak tahu partai lain, tapi kalau Partai Ummat bukan. Itu beberapa tujuan sebelum terminal akhir. Itu kemenangan memang di situ, tapi stasiun akhir bukan kemenangan.

Untuk menegaskan bahwa kita bukan pragmatis, tapi butuh kemenangan untuk menuju ke sana, kalau tidak ekstraparlementer. Kalau begitu tidak usah membuat partai. Kita ingin perjuangan intra parlementer, intra konstitusional.

Pertama, beri ruang seluas-luasnya. Konkretnya adalah pengurus-pengurus itu ada yang benar-benar anak muda, ketua bidang ada yang umur 28 tahun, beberapa itu bentuk cara kita mengenai itu.

Kemudian secara ini coba dipadupadankan, kita cari seni untuk meng-organize bagaimana nanti mereka bisa berkolaborasi. Itu kan butuh waktu. Kemudian nanti di lapangan ya tinggal komposisi.

Konkret kalau pencalegan tinggal komposisi dapil kan? Kan dalam dapil itu nanti ada yang sifatnya fighting, ada yang sifatnya untuk getting vote. Vote gather dan fighter tadi. Ada yang memang targetnya menang, ada yang sifatnya menambah perolehan akumulasi suara partai supaya nanti tinggal perhitungan.

Ini tinggal strategi isu saja. Nanti akan mudah ada yang sifatnya fighter juga. Ini yang lebih senior ada yang fighter, ini tinggal nanti nomornya disesuaikan, sesuai strategi yang kita bicarakan karena beda ke dapil satu dengan dapil lain. Bahkan sampai wilayah mana yang mau disasar itu dalam satu dapil sama. Itu ada wilayah lain. Itu nanti bisa dibagi. Itu sampai ke situ.

Baca juga artikel terkait WAWANCARA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - News
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri