Menuju konten utama

Catatan Pakar Hukum Soal Substansi RKUHP yang Masih Multitafsir

Suparji mengatakan perlu ada batu uji yang jelas terhadap RUU, termasuk RKUHP. Batu uji tersebut mulai dari Pancasila hingga kearifan lokal.

Sejumlah mahasiswa dari beberapa universitas berunjuk rasa terkait pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di kawasan patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Selasa (21/6/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.

tirto.id - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof. Suparji Ahmad menyebut, substansi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih memiliki sejumlah masalah. Salah satunya tidak terpenuhinya sejumlah asas hukum yang berdampak kepada kemungkinan multitafsir.

“Pada aspek materiil ini muncul masalah karena persoalan yang pertama kaitan dengan keterpenuhan asas dari sebuah UU termasuk KUHP di mana harus mencerminkan adanya asas lex scripta, lex certa, lex partition. Sehingga dengan pemenuhan asas-asas tadi itu sebuah UU tidak multitafsir, tidak abu-abu dan tidak kemudian menimbulkan ketentuan-ketentuan yang bisa ditafsirkan secara sepihak,” kata Suparji dalam diskusi daring, Minggu (26/6/2022).

Selain itu, Suparji mengatakan sejumlah pasal yang masih mempertahankan nuansa kolonialisme dan belum sejalan dengan nilai-nilai HAM dan demokrasi.

“Masih perdebatan soal tafsir, martabat itu siapa yang punya soal bagaimana orang bisa dipidana dalam rangka berekspresi tentang pandangan pendapat dan lain sebagainya,” kata dia.

Untuk itu, Suparji menyarankan beberapa hal untuk mengurai perdebatan dari RKUHP tersebut. Salah satunya adalah perlunya memperhatikan teori hukum yang berkembang.

“Pada aspek substansi diperhatikan perspektif teori hukum yang berkembang tentang restorative justice dan yang utama lagi sekarang tentang social justice bagaimana itu konteks efektivitasnya, efisiensinya, keadilan publiknya," ujarnya.

Selain itu, Suparji mengatakan perlu ada batu uji yang jelas terhadap rancangan undang-undang termasuk RKUHP. Batu uji tersebut mulai dari Pancasila hingga kearifan lokal Indonesia.

“Yang terakhir biar clear dan jelas, harus ada batu uji yang jelas. Pertama tentunya batu uji kita menyusun KUHP ini adalah ideologi Pancasila, kemudian yang kedua adalah konstitusi, yang ketiga adalah teori-teori hukum modern yang berkembang, yang keempat adalah nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia, yang kelima yang tidak boleh juga diabaikan adalah tentang local wisdom, tentang kearifan lokal yang berlaku di Indonesia," ujarnya.

Baca juga artikel terkait RKUHP atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Abdul Aziz