tirto.id - Pembebasan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir belum jelas setelah Menkopolhukam Wiranto secara resmi menyatakan pemerintah masih mengkaji ulang usai Ba'asyir menolak tanda tangan “ikrar” pernyataan setia kepada Pancasila dan NKRI.
Meski demikian, rencana pembebasan Ba'asyir sudah menjadi perbincangan publik dan terlanjur dikaitkan dengan gelaran pilpres. Cawapres nomor urut 01, Ma'aruf Amin pun tak luput berkomentar soal alasan kemanusiaan di balik pembebasan Ba'asyir.
Ma'ruf bahkan mengklaim jika dirinya terlibat aktif mendorong pembebasan Abu Bakar Ba'asyir, jauh sebelum digandeng Jokowi sebagai pendampingnya.
“Waktu itu usulan pembebasannya [Ba'asyir] agar Presiden Jokowi memberikan grasi,” kata Ma'ruf usai silaturrahmi dengan kiai dan ulama se-Bandung Raya, di Pondok Pesantren Riyadhul Huda, Bandung Barat, Minggu (20/1/2019) seperti dilansir Antara.
Namun, kata Ma'ruf, keluarga Ba'syir saat itu tak mau mengajukan grasi.
Achmad Michdan, salah satu pengacara Abu Bakar Ba'asyir membenarkan soal Ma'ruf Amin yang terlibat dalam upaya pembebasan Ba'asyir. Menurutnya, keluarga Ba'asyir memang pernah minta bantuannya selaku ketua umum MUI.
“Memang Pak Ma'ruf Amin ketika menjadi ketua majelis ulama, anaknya [Ba'asyir] minta perhatian supaya ulama [MUI] membicarakan kondisi ustaz yang sudah begini [sakit-sakitan]” kata Michdan saat dihubungi reporter Tirto.
Michdan menyebut tim pengacara dan keluarga memang sudah melakukan berbagai upaya untuk membebaskan Ba'asyir. Ia menilai pertemuan antara Ma'ruf dengan keluarga Ba'asyir membuat sejumlah ulama di MUI mendorong pembebasan Ba'asyir.
Upaya Meningkatkan Elektabilitas Jelang Pilpres
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai upaya Ma'ruf Amin menyampaikan keterlibatannya dalam pembebasan Ba'asyir bermuatan politis. Hal itu, kata Ujang, sebagai upaya kubu Jokowi merangkul pemilih Islam pada pilpres nanti.
“Bagus untuk MA [Ma'ruf Amin] karena pembebasan ABB (Abu Bakar Ba'asyir) atas alasan kemanusiaan akan mendapat simpati dari umat Islam,” kata Ujang saat dihubungi reporter Tirto.
Ujang mengatakan pembebasan Ba'asyir akan memberikan nilai positif bagi Ma'ruf. Selain itu, pembebasan Ba'asyir bisa juga dimaknai sebagai cara mengurangi persepsi negatif Jokowi yang selama ini disebut anti-Islam.
Namun demikian, kata Ujang, efek negatif justru muncul jika Jokowi batal mengumumkan pembebasan Ba'asyir. “Akan menurunkan citra pasangan 01 karena akan dianggap tidak serius,” kata Ujang.
Ujang juga menyoroti pernyataan terbaru Ma'ruf Amin yang menyebut dirinya adalah ulama pertama yang diajak Jokowi dalam Pilpres 2019.
Menurut Ujang, Ma'ruf melontarkan pernyataan ambigu karena sebelum Ma'ruf, sudah terdapat nama tokoh agama lain yang ikut pilpres, yaitu: KH Hasyim Muzadi dan Salahuddin Wahid atau Gus Solah.
“Kalau bicara cawapres pertama dari kalangan ulama pasca-reformasi memang kurang tepat. Namun, jika MA berkata Jokowi mencetak sejarah dari menggandeng ulama, ya bisa benar,” kata Ujang.
Karena itu, kata Ujang, kubu paslon 01 sebaiknya berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan ke publik. Sebab, kesalahan ujaran bisa berdampak kepada citra paslon petahana ini.
Ujang mencontohkan pernyataan Ma'ruf lainnya, yaitu soal mobil Esemka. Ia menyerankan agar ke depannya kubu paslon 01 ini tidak menyampaikan pernyataan kontroversial yang berpotensi bisa mengurangi elektabilitas.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKopi) Hendri Satrio menilai Ma'ruf Amin sedang membangun citra publik dengan berbicara tentang Abu Bakar Ba'asyir maupun cawapres ulama pertama yang digandeng di Pilres 2019.
Hal tersebut, kata Hendri, terlihat dari gaya bicara Ma'ruf Amin, meski hal itu blunder.
“Saat ini memang ada upaya yang sangat jelas buat Kiai Ma'ruf untuk membranding dirinya sehingga memang akhirnya sering salah gitu,” kata Hendri.
Karena itu, Hendri mengatakan, blunder-blunder pernyataan Ma'ruf Amin perlu diperhatikan dan menjadi catatan penting bagi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin.
Sebab, kata Hendri, blunder Ma'ruf bisa menggerus elektabilitas Jokowi-Ma'ruf, meski hingga saat ini poin blunder tidak menjadi faktor dominan.
“Kalau yang ini [blunder] di hasil survei enggak muncul blunder-blunder seperti ini. Yang selalu muncul isu-isu ekonomi,” kata Hendri.
Respons TKN
Terkait ini, Direktur Program Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Aria Bima mengatakan kubunya tidak mempersoalkan pernyataan Ma'ruf Amin, baik dalam polemik Ba'asyir maupun isu cawapres ulama pertama.
Alasannya, kata Aria Bima, TKN Jokowi-Ma'ruf memandang semua klaim Ma'ruf merupakan pernyataan yang sesuai dengan konteks kekinian.
“Pak Kiai Ma'ruf orang yang cukup cerdik ya. Ada lipatan-lipatan yang kadang enggak kita duga. Kalau dia menyampaikan itu konteksnya sekarang. Memang hanya Pak Jokowi [yang gandeng ulama] di periode ini,” kata politikus PDIP ini.
Sementara terkait isu Ba'asyir, kata Aria Bima, Ma'ruf ingin mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Akan tetapi, dalam konteks kasus Ba'asyir, kata Aria Bima, Jokowi bukan sebagai calon presiden, tetapi sebagai Presiden ke-7 RI.
“Pak Jokowi itu menyampaikan bagaimana persoalan politik, persoalan kemanusiaan, kebangsaan itu lebih dikedepankan dalam hal yang menyangkut persoalan-persoalan seperti Pak Ba'asyir. Tapi tetap dalam koridor aturan yang tidak bisa ditabrak,” kata Aria Bima.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz