tirto.id - Pil kontrasepsi darurat merupakan salah satu obat yang berguna mencegah kehamilan. Pil kb ini dikonsumsi pada waktu tertentu yang dianggap sebagai kondisi darurat. Misalnya, kondom robek saat berhubungan seksual atau menjadi korban pemerkosaan.
Tujuan kontrasepsi darurat adalah untuk menurunkan risiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Pil KB darurat juga berfungsi menjaga kesehatan reproduksi perempuan dengan memberi waktu pemulihan yang sempurna bagi organ reproduksi, mengatur frekuensi kehamilan agar sesuai dengan kesehatan fisik dan psikososial.
Kontrasepsi darurat dipandang sebagai bentuk dukungan terhadap perempuan untuk mengatur reproduksinya sendiri. Terlebih, perlindungan terhadap hak reproduksi perempuan telah diatur dalam hukum nasional maupun internasional.
Hukum internasional terkait ini termuat dalam Convention on the Elimination off All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW). Dalam ketentuan itu dinyatakan bahwa perempuan berhak mendapat perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk yang berkaitan fungsi reproduksi.
Selaras dengan hal tersebut, perlindungan kesehatan reproduksi juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Pasal 72 dinyatakan bahwa setiap orang berhak menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan aman serta bebas dari paksaan; menentukan sendiri kapan dan seberapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis; serta memperoleh informasi, edukasi, dan konseling, mengenai kesehatan reproduksi yang benar.
Cara Kerja Pil Kontrasepsi Darurat
Cara kerja pil kontrasepsi darurat sangat bervariasi, bergantung pada siklus menstruasi saat hubungan seksual terjadi, dosis, dan jenis kontrasepsi darurat yang digunakan.
Secara umum, kontrasepsi darurat terbagi menjadi dua, yakni pil kontrasepsi dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
Dikutip dari jurnal Medical Scope Journal (Vol. 3, 2021) yang ditulis Erna Suparman, pil kontrasepsi darurat telah terbukti menghambat atau menunda ovulasi. Pil KB darurat dapat menunda perkembangan folikel atau kantong kelenjar jika dikonsumsi sebelum tingkat Luteinizing Hormone (LH) meningkat. LH merupakan hormon penting dalam siklus menstruasi yang diproduksi di kelenjar pituitari.
Regimen pil kontrasepsi darurat tertentu juga dapat menghambat ruptur folikel, bahkan setelah kandungan LH mulai meningkat. Di sisi lain, tinjauan bukti pun menunjukkan bahwa kontrasepsi darurat tidak mungkin mencegah implantasi sel telur yang dibuahi.
Dalam jurnal yang sama dijelaskan, cara kerja kontrasepsi darurat terbagi menjadi tiga, yakni efek terhadap sperma, efek terhadap perkembangan sperma dan ovulasi, serta efek terhadap tuba fallopi.
Dalam penelitian in vitro ditemukan, penggunaan regimen levonorgestrel (LNG) dalam dosis untuk kontrasepsi darurat tidak secara langsung memengaruhi sperma. Meski demikian, pengaruh LNG terhadap lendir serviks dan lingkungan intrauterin mungkin relevan dalam penggunaan kontrasepsi rutin.
Namun, hal tersebut bukanlah mekanisme utama karena sperma tetap dapat mencapai tuba fallopi hanya beberapa menit setelah inseminasi, yakni ketika sperma masuk ke dalam saluran genitalia.
Regimen LNG dapat memengaruhi perkembangan folikel sebelum ovulasi dimulai, terutama jika diberikan sebelum puncak LH. LNG dapat mencegah atau menunda puncak LH, menghambat perkembangan folikel, dan mencegah ovulasi. Namun, jika diberikan terlalu dekat dengan waktu ovulasi, efeknya akan berkurang.
Di sisi lain, penggunaan LNG tidak memengaruhi secara signifikan distribusi reseptor progesteron atau estrogen dalam tuba fallopi. Sebab, lingkungan mikro dalam tuba fallopi penting bagi perkembangan embrio normal.
Penelitian menunjukkan bahwa hormon progesteron berperan dalam mengatur pengangkutan tuba, dan efek ini dapat dimodulasi oleh mifepristone (obat yang memblokir progesteron). Pengangkutan yang terlalu cepat atau lambat di dalam tuba dapat mengganggu sinkronisasi antara embrio dan tuba atau endometrium.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa kontrasepsi darurat tidak memberikan risiko terhadap kehamilan yang sudah terjadi. Pil KB darurat juga tidak membahayakan embrio yang sedang berkembang.
Artinya, kontrasepsi darurat tidak menyebabkan terjadinya keguguran. Aborsi medis digunakan untuk mengakhiri kehamilan yang sudah ada sedangkan kontrasepsi darurat hanya efektif sebelum kehamilan terjadi.
Efek Samping Pil Kontrasepsi Darurat
Kementerian Kesehatan, dalam buku Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana (2021), menjelaskan bahwa efek samping pil kontrasepsi darurat serupa dengan efek samping pil KB lainnya.
Secara spesifik disebutkan, pil kontrasepsi regimen LNG atau UPA lebih disukai daripada kontrasepsi pil kombinasi (KPK). Kedua regimen tersebut dapat menyebabkan mual dan muntah dalam batas ringan.
Mengonsumsi pil kontrasepsi darurat dapat mengakibatkan efek mual dan muntah, menstruasi yang tidak teratur, dan mudah kelelahan. Alih-alih menimbulkan efek berat, pil KB darurat biasanya berkisar pada batas ringan dan akan hilang dengan sendirinya.
Hal itu dibenarkan Erna Suparman dalam artikelnya yang menyebut bahwa tidak ada laporan kematian atau komplikasi serius terkait penggunaan kontrasepsi darurat. Lebih spesifik disebutkan, setelah penggunaan pil kontrasepsi darurat, periode menstruasi terjadi lebih awal. Pendarahan yang tidak teratur akibat dari kontrasepsi darurat dapat sembuh tanpa pengobatan.
Di samping itu, efek samping pil kontrasepsi darurat menyebabkan beberapa hal lain seperti nyeri payudara, nyeri perut, pusing, dan mudah kelelahan. Namun, hingga saat ini, efek samping penggunaan penggunaan pil kontrasepsi berulang dalam jangka panjang masih belum diketahui dampaknya pada kesehatan.
Penggunaan kontrasepsi darurat dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan peningkatan efek samping pada perempuan hamil, menyusui, serta perempuan dengan riwayat kehamilan ektopik.
Kementerian Kesehatan RI menambahkan beberapa efek samping pil kontrasepsi darurat yang dikonsumsi dengan intensitas tinggi. Efek samping itu berkaitan dengan perempuan dengan kondisi tertentu seperti migrain, penyakit hati berat, termasuk jaundice (penyakit kuning).
Pil KB darurat juga berbahaya bagi perempuan dengan riwayat penyakit kardiovaskular berat seperti penyakit jantung iskemik, serangan cerebrovascular, atau kondisi tromboemboli lainnya.
Kapan Harus Minum Pil Kontrasepsi Darurat?
Perbedaan cara minum pil kontrasepsi darurat dan obat biasa terletak pada waktunya. Nama lain pil KB darurat adalah pil kontrasepsi pasca-senggama, karena obat ini dikonsumsi setelah seseorang melakukan hubungan seksual.
Metode pencegah kehamilan ini juga sering disebut sebagai kontrasepsi sekunder, morning after pill, serta morning after treatment. Istilah kontrasepsi sekunder digunakan untuk menepis anggapan bahwa pil kontrasepsi darurat harus segera dikonsumsi setelah berhubungan seksual atau menunggu keesokan harinya.
Mengutip dari buku Asuhan Keluarga Berencana (2019), pil kontrasepsi darurat dapat digunakan dalam beberapa kondisi, meliputi:
1. Kesalahan dalam pemakaian alat kontrasepsi, seperti:
- Kondom bocor, lepas atau salah penggunaannya;
- Kegagalan sanggama terputus;
- Salah hitung masa subur;
- Alat kontrasepsi dalam rahim (Spiral/IUD) mengalami ekspulsi atau terjadi pengeluaran alat dari uterus yang biasanya terjadi pada trimester pertama setelah pemasangan;
- Lupa minum pil KB lebih dari 2 hari berturut-turut
- Terlambat lebih dari 1 minggu untuk suntik KB 1 bulan.
- Terlambat lebih dari 2 minggu untuk suntik KB 3 bulan.
3. Tidak menggunakan kontrasepsi, baik karena alasan medis maupun belum bersedia tetapi ingin mencegah kehamilan.
4. Wanita yang tidak sedang memakai kontrasepsi apapun, karena tugas suaminya.
Editor: Fadli Nasrudin