tirto.id - Kabar buruk bagi Front Pembela Islam datang hanya berjarak dua hari menjelang tahun baru. Lewat surat keputusan bersama enam pejabat tinggi negara setingkat menteri, eksistensi FPI selama 18 tahun berakhir.
Sebagai sebuah organisasi masyarakat, kini FPI telah dilarang beraktivitas setelah surat keterangan terdaftar (SKT) habis pada 20 Juni 2019. Seluruh simbol dan atribut FPI terlarang berkibar di Indonesia mulai 30 Desember 2020.
“Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI, karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing sebagai ormas maupun organisasi biasa,” ucap Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM, Rabu (30/12/2020) mengumumkan pelarangan FPI.
Hanya beberapa jam setelah pengumuman disampaikan, polisi dan TNI merazia atribut FPI. Markas FPI di Petamburan Jakarta Pusat jadi sasaran pertama. Ada penurunan atribut dan pemeriksaan tujuh orang diduga simpatisan FPI.
Penertiban yang dipimpin oleh Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Heru Novianto terjadi bersamaan dengan rencana konferensi pers oleh Sekretaris FPI, Munarman di markas Petamburan yang berujung batal.
Alasan pemerintah melarang FPI adalah rekam jejak keonaran, persekusi, penggerudukan hingga sweping yang terus terjadi. Dalam keputusan SKB nomor 220-4780 tahun 2020 dan seterusnya, dipaparkan pertimbangan larangan di antaranya kaitan anggota FPI dengan terorisme dan kekerasan. Ada 35 angggota FPI terlibat terorisme dan 206 lainnya menjadi pelaku pidana umum.
Melarang FPI beraktivitas dengan SKB dinilai sebuah kekeliruan. Gerindra, partai yang dekat dengan FPI, menyebut pemerintah melangkahi aturan yang dibuat sendiri.
Politikus Gerindra Habiburokhman mengatakan sesuai mekanisme Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan ada tahapan melarang ormas.
"Kami mempertanyakan apakah Pembubaran FPI ini sudah dilakukan sesuai mekanisme UU Ormas, khususnya Pasal 61 yang harus melalui proses peringatan tertulis, penghentian kegiatan dan pencabutan status badan hukum," kata anggota komisi III bidang hukum DPR RI, Habiburokhman.
Masalah anggota FPI terlibat terorisme dan pidana lain seharusnya tak bisa dipakai. Kalau pun dipakai, pemerintah perlu berlaku adil kepada partai politik yang kadernya terlibat korupsi.
"Kita bisa mengacu pada kasus kader partai politik yang ditangkap karena tindak pidana korupsi, tidak bisa dikatakan bahwa partainya yang melakukan korupsi dan harus dibubarkan," kilahnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera menilai upaya pelarangan FPI menunjukkan negara gagal membina dan menjadikan ormas sebagai modal sosial untuk pembangunan bangsa.
“FPI punya hak berkumpul dan berserikat. Pelarangan FPI seharusnya bisa ditanggapi dalam koridor negara hukum dan negara demokratis,” kata Mardani.
Cacat Hukum
Aziz Yanuar, wakil sekretaris FPI menyebut soal SKT sifatnya tidak wajib. Ia berargumen, Mahkamah Konstitusi pada 2013 sudah mencabut kewajiban SKT untuk ormas. “MK memutuskan tidak ada pendaftaran SKT.Itu tidak wajib. Sukarela saja," kata Aziz.
Kendati demikian, FPI pernah mengurus perpanjangan SKT pada 2018 silam, namun terkendala hingga kini punya SKT.
UU Ormas disahkan pada 2 Juli 2013. Tak lama setelah itu, ada gugatan dari PP Muhammadiyah dan Koalisi Kebebasan Berserikat. Salah satu putusan MK Nomor 82/PUU-XI/2013 tertanggal 23 Desember 2014 adalah pendaftaran SKT bersifat sukarela dan ormas yang tidak mendaftar tetap diakui keberadaannya.
Dalih SKB pelarangan FPI dinilai Koalisi Kebebasan Berserikat tidak tepat menempatkan status ormas tidak terdaftar SKT sebagai latar belakang atau pertimbangan.
“Status terdaftar atau tidak terdaftar tidak bisa menjadi dasar pelarangan, termasuk anggapan pengakuan de jure terhadap suatu ormas,” mengutip pernyataan Koalisi Kebebasan Berserikat.
Fakta dan celah hukum dalam pelarangan bakal digunakan oleh FPI untuk menggugat balik. Pengacara FPI, Sugito Atmo Prawiro menyebut tindakan ke depan adalah menyiapkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Habib Rizieq pesan agar kita persiapkan langkah hukum. Terkait dengan pembubaran kita akan mengajukan gugatan PTUN,” kata Sugito.
Kendati belum sehari dilarang, pengurus FPI pasang strategi ganti nama. Aziz Yanuar mengirimkan keterangan penggantian nama baru. Front Pembela Islam bersalin nama menjadi Front Persatuan Islam.
Ibarat pepatah "mati satu tumbuh seribu", ormas aliansi FPI, Persaudaraan Alumni 212 juga akan meneruskan perjuangan FPI setelah pelarangan.
Novel Bamukmin, pengurus PA 212 menyebut pelarangan FPI melanggar undang-undang, Pancasila dan UUD 1945. FPI disebut punya hak berserikat. "Insyaallah kami PA 212 siap meneruskan perjuangan FPI sampai kembali dibentuk ormas baru atau kalau ada keinginan FPI mengajukan ke MK," kata Novel Bamukmin.
Editor: Rio Apinino