Menuju konten utama

Buruh Tembakau Tolak Pasal Zat Adiktif di RUU Kesehatan

Aturan tentang zat adiktif yang menyejajarkan tembakau dengan narkoba dinilai bakal mempersulit terhadap pekerja di Indonesia.

Buruh Tembakau Tolak Pasal Zat Adiktif di RUU Kesehatan
Pekerja menunjukkan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (4/11/2022). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.

tirto.id - Ribuan buruh melakukan aksi penyampaian pendapat untuk menolak ketentuan pengendalian tembakau dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan yang disusun secara omnibus law dan maupun rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012. Ketentuan dalam dua aturan ini dinilai merugikan serta mempersulit keadaan industri khususnya yang bekerja di sektor industri tembakau dan turunannya.

Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM – SPSI) Jawa Timur, Purnomo menyebutkan Jawa Timur merupakan penghasil tembakau dan cengkeh terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, mata pencaharian masyarakat pada kedua komoditas alam ini beserta industri pengolahannya sangat besar.

Namun, hadirnya RUU Kesehatan yang salah satu pasalnya menyejajarkan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam satu kelompok zat adiktif dinilai akan menekan bahkan membunuh industri tersebut.

“Rancangan Undang-undang tentang Kesehatan termasuk diantaranya yang mengatur tentang zat adiktif yang menyejajarkan tembakau dengan narkoba adalah pembunuhan massal terhadap pekerja di Indonesia,” jelas Purnomo di sela-sela aksi Hari Buruh (May Day), dikutip Selasa (2/5/2023).

Sementara itu, dia menegaskan tembakau bukan bukanlah narkoba. Hal itu seduai dengan RUU Kesehatan, rencana pemerintah merevisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan juga secara tidak langsung akan sangat membatasi dan menekan ruang gerak industri tembakau.

“Justru itu, PD FSP RTMM Jawa Timur menolak keras terhadap rencana pemerintah yang diinisiasi oleh Menteri Kesehatan,” ujar Sekretaris PD FSP RTMM – SPSI Jawa Timur, Rohadi, yang turut hadir dalam aksi.

Sementara itu, dia menilai sejumlah pengetatan aturan yang dinilai akan sangat berdampak terhadap industri tembakau. Mulai dari ukuran peringatan kesehatan bergambar, rencana pengetatan iklan rokok, promosi, dan sponsorship serta larangan penjualan rokok batangan.

Menurut RTMM, inisiatif-inisiatif yang akan sangat berdampak pada industri tembakau nasional ini tak lepas dari adanya campur tangan atau provokasi dari pihak luar. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk selalu waspada dan tidak menilai dari satu sisi saja, melainkan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada secara keseluruhan.

Terlebih dia menjelaskan pemerintah masih berjuang untuk menyediakan lapangan kerja baru dan belum bisa memberikan solusi nyata terkait upaya pengurangan tingkat pengangguran. Jika industri tembakau, yang menjadi sumber mata pencaharian dan penyumbang penghasilan asli daerah Jawa Timur, terus ditekan, bukannya mengurangi angka pengangguran yang sudah tinggi, malah akan memperburuk keadaan.

Terkait hal ini, selain melakukan aksi, pihak RTMM juga mengaku telah melakukan pertemuan dan diskusi dengan Gubernur Provinsi Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Mereka juga telah menyerahkan surat berisi rekomendasi untuk kemudian diteruskan kepada Presiden Joko Widodo.

Baca juga artikel terkait ZAT ADIKTIF ROKOK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin