tirto.id - Bukalapak mendapat suntikan dana dari Shinhan GIB yang berasal dari Korea Selatan. Perusahaan ini menanamkan investasinya di Bukalapak sebagai bagian dari putaran pendanaan Seri F, sebagaimana telah disahkan dalam Keputusan Menteri Hukum & Hak Asasi Manusia No AHU-AH.01.03-0337851 tertanggal 26 September 2019.
Seri pendanaan ini membawa valuasi Bukalapak melampaui USD 2,5 miliar atau lebih dari Rp35 triliun, demikian berdasarkan siaran pers Bukalapak yang diterima Tirto pada Jumat (4/10/2019).
Pada putaran pendanaan Seri F ini, Bukalapak menerima investasi untuk menjalankan rencana dan strategi bisnis jangka panjangnya.
Shinhan GIB berpartisipasi dalam pendanaan Seri F Bukalapak bersama dengan investor yang telah ada saat ini, seperti institusi investor global dan Emtek, konglomerat media ternama di Indonesia.
Shinhan GIB adalah unit perbankan investasi terintegrasi dari Shinhan Financial Group (“SFG”) dari Korea Selatan. SFG adalah grup finansial No.1 di Korea dengan total aset USD 413 milyar, USD 19 milyar Market Cap, dan A1 Credit Rating dari Moody’s. SFG mengelola portofolio bisnis yang seimbang, yang termasuk Bank Komersial, Bank Investasi, Permodalan, Asuransi, Kartu Kredit, dan lain sebagainya.
Bukalapak adalah perusahaan teknologi yang didirikan pada Januari 2010 oleh tiga orang Indonesia sebagai sebuah pasar daring (online marketplace).
Saat ini, Bukalapak dipercaya oleh lebih dari 70 juta pengguna, lebih dari 4 juta pelapak dan lebih dari 2 juta warung serta agen di seluruh Indonesia.
Kabar suntikan dana ke Bukalapak ini menyusul isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan e-commerce Bukalapak mencuat ke publik pada bulan September 2019. Hal tersebut terkonfirmasi oleh sejumlah karyawan yang kini bekerja di Bukalapak.
Lewat keterangan resminya, Kepala Staf Strategi Bukalapak Teddy Oetomo membenarkan soal rencana PHK di perusahaanya tersebut. Ia menyampaikan persaingan e-commerce kini makin ketat dan kondisi tersebut jauh berbeda dengan kondisi 9 tahun lalu–ketika Bukalapak didirikan.
Hal ini mengharuskan Bukalapak melakukan perubahan yang diperlukan untuk menjaga keberlangsungan bisnis.
“Seiring dengan kemajuan teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang, beragam, dan terus berubah, perubahan dalam perusahaan juga harus dilakukan untuk mengimbangi,” ungkap Teddy, Selasa (9/10/2019).
Meski tak menyebut langsung PHK atau efisiensi, ia menyampaikan bahwa perubahan itu dilakukan untuk menjalankan strategi bisnis jangka panjang.
“Menjadi e-commerce yang berkelanjutan adalah penting bagi kami karena sementara pertumbuhan GMV adalah ukuran penting untuk setiap e-commerce,” ucap Teddy.
GMV adalah akumulasi nilai pembelian atau order dari pengguna aplikasi dalam periode tertentu. Saat ini, kata Tedy, Bukalapak telah berhasil menghasilkan peningkatan dalam monetisasi, memperkuat profitabilitas perdagangan daring mereka.
Tedy mengklaim, laba kotor semester pertama Bukalapak pada 2019 meningkat tiga kali lipat ketimbang 2018. “Dan kami telah mengurangi separuh kerugian EBITDA kami dalam 8 bulan terakhir saja,” imbuhnya.
Editor: Dipna Videlia Putsanra