tirto.id - Budiman Sudjatmiko mengaku telah menerima surat pemecatan dari partainya, PDI Perjuangan. Surat pemecatan dikirim partai menggunakan jasa kurir dan sampai di rumahnya sekitar pukul 20.00 WIB, Kamis (24/8/2023) malam.
Budiman menuturkan surat pemecatan sudah diteken oleh Ketum Partai Berlambang Kepala Banteng tersebut, Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto.
"Benar sudah saya terima (surat pemecatan PDIP). Tadi pukul 20.00 WIB saya menerimanya," ujar Budiman, seperti dikutip dari Antara, Kamis (24/08/2023) malam.
Meski begitu, aktivis prodemokrasi 90-an ini enggan berkomentar lebih lanjut. Dia hanya mengucapkan terima kasih kepada PDIP yang telah memberikan kesempatan untuk berkecimpung di dunia politik.
"Ini adalah pengakhiran dari satu episode dalam hidup saya dan memulai episode berikutnya. Bagian dari perjalanan saya sebagai manusia politik sejak saya remaja," katanya.
Terkait surat pemecatan itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto belum menjawab telepon dan pesan yang dikirim Tirto. Begitu juga dengan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat dan sejumlah elite partai lainnya.
Meskipun begitu, kabar pemecatan dibenarkan Politikus PDIP Deddy Yevri Sitorus. Deddy mengatakan kalau surat pemecatan Budiman sebagai kader PDIP telah dikirim sejak tadi siang.
"Yang saya dengar sudah, siang tadi suratnya diantar lewat kurir," ungkap Deddy.
Sebelumnya, pemecatan Budiman ini terkait deklarasi Kelompok Relawan Prabowo-Budiman Bersatu (Prabu) di Semarang, Jawa Tengah, pekan lalu, Jumat (18/8/2023). Saat itu Budiman blak-blakan mendukung Prabowo sebagai calon presiden dalam kontestasi Pilpres 2024.
Dia mengaku kagum dengan pemikiran Prabowo yang ditulis dalam Buku: Paradoks Indonesia.
"25 tahun yang lalu, Pak Prabowo menjalankan tugas negara, saya dan teman-teman menjalankan tugas sejarah," ujarnya.
"Dulu, terpaksa kita ada di kubu yang berbeda. Tapi setelah 25 tahun, saya terinspirasi setelah membaca Buku ‘Paradoks Indonesia’ yang diberikan oleh Pak Prabowo, ditulis oleh Pak Prabowo," ujar Budiman menambahkan.
Kasus Budiman Katrol Suara Ganjar?
Empat hari sebelum pemecatan Budiman, Hasto Kristiyanto mengklaim kasus dukungan Budiman Sudjatmiko kepada Prabowo Subianto justru mengatrol elektabilitas Ganjar Pranowo rebound atau melejit.
"Kejadian itu ternyata membuat elektoral Pak Ganjar 'rebound', hari ini dapat dukungan, besok dapat dukungan budayawan jadi artinya berpolitik itu harus dilakukan dengan etika yang baik," kata Hasto kepada awak media di Yogyakarta, Selasa.
Saat ditanya terkait sanksi yang bakal dijatuhkan PDI Perjuangan kepada Budiman, Hasto enggan menjawab lebih jauh karena sudah banyak pihak yang menanggapi soal itu.
"Yang penting, yang bersikap kan teman-teman seperjuangan dari Pak Budiman, biar mereka yang bersuara, yang jelas nanti akan ada surat yang kita kirim oleh kepala sekretariat (PDIP)," kata dia.
Belajar dari kasus Budiman, menurut Hasto, integritas merupakan sesuatu yang paling penting yang harus dipegang seorang politikus sehingga jangan sampai dikorbankan.
"Itulah yang paling penting bagi seorang pejuang terutama integritas. Itu melekat dalam karakter kita ya. Yang penting kita semua bergerak," ujar dia.
Hasto mengaku mendapat masukan dari kalangan milenial dan Gen Z dalam memahami perilaku Budiman Sudjatmiko yang menentang partai dengan mendukung Prabowo Subianto. Menurut mereka, Budiman dianggap seakan punya pacar baru.
"Kemarin kami adakan pelatihan anak-anak milenial saya bertanya, gimana (kalian melihat kasus) Pak Budiman? (Dijawab) Sudah pak sekjen, sudah. Pak Budiman ini kan seperti punya pacar baru. Jadi biar asyik dengan pacarnya. Toh tiga bulan nanti akan ketahuan bagaimana pacar barunya ini. Itu dari generasi milenial ketika saya bertanya tentang Pak Budiman Sudjatmiko," kata Hasto.
Sesuai dengan jadwal KPU, pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden mulai 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) disebutkan bahwa pasangan calon presiden/wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini ada 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden/wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Editor: Intan Umbari Prihatin