Menuju konten utama

BPOM Ciduk Pabrik Kosmetik Ilegal di Jakut, Sita Barbuk Rp7,7 M

BPOM menyita barang bukti bernilai total Rp7,7 miliar berupa bahan baku berupa bahan kimia obat berbahaya seperti Hidroquinon hingga Asam Traneksamat.

BPOM Ciduk Pabrik Kosmetik Ilegal di Jakut, Sita Barbuk Rp7,7 M
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito memberikan keterangan pers kepada wartawan terkait perkembangan uji klinik obat kombinasi baru untuk COVID-19 di Jakarta, Rabu (19/8/2020). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.

tirto.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menindak sebuah pabrik kosmetik ilegal di Pergudangan Elang Laut, Jakarta Utara.

Ini dilaksanakan untuk menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait dugaan adanya praktik produksi kosmetika ilegal Tanpa Izin Edar (TIE) dan mengandung bahan yang dilarang.

BPOM bekerja sama dengan Balai Besar POM (BBPOM) di Jakarta, BBPOM di Serang bersama Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri) telah melakukan penindakan ke sarana kosmetika ilegal tersebut dan menyita barang bukti bernilai total Rp7,7 miliar.

“Ini (pabrik kosmetik) sebetulnya bukan fasilitas yang secara formal diawasi oleh Badan POM, karena ini adalah fasilitas produksi yang ilegal,” kata Penny pada konferensi pers, Kamis (16/3/2023).

Secara rinci, barang bukti yang diamankan antara lain bahan baku berupa bahan kimia obat seperti Hidroquinon, Asam Retinoat, Deksametason, Mometason Furoat, Asam Salisilat, Fluocinolone, Metronidazole, Ketokonazol, Betametason, dan Asam Traneksamat.

Juga telah disita alat-alat untuk memproduksi produk dan alat operasional yang mendukung kelangsungan produksi.

“Produk kosmetika ilegal ini sangat berbahaya. Selain produk yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu, kita juga melihat pada sarana ini tidak menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB), terutama aspek higiene sanitasi sarana sangat kurang,” ujar Penny.

Berdasarkan investigasi terhadap sarana produksi kosmetika ilegal tersebut, BPOM menduga telah terjadi tindak pidana. Pertama, yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan usaha.

Kedua, yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu.

“Ketiga, yaitu memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tambah Penny.

BPOM juga mengimbau kepada tenaga kesehatan agar mendorong pasien yang membutuhkan obat bentuk sediaan krim atau lotion, untuk memperolehnya melalui sarana resmi. Sarana resmi dimaksud yaitu apotek yang dapat melakukan peracikan dengan tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan.

“Yang jadi korban adalah mereka yang lalai, sebab produk ini bisa sampai ke tenaga kesehatan, seperti dokter dan pengelola klinik yang memesan dari fasilitas produksi seperti ini tanpa melihat fasilitasnya,” ujar Penny.

Ia juga menjelaskan pentingnya peran masyarakat untuk dapat melaporkan pelanggaran, jika menemukan atau mengetahui informasinya.

“Untuk siapapun yang melihat ada sesuatu yang mencurigakan, Anda pelaku usaha, Anda masyarakat biasa, atau media, untuk melapor ke Badan POM,” kata Penny.

Baca juga artikel terkait PABRIK KOSMETIK ILEGAL atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri