Menuju konten utama

BPKN Desak Pemerintah Kembalikan HET Minyak Goreng

Pemerintah didesak untuk mengembalikan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng.

BPKN Desak Pemerintah Kembalikan HET Minyak Goreng
Sejumlah warga antre membeli minyak goreng curah di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Senin (28/3/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj.

tirto.id - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendesak pemerintah mengembalikan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng dan domestic market obligation (DMO) bagi produsen atau eksportir CPO untuk bisa memenuhi pasokan dalam negeri. Keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan.

"Sebagai masukan responden kepada pemerintah adalah harga sebaiknya dikembalikan ke HET sebelumnya dan/atau harga minyak goreng harus tetap ditetapkan oleh pemerintah, jangan dilepaskan ke harga pasar, mengingat minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan dasar," kata Kepala BPKN Rizal E Halim dalam keterangan pers, Kamis (7/4/2022).

Rizal berharap pemerintah kembali menetapkan HET minyak goreng curah Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter.

HET tersebut dinilainya sudah memperhatikan dinamika pasar termasuk input produksi MGS. Selain itu, produksi CPO maupun MGS dalam negeri sangat melimpah dan tidak ada kenaikan yang berarti dari input produksi lainnya (kecuali harga pupuk naik di level 5-6 persen).

Berdasarkan hasil survei kepada 65 responden konsumen minyak goreng, BPKN menyimpulkan bahwa responden membeli minyak goreng secara kemasan di supermarket/minimarket (86 persen) dengan rata-rata sebanyak 3-4 kg/bulan (48 persen) dengan harga mencapai Rp48.000 per dua liter, dan harga tersebut dianggap terlalu tinggi untuk harga eceran pada saat ini.

Kesanggupan konsumen untuk harga minyak goreng pada saat ini adalah sekitar Rp14.000 - Rp15.000 per liter, atau sesuai HET minyak goreng dalam kemasan yang ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya.

Di samping itu, BPKN juga meminta pemerintah menetapkan kebijakan DMO sebesar 30 persen untuk CPO dan produk turunannya termasuk MGS. Hal ini sebagai persyaratan wajib untuk mendapatkan izin ekspor bagi industri sawit kebijakan ini perlu didukung oleh kebijakan pengurangan biaya ekspor.

"Sehingga atribusi kompensasi dan manfaat kebijakan lebih berpihak kepada masyarakat luas," katanya.

Rizal juga meminta pemerintah memperkuat pengawasan, serta memberi sanksi tegas bagi pihak-pihak yang menghambat distribusi atau dengan sengaja menyebabkan kelangkaan pasokan MGS di pasar dalam negeri.

"Kebijakan ini perlu dilakukan secara intensif setidaknya dalam tiga bulan ke depan sebagai instrumen kendali atas sejumlah kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam mengendalikan harga dan memastikan ketersediaan barang termasuk MGS," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait MINYAK GORENG atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri