Menuju konten utama

Bola Panas Korupsi e-KTP Diarahkan ke Petinggi Demokrat

Nurhayati Ali Assegaf selama ini tidak pernah disebut dalam berkas dakwaan maupun sidang terdakwa kasus e-KTP.

Bola Panas Korupsi e-KTP Diarahkan ke Petinggi Demokrat
Mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera yang juga keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi bergegas seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/4/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, memberikan kesaksian mengejutkan di persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa Anang Sugiana Sudihardjo, Senin (21/5/2018). Keponakan Setya Novanto itu mengungkap aliran korupsi e-KTP sebesar 100 ribu dolar AS kepada politikus Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf.

Selain nama Nurhayati, Irvanto juga menyebut sejumlah nama lain yang ikut menerima uang panas e-KTP itu. “Rinciannya, USD 1 juta untuk Chairuman [Harahap]; pertama 500 (ribu USD) berikutnya 1 juta (USD), terus ke Pak [Melchias Marcus] Mekeng USD 1 juta, terus ke Pak Agun [Gunandjar] USD 500 ribu dan USD 1 juta, terus Jafar [Hafsah] USD 100 ribu, ke ibu Nur [Ali] Assegaf USD 100 ribu," kata Irvanto dalam persidangan.

Nama-nama selain Nurhayati yang diungkap Irvanto sudah sering disebut dalam persidangan kasus e-KTP sebelumnya, baik dalam sidang Irman dan Sugiharto, Andi Narogong, maupun Setya Novanto. Semenara Nurhayati belum pernah disebut dalam sidang maupun berkas dakwaan terdakwa kasus e-KTP selama ini.

Irvanto bahkan mengaku mencatat semua perincian uang yang diserahkan ke sejumlah nama tersebut. “[Semuanya] sudah [sampaikan ke penyidik]. Saya juga sudah ajukan JC [Justice Collaborator] saya,” kata Irvanto.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menganggap kesaksian keponakan Novanto itu sebagai fitnah belaka. Prempuan kelahiran Surakarta, 17 Juli 1963 ini menuding Irvanto sedang berhalusinasi serta menyerang pribadi dan Partai Demokrat secara kelembagaan.

“Saya khawatir Irvanto sedang berhalusinasi atau bahkan diperalat untuk memfitnah dan menyerang saya secara pribadi dan Demokrat secara partai tempat saya bernaung. Mungkin karena sikap kritis saya terhadap beberapa isu, seperti pengibaran bendera Israel di Papua dan tugas-tugas saya di Komisi 1,” kata Nurhayati dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa.

Menurut Nurhayati, ia aktif di Komisi I DPR saat proyek e-KTP berlangsung. Saat itu ia mengaku belum dan tidak mengenal Setya Novanto secara langsung, apalagi keponakannya. Ia heran jika Irvanto mengaku mengenal dirinya.

“Lantas kenapa dia menuduh saya secara serampangan? Saya tidak terkait sama sekali dengan kasus e-KTP. Tolong saya jangan difitnah, jangan dirusak kekhusyukan saya beribadah di bulan suci ini,” kata Nurhayati.

Nurhayati meminta agar tidak ada lagi pihak yang menebar fitnah dalam kasus e-KTP. Ia menghormati proses hukum di persidangan, tetapi berharap tidak perlu ada fitnah dalam memberikan kesaksian. Khusus kepada Irvanto, Nurhayati mengingatkan konsekuensi hukum bila kembali menebar fitnah.

“Saya minta Irvanto segera menghentikan fitnah ini, karena fitnah tersebut sama sekali tidak beralasan dan tentunya mengandung konsekuensi hukum pencemaran nama baik,” kata Nurhayati.

Hal senada diungkapkan Kepala Divisi Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. Ia tidak menyangka nama Nurhayati disebut dalam kasus korupsi e-KTP.

“Kami kaget dan menduga ini ada kesalahan Irvanto menyebut nama,” kata Ferdinand kepada Tirto, Selasa (22/5/2018).

Menurut Ferdinand, saat peristiwa kasus e-KTP terjadi, Nurhayati adalah anggota Komisi I DPR, bukan Komisi II yang mengurus proyek e-KTP itu. Ferdinand mengklaim dirinya sudah mengkonfirmasi hal ini kepada Nurhayati dan ia mengaku sama sekali tidak mengenal Irvanto.

“Dari sini kami merasa bahwa yang disampaikan Irvanto tidak benar dan fitnah,” kata Ferdinand.

Ferdinand berkata, ada kemungkinan Irvanto menyebut nama Nurhayati demi memperoleh status Justice Collaborator (JC). Ia mengaku sudah menduga adanya upaya membangun opini negatif kepada Partai Demokrat. Namun mereka tidak menyangka harus ada fitnah untuk kepentingan tertentu.

“Ada dugaan bahwa orang-orang yang dimanfaatkan kelompok tertentu untuk membangun opini negatif terhadap Demokrat. Makanya dulu kami juga melaporkan Firman Widjaya ke polisi,” kata Ferdinand.

Sementara terkait penyebutan nama kader Demokrat lainnya, yaitu Jafar Hafsah, kata Ferdinand, pihaknya memilih untuk memantau proses hukum yang berjalan. Ferdinand sadar jika nama Jafar Hafsah sering disebut dalam kasus e-KTP.

Mengincar Status JusticeCollaborator

Ahli pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menyatakan Irvanto bisa saja mengajukan status JC dengan menyebutkan nama Nurhayati hingga politikus lain di kasus e-KTP. Menurut Hibnu, Irvanto mungkin saja memperoleh JC karena bukan pelaku utama. Namun keponakan Novanto itu harus bisa mengungkap peran lain di luar penyidikan bila ingin seluruh syarat JC terpenuhi.

“Ukuran itu kalau dia merupakan [nama baru] yang selama ini belum disebutkan oleh penyidik, bisa. Tapi kalau memang kemarin sudah diungkapkan oleh penyidik, ya enggak bisa. Artinya Mas Irvanto bisa memberikan informasi-informasi melebihi yang diungkapkan oleh penyidik KPK,” kata Hibnu.

Hibnu tidak mempermasalahkan keterangan yang disampaikan Irvanto itu mengarah kepada partai politik tertentu maupun individu. Penyidik pun harus melakukan pendalaman terhadap nama-nama yang disampaikan Irvanto.

Selain pendalaman, kata Hibnu, penyebutan nama yang dilakukan Irvanto juga harus konsisten dan bisa dibuktikan di persidangan. Keterangan tersebut harus di luar nama yang sudah disidik KPK selama ini.

“Makanya di situ disebut Justice Collaborator, saksi yang bekerja sama untuk mengungkap yang lebih, bukan yang sama. Jadi ini memberikan keringanan kepada penyidik KPK untuk mengungkap lebih jauh lagi. Itu arahnya ke sana [mendapatkan status JC]” kata Hibnu.

Saat ini, Irvanto memang sudah mengajukan status Justice Collaborator kepada KPK. Namun, komisi antirasuah tidak serta-merta langsung menerima JC Irvanto.

“Pengajuan JC sudah dilakukan. Tentu kami sedang pertimbangkan. Namun apa saja yang disampaikan saat pemeriksaan tentu belum bisa kami buka,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (22/5/2018).

Menurut Febri, KPK perlu menelaah apakah Irvanto memenuhi syarat sebagai penerima JC atau tidak, seperti mengakui perbuatan dan mengungkap pelaku lain. Febri pun belum menjawab apakah penyebutan nama Nurhayati sebagai salah satu jaminan JC Irvanto akan dikabulkan. Selain itu, KPK juga akan melihat konsistensi pemberian keterangan dalam persidangan.

Di sisi lain, kata Febri, KPK perlu mendalami informasi keterlibatan Nurhayati maupun pihak yang lainnya. KPK perlu mencari apa ada bukti lain yang mendukung dugaan keterlibatan Nurhayati dan pihak lain dalam kasus e-KTP. Febri memastikan, KPK akan memantau persidangan dan menyesuaikan dengan bukti yang ada.

"Yang perlu dipahami, dalam pembuktian sebuah keterangan tidak bisa berdiri sendiri. Harus dilihat kesesuaian dengan bukti lain. Jadi mari kita simak dulu persidangan yang masih akan berjalan di kasus e-KTP ini, baik dengan terdakwa Anang ataupun yang lainnya nanti," kata Febri.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz