Menuju konten utama

Anas: Kongres Demokrat dari Korupsi Hambalang, Bukan e-KTP

Anas Urbaningrum membantah ada aliran dana e-KTP ke kongres Partai Demokrat, di Bandung pada tahun 2010 lalu.

Anas: Kongres Demokrat dari Korupsi Hambalang, Bukan e-KTP
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum keluar mobil tahanan setibanya di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (10/1). Anas Urbaningrum diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto terkait dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik di Kemendagri. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum membantah adanya aliran dana untuk kongres Partai Demokrat pada Mei 2010 di Bandung Jawa Barat. Ia membantah kesaksian Muhammad Nazaruddin saat persidangan kasus e-KTP, pada Senin (3/4/2017) lalu.

“Saya keberatan dengan pernyataan Nazar di persidangan kemarin mengenai perkembangan proyek e-KTP harus ada izin dari saya,” kata mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/4/2017).

Anas juga membantah kesaksian Nazaruddin yang menyebut dirinya menerima sejumlah dana dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebesar 500 ribu dolar AS yang dipergunakan untuk mendukung pencalonan Khatibul Umam Wiranu dalam kongres GP Ansor.

Tak hanya itu, mantan aktivis HMI ini juga mengelak adanya aliran dana senilai Rp20 miliar dari Andi Narogong untuk memenangkan dirinya dalam kongres Partai Demokrat pada tahun 2010 lalu. “Kalau dari e-KTP yang mulia saya pastikan tidak ada. Termasuk aliran ke Kongres,” kata Anas.

Keterangan Anas Urbaningrum itu sendiri pernah dilontarkannya dalam kesaksian persidangan Hambalang tahun 2013. Saat itu dia menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang masih menumpang di Gedung Ombudsman Jakarta.

“Saya katakan ini yang mulia bukan alibi. Dalam persidangan tersebut sudah ada para saksi dan bukti yang mengatakan Kongres memang dibiayai oleh uang korupsi Hambalang, tapi bukan uang e-KTP,” kata Anas.

Karena itu, Anas meragukan bila ada saksi yang merangkai cerita berbeda, yang menyebut adanya aliran dana ke Kongres Partai Demokrat dari dana proyek e-KTP. “Makanya saya aneh ketika ada peristiwa dengan jalan cerita yang berbeda,” ujarnya.

Menanggapi jawaban Anas, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-Butar mencecar Anas Urbaningrum dengan sejumlah pertanyaan. Salah satunya soal alibi Anas terbantahkan dengan ucapan kesaksian lainnya.

“Yakin jawabannya seperti itu? Kami ada sumber informasi yang mengatakan Anda mendapatkan uang," tanya Hakim Jhon Halasan Butar-Butar.

Namun, sekali lagi Anas bersikukuh dengan jawabannya bahwa hal tersebut adalah fitnah yang nyata. Bahkan Anas berharap hakim untuk mengarahkan agar saksi tersebut ditanyakan kembali.

"Itu bukan fakta yang mulia. Itu keterangan fitnah. Itu fiksi dan fitnah. Jadi saya harap bisa dikonfirmasi ulang," jelas Anas.

Anggota Majelis Hakim Franky Tambunan kemudian menanyakan kepada Anas bagaimana mekanisme pelaksanaan Kongres tersebut terjadi. Saat disinggung mengenai mekanisme pelaksanaan kongres tersebut, Anas hanya bilang jika dia tidak mengetahui teknis dalam penyelenggaraan kongres yang berlangsung di Bandung itu, karena sudah ada tim teknis yang menanganinya.

“Begini yang mulia, saya memiliki tim kampanye dan relawan yang memiliki anggaran tersendiri. Biayanya itu adalah gotong royong. Tim ini lalu berkonsolidasi memenangkan saya yang mulia,” kata Anas menjelaskan.

Anas lalu menambahkan jika dia melihat adanya kejanggalan mengenai informasi dalam surat dakwaan milik Irman dan Sugiharto. Sebab, dalam usulan anggaran e-KTP itu awal pembahasan dimulai pada Mei 2010. Sekalipun isu proyek ini telah dimulai tahun 2009. Selain itu, pembahasan intensif tersebut baru pada akhir September 2010. Hal ini tentu saja tidak searah dengan keterangan Nazaruddin adanya pemberian kongres pada April 2010.

“Ini juga yang mulia yang harus dikritisi yang mulia. Tidak mungkin ada acuan pelaksanaan proyeknya belum dibahas. Kok khusus Anas ada uang cukup besar dan ada di ruang bendahara fraksi? Mudah dilacak dengan CCTV, waktu itu apa betul ada uang Rp20 miliar, berapa koper ke ruang bendahara pas bulan April?" ujar Anas.

Anas lalu menganalogikan jika kesaksian mengungkap korupsi, tapi dengan cara memfitnah seseorang sama saja dengan memakan babi tapi dengan stempel halal. Artinya, hal tersebut sama saja haramnya.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Dimeitry Marilyn

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Abdul Aziz