Menuju konten utama

BKN Juga Keberatan Temuan Ombudsman soal Malaadministrasi TWK KPK

BKN sudah mengirimkan surat keberatan ke Ombudsman & menilai tak ada aturan yang dilanggar dalam proses persiapan maupun pelaksanaan TWK di KPK.

BKN Juga Keberatan Temuan Ombudsman soal Malaadministrasi TWK KPK
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (kanan) berjalan usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.

tirto.id - Badan Kepegawaian Negara (BKN) keberatan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI (ORI) tentang pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). BKN sudah mengirimkan surat keberatan ke Ombudsman dan menilai tak ada aturan yang dilanggar dalam proses persiapan maupun pelaksanaan TWK di KPK.

"BKN sudah berikan tanggapan, dan hari ini, per hari ini sudah di kirim ke ORI surat yang ditandatangani oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara ditujukkan kepada Ketua Ombudsman Republik Indonesia," kata Wakil Kepala BKN Supranawa Yusuf dalam konferensi pers pada Jumat (13/8/2021).

Dalam LAHP-nya, Ombudsman menyoroti tentang rapat harmonisasi Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Cara Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN hang diikuti oleh menteri dan pimpinan lembaga.

Ombudsman mengutip Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 23 Tahun 2018 yang menyatakan harmonisasi aturan lembaga pemerintah independen dipimpin oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Dirjen PP) Kemenkumham. Dengan demikian, pesertanya cukup kepala biro atau sekretaris jenderal.

Menanggapi ini, Ombudsman mengatakan Permenkumham itu tidak mengatur pejabat yang wajib mengikuti rapat harmonisasi sehingga siapapun yang didelegasikan oleh menteri atau pimpinan lembaga bisa saja menjadi peserta rapat.

BKN pun mengutip pasal 13 ayat 5 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan badan dan/atau pejabat pemerintah yang memberikan delegasi dapat menggunakan sendiri wewenang yang telah didelegasikan.

"Nah berdasarkan pada beberapa aturan tersebut kami berkesimpulan bahwa penugasan pegawai untuk mewakili BKN dalam rapat harmonisasi itu tidak serta merta menggugurkan kewenangan pimpinan instansi dalam hal ini Kepala BKN untuk hadir sendiri secara langsung," kata Supranawa.

Kemudian, Ombudsman juga mengatakan BKN tidak kompeten melaksanakan TWK sebab BKN tidak memiliki mekanisme dan asesor untuk melaksanakan TWK sehingga BKN harus menggandeng asesor TNI untuk melakukan TWK.

Supranawa membantah hal itu. Dari aspek kewenangan, pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 menyatakan BKN itu memiliki tugas melakukan pembinaan dan penyelenggaraan penilaian kompetensi.

Pasal 35 ayat 1 huruf a UU Administrasi Pemerintahan pun menyatakan badan dan atau pejabat pemerintahan dapat memberikan bantuan kedinasan kepada badan dan atau pejabat pemerintahan yang meminta sehingga kerja sama BKN dan KPK memiliki dasar hukum.

Supranawa melanjutkan Pasal 13 ayat 7 Peraturan BKN nomor 26 tahun 2019 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Penilaian Kompetensi PNS mengatakan, jika tidak terdapat assessor yang memenuhi kriteria maka BKN dapat menunjuk asesor yang berada satu jenjang di bawahnya atau asesor yang sesuai kriteria dari penyelenggara kompetensi instansi pemerintah lain.

Pasal 5 ayat 2 beleid itu juga menyatakan, BKN dalam melakukan penilaian dapat melibatkan assessor jenjang madya dan jenjang utama dari instansi pemerintah lainnya, serta asesor independen yang sesuai dengan persyaratan dan kriteria.

Karenanya, tindakan BKN menggandeng asesor TNI dalam pelaksanaan TWK dianggap sesuai aturan.

"Oleh karena itu kami BKN keberatan atas kesimpulan Ombudsman Republik Indonesia yang pada pokoknya menyatakan BKN tidak kompeten melaksanakan asesmen TWK dan untuk itu kami menyatakan bahwa kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang tidak tepat," kata Supranawa.

Kemudian terkait dengan nota kesepahaman dan kontrak antara BKN dan KPK tentang pelaksanaan TWK yang disusun secara backdate, Supranawa mengatakan surat itu tidak digunakan dalam TWK.

Melalui surat itu, rencananya proses TWK akan menggunakan anggaran KPK, tetapi karena BKN adalah lembaga yang berwenang untuk itu maka anggaran yang digunakan berasal dari BKN dan surat itu tidak berlaku lagi.

Supranawa juga membantah Ombudsman yang menilai lembaganya mengabaikan arahan Presiden Joko Widodo yang meminta TWK tidak dijadikan alasan untuk memberhentikan pegawai KPK.

Menurutnya, arahan itu sudah ditindak lanjuti dengan rapat koordinasi yang dilaksanakan oleh KPK bertempat di BKN pada tanggal 25 Mei 2021. Dalam rapat itu juga hadir Menpan-RB, Menkumham, Kepala LAN, dan Ketua KASN.

Dalam pertemuan itu kemudian disepakati, pegawai yang memenuhi syarat TWK segera diangkat menjadi ASN, 24 pegawai yang tidak memenuhi syarat mengikuti pelatihan bela negara, dan 51 pegawai yang tidak memenuhi syarat lainnya akan ditindaklanjuti oleh KPK.

"Perlu saya sampaikan bahwa sesungguhnya yang bisa melakukan penilaian apakah telah terjadi pengabaian atau tidak terhadap arahan presiden adalah presiden sendiri selaku yang memberikan arahan, dan tentu pimpinan instansi yang menerima arahan, dan bukan pihak lain," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait TWK KPK atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Politik
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Bayu Septianto