Menuju konten utama

Bisakah Prabowo-AHY Menang Jika Maju di Pilpres 2024?

Membedah pontensi kemenangan jika AHY menjadi Cawapres Prabowo di Pilpres 2024.

Bisakah Prabowo-AHY Menang Jika Maju di Pilpres 2024?
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (tengah) didampingi kader partai menyampaikan keterangan kepada wartawan saat konferensi pers di DPP Demokrat, Jakarta, Senin (4/9/2023). Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti YudANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nym.

tirto.id - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), berpotensi untuk bergabung ke kubu Prabowo Subianto usai partainya hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) pada Jumat, 1 September 2023.

Posisi Demokrat ini membuat banyak orang berandai-andai bagaimana jika AHY jadi Cawapres Prabowo di Pilpres 2024 mendatang?

Sebelumnya, Demokrat tergabung dalam KPP bersama NasDem dan PKS untuk mendukung kemenangan Anies Baswedan sebagai Capres.

Namun, Demokrat memutuskan meninggalkan KPP usai Ketua Umum NasDem, Surya Paloh, mengumumkan pinangannya kepada Muhaimin Iskandar alias Cak Iman sebagai Cawapres untuk Anies.

Mendengar keputusan itu, Demokrat merasa ditikung dan dikhianati, sebab mereka mengklaim bahwa Anies pada 25 Agustus 2023 telah meminta AHY untuk mendampinginya sebagai Cawapres.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat menilai, langkah NasDem dan Anies Baswedan itu merupakan tindakan yang melebihi batas moral dan etika dalam politik hingga disebut sebagai "It is really ugly".

"Saya mengerti, kita semua mengerti, politik itu memang penuh siasat, penuh taktik, dan caranya banyak; tetapi saya tidak menyangka kalau tindakan itu sejauh ini, menurut saya, melebihi batas kepatutan moral dan etika dalam politik. Ya, kasar, kalau bisa menggunakan istilah dalam Bahasa Inggris it is really ugly," ujar SBY.

Berakhirnya dukungan kepada Anies menjadikan posisi Demokrat terbuka untuk bergabung ke dua kubu bakal Capres lainnya, yaitu Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto.

SBY dalam konferensi persnya menyatakan bahwa Demokrat sudah mendapat ajakan dari kubu Ganjar maupun kubu Prabowo untuk bergabung ke dalam koalisi mereka.

Meskipun begitu, hingga saat ini Demokrat belum menentukan pilihannya, tampaknya mereka masih menimbang ke kubu mana haluan politik mereka akan digantungkan dalam Pilpres 2024.

Agus Harimurti Yudhoyono

AHY dalam sambutannya di acara Ulang Tahun Partai Demokrat di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat pada Sabtu (9/9/2023). tirto.id/M Irfan Amin

Bagaimana Potensi AHY Jadi Cawapres Prabowo?

Majunya AHY sebagai Cawapres Prabowo sangat mungkin terwujud, sebab sudah banyak sinyal keterbukaan dan ajakan bergabung dari kubu Prabowo untuk Demokrat.

Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi menyatakan pada Selasa, 12 September 2023, jika Demokrat bergabung, mereka akan menyambutnya. Kata dia, ini akan menambah kekuatan basis konstituen dan akan menambah peluang kemenangan.

Viva juga menuturkan apabila Demokrat bergabung, mereka juga memiliki hak untuk mengajukan AHY sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Prabowo.

Pasalnya, Viva bilang, dalam kubu Prabowo setiap partai pengusung memiliki andil dalam musyawarah penentuan Cawapres untuk Prabowo.

Seperti Golkar yang menjagokan Ketua Umumnya Airlangga Hartarto, PAN yang mengusung Erick Thohir, dan PBB yang mendorong Ketua Umumnya Yusril Ihza Mahendra.

Dia juga mengatakan bahwa perkara Cawapres nanti akan dibahas bersama secara mufakat, kolektif, nyaman, aman, dan penuh dengan rasa kekeluargaan.

Sebelumnya, sinyal positif juga diberikan SBY dalam siaran persnya pada Jumat, 1 September 2023 di Cikeas. Menurut SBY, ajakan kepada pihaknya disampaikan langsung oleh Prabowo kepada dirinya dengan cara dan sikap yang baik.

“Pak Prabowo, beliau datang ke Pacitan, menemui saya dan menyampaikan juga ajakannya,” ujar SBY.

“Saya harus jujur, bahwa cara seperti itu adalah cara yang baik, tidak salah, dan dibenarkan dalam demokrasi, dalam dunia demokrasi. Ajakannya saya dengarkan juga tulus dan serius,” ungkapnya.

Jika ditilik ke belakang, pada Pilpres 2019 lalu, Demokrat juga pernah memiliki sejarah dalam mendukung Prabowo, tapi kala itu kubu Prabowo harus meneguk kekalahan dari Joko Widodo.

Tidak hanya itu, jabatan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat juga menjadikan nilai tawar AHY cukup diperhitungkan.

Sehingga, melihat dari berbagai aspek yang telah disebutkan, kemungkinan pasangan Capres dan Cawapres Prabowo-AHY bukan mustahil terjadi.

Konferensi pers Partai Demokrat

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menyampaikan keterangan kepada wartawan saat konferensi pers di DPP Demokrat, Jakarta, Senin (4/9/2023). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nym.

Mengukur Kekuatan AHY Bila Jadi Cawapres Prabowo

Merujuk hasil survei elektabilitas atau tingkat keterpilihan dari sejumlah lembaga survei, AHY cukup konsisten menduduki posisi atas dalam bursa kandidat Cawapres.

Jabatan Ketua Umum Partai Demokrat juga menjadikan nilai tawar AHY. Mengingat posisi Demokrat yang saat ini bebas dari koalisi manapun, kerja sama politik Demokrat dan kubu Prabowo diprediksi tidak akan mengalami kendala.

Namun, bukan berarti bisa dengan mudah menyodorkan AHY sebagai Cawapres. Pasalnya, partai pendukung Prabowo juga ingin mengincar posisi tersebut.

Apabila AHY dan Prabowo sepakat maju bersama, setidaknya akan ada dua simulasi yang akan terjadi. Pertama, duet Gerindra dan Demokrat. Kedua, koalisi empat partai yang terdiri dari Gerindra, Demokrat, Golkar, dan PAN.

Jika AHY-Prabowo maju bersama dan tidak mendapat dukungan partai lain, maka kedua tokoh akan mendapat dukungan 132 kursi atau sama dengan 22,96 persen. Jumlah itu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi syarat minimal ambang batas presidensial atau presidential threshold.

Saat ini Gerindra memiliki 78 kursi atau 13,57 dari total keseluruhan 575 kursi di DPR RI. Sementara itu, Demokrat mengantongi 54 kursi atau sama dengan 9,39 persen.

Sebagaimana tertuang dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, Capres dan Cawapres harus didukung oleh parpol atau gabungan parpol yang memiliki setidaknya 115 kursi di DPR RI atau 20 persen dari jumlah parlemen.

Selanjutnya, simulasi yang sangat mungkin terjadi adalah koalisi empat partai yaitu Gerindra, Demokrat, Golkar, dan PAN. Tapi tentu, sebelum ini terwujud akan ada sejumlah kesepakatan dan dinamika politik di dalam internal koalisi.

Dalam hal ini Prabowo dan AHY harus mampu meyakinkan semua partai koalisi untuk mendukung kemenangan mereka.

Dengan asumsi kesepakatan seluruh partai dalam koalisi kubu Prabowo, maka akan terbentuk kekuatan dengan rincian perolehan kursi di DPR RI sebagai berikut:

  • Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra): 78 kursi (13,57 persen)
  • Partai Demokrat: 54 kursi (9,39 persen)
  • Partai Golongan Karya (Golkar): 85 kursi (14,78 persen)
  • Partai Amanat Nasional (PAN): 44 kursi (7,65 persen)
  • Total: 261 kursi (45,39 persen)
Namun, perlu diingat untuk meningkatkan peluang kemenangan dalam Pilpres 2024, tidak cukup melihat perolehan kursi dalam koalisi. Faktor elektabilitas atau tingkat keterpilihan menjadi hal yang sangat krusial.

Pada akhirnya, pasangan Capres dan Cawapres yang akan memenangkan Pilpres 2024 adalah mereka yang mampu mendulang suara terbanyak.

Elektabilitas AHY Sebagai Cawapres Prabowo

Ada sejumlah indikator yang menjadi pertimbangan partai pendukung Capres untuk menentukan wakilnya, di antaranya jabatan di parpol, kursi parpol, kekuatan di akar rumput, hingga elektabilitas atau tingkat keterpilihan.

Merujuk hasil survei elektabilitas atau tingkat keterpilihan dari sejumlah lembaga survei, AHY cukup konsisten menduduki posisi atas dalam bursa kandidat Cawapres, bersaing dengan nama lain.

Lembaga survei Polling Institute baru-baru ini merilis hasil elektabilitas atau tingkat keterpilihan kandidat Cawapres simulasi 19 nama terbuka. Simulasi ini dilakukan secara keseluruhan berdasarkan tokoh kandidat Cawapres tanpa terbatas pasangan Capres.

Hasilnya, AHY berada pada posisi ketiga dengan persentase 9,8 persen. Dia kalah dengan Erick Thohir yang menduduki posisi pertama dengan 15,1 persen dan Ridwan Kamil di posisi kedua dengan 14,2 persen.

Polling Institute melakukan surveinya dengan menyasar 1.201 responden. Pengambilan sampel dalam survei menggunakan teknik acak nomor telepon atau random digit dialing (RDD).

Wawancara dilakukan melalui sambungan telepon dengan margin of error lebih kurang 2,9 persen dan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Politik
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto