tirto.id - Yenny Wahid tengah dipertimbangkan menjadi bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang. Lantas, seberapa potensi kemenangan bila putri Presiden RI ke-4, Gus Dur, itu disandingkan dengan Prabowo?
Duet itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo pada 6 September 2023 di Rumah Pemenangan Relawan Prabowo, Jakarta Pusat.
Hashim menyebut Prabowo tengah mempertimbangkan bakal Cawapres di kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Menurut Hashim, nama yang dinilai pantas mendampingi Prabowo adalah Yenny Wahid.
Selain sudah mengenal secara personal, Hashim bilang, suami Yenny, yakni Dhohir Farisi juga pernah menjadi anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra.
“Mbak Yenny kan suaminya dulu anggota DPR dari Gerindra, jadi kami sangat kenal,” ungkap adik Prabowo itu.
Di sisi lain, Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta, Husni Mubarok Amir, mengatakan Prabowo juga punya kedekatan dengan sosok Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Prabowo, tambah Husni, mengaku pernah beberapa kali bertukar pikiran dengan Gus Dur mengenai berbagai permasalahan bangsa termasuk soal politik.
“Dahulu, ketika ada ketegangan antara militer dan NU, Pak Prabowo dekat dengan tokoh-tokoh NU seperti KH Abdurrahman Wahid,” kata Husni.
Husni juga menanggapi potensi terbelahnya suara NU karena Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sudah dideklarasikan sebagai bakal Cawapres Anies Baswedan.
Sebelumnya, Cak Imin sempat dicanangkan akan mendampingi Prabowo di Pilpres 2024 mendatang. Namun gagal karena Cak Imin memilih menjadi wakil Anies.
Menurut Husni, hal itu tidak akan memicu perpecahan di kalangan NU. Sebab, NU adalah warga independen yang memiliki kebebasan dalam memilih pemimpin, meskipun terdapat batasan bagaimana memilih pemimpin tersebut.
Seberapa Besar Potensi Menang Jika Yenny Wahid Jadi Cawapres Prabowo?
Pada awal Agustus kemarin, Yenny Wahid sempat menegaskan kesiapannya mencalonkan diri sebagai bakal Cawapres. Yenny sendiri termasuk salah satu politisi perempuan muda yang sudah lama berkecimpung di dunia politik Tanah Air.
Selain itu, nama Yenny juga masuk dalam survei elektabilitas dalam bursa Cawapres, salah satunya Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Survei yang dilakukan pada 1-8 Juli 2023 itu mempertanyakan: siapa yang responden pilih untuk menjadi wakil presiden?
Hasilnya, survei itu belum memuaskan karena Yenny Wahid menempati posisi urutan kedua belas dengan tingkat keterpilihan 1,3 persen. Posisi Yenny berada di bawah Susi Pujiastuti dan Tri Rismaharini yang sama-sama memperoleh 1,3 persen.
Hasil itu didapat LSI setelah melakukan survei menggunakan teknik pemilihan sampel melalui Random Digit Dialing (RDD) atau sebuah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening.
Dari survei tersebut, LSI mendapatkan 1.242 responden dengan margin of error kurang lebih 2,8 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Kendati Yenny Wahid memiliki elektabilitas yang terbilang kecil, kiprah politik putri Presiden ke-4 RI itu tidak bisa disepelekan, apalagi dia pernah menjadi Sekjen PKB.
Darah Yenny sangat kental dengan Nahdlatul Ulama. Dia adalah cicit dari dua tokoh pendiri NU yakni KH Hasyim As'yari dan KH Bisri Syansuri.
NU adalah ormas Islam terbesar di Indonesia, yang menurut survei SMRC, punya 40 juta anggota yang akan memilih di Pemilu 2024.
Namun demikian, Yenny Wahid harus mampu meyakinkan partai koalisi selain Gerindra yang sudah mendukung Prabowo yakni Golkar dan PAN. Sebab, kedua partai itu sudah mengajukan nama-nama bakal Cawapres.
Apabila partai koalisi Prabowo sepakat memilih Yenny Wahid sebagai bakal Cawapres, bukan tidak mungkin pasangan ini akan meraih kemenangan.
Pasalnya, pasangan ini akan mendapat dukungan dari 207 kursi di parlemen atau 36 persen dan sudah melebihi ambang batas syarat pencalonan.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, Capres dan Cawapres harus didukung oleh parpol atau gabungan parpol yang memiliki setidaknya 115 kursi di DPR RI atau 20 persen dari jumlah parlemen.
- Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra): 78 kursi (13,57 persen)
- Partai Golongan Karya (Golkar): 85 kursi (14,78 persen)
- Partai Amanat Nasional (PAN): 44 kursi (7,65 persen)
- Total: 207 kursi (36 persen)
Penulis: Imanudin Abdurohman
Editor: Alexander Haryanto