Menuju konten utama
1 Tahun Kasus Novel Baswedan

Bila Gagal Ungkap Kasus Novel, MAKI Sarankan Polisi Menyerah Saja

Sudah setahun kasus penyerangan Novel Baswedan belum terungkap. Seberapa serius kasus ini diungkap?

Bila Gagal Ungkap Kasus Novel, MAKI Sarankan Polisi Menyerah Saja
Belasan mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Jentera mendatangi Gedung Merah Putih KPK dengan mengenakan topeng penyidik KPK Novel Baswedan, Selasa (10/4/2018). tirto.id/Andrian Pratama Taher

tirto.id - Genap satu tahun, 11 April 2017, penyidik KPK Novel Baswedan, diserang orang tak dikenal usai salat subuh. Tapi hingga kini polisi masih belum berhasil mengungkap kasus ini.

M Isnur selaku tim kuasa hukum Novel Baswedan menilai, penyelidikan kasus Novel jalan di tempat. Penanganan perkara Novel di kepolisian stagnan selama satu tahun. Mereka menilai kepolisian tidak menyelesaikan temuan-temuan tim advokasi Novel yang mengarah pada penyelesaian perkara.

"Novel pulang, namun kasus penyerangan menggunakan air keras yang menimpanya belum kunjung menemukan titik terang. Padahal, sejak lima puluh dua hari hingga enam bulan pertama pasca penyerangan terhadap Novel terjadi, Tim Advokasi Novel Baswedan telah merilis sejumlah temuan kejanggalan yang sayangnya tidak ditindaklanjuti secara serius oleh pihak kepolisian," kata M. Isnur Kepada Tirto, Rabu (11/4/2018).

Isnur mencontohkan beberapa dalih kepolisian sehingga kasus ini "susah" diungkap. Salah satunya, polisi mengaku tidak dapat menemukan sidik jari dari gelas atau cangkir yang digunakan pelaku penyerangan. Di beberapa media, kata Isnur, kepolisian menyatakan bahwa sidik jari yang tertinggal di gagang sangat kecil sehingga tidak cukup untuk identifikasi pelaku.

Contoh lain, kata Isnur, polisi juga tak maksimal dalam memanfaatkan Circuit Camera Television (CCTV) untuk mengungkap kasus ini. Kepolisian pilih kasih antara perkara Novel dengan perkara umum dalam penggunaan bukti CCTV. Kepolisian tidak mengeluarkan CCTV yang berada di rumah Novel, sekitar komplek perumahan, dan juga jalan yang diduga dilalui oleh pelaku.

Padahal, Isnur menambahkan, kepolisian berkali-kali mengungkap perkara pidana berbekal rekaman CCTV seperti pada kasus penyekapan dan perampokan yang mengakibatkan kematian di Pulomas, penyerangan terhadap pakar telematika ITB Hermansyah di Tol Jagorawi, dan pembunuhan di Kampung Rambutan dalam kurun waktu 1-3 hari.

Tim Kuasa Hukum Novel Baswedan Tuding Pemerintah Tak Serius Bentuk TGPF

Isnur juga menyayangkan sikap Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang tidak serius dalam menangani kasus Novel. Tim kuasa hukum Novel menilai, Jokowi lebih mementingkan pencitraan publik daripada menangani perkara Novel.

"Presiden Joko Widodo malah sibuk memperelok citra dengan melakukan touring menggunakan motor trail yang mana tentu saja tidak ada sangkut pautnya dengan tugas kepala negara memberikan keadilan bagi korban kejahatan, apalagi, kejahatan sistematis yang menimpa dan merugikan Novel Baswedan dari segi fisik maupun materiil, terlebih telah mengancam nyawanya," kata Isnur.

Isnur dan tim penasihat hukum Novel kembali mendesak Presiden untuk membentuk TGPF. Mereka mengingatkan, pembentukan TGPF bukan hanya demi pengungkapan kasus Novel, tetapi juga menguatkan komitmen pemerintah dalam penegakan hukum.

"Tim Advokasi Novel Baswedan ingin sekali lagi menegaskan desakan kami terkait pentingnya Presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta bukan hanya untuk membuat perasaan Novel Baswedan lega, namun juga untuk menunjukkan adanya keseriusan dari negara terhadap pengusutan kasus-kasus yang bernada serupa, serta meyakinkan publik dan masyarakat luas bahwa negara berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia dan rule of law," kata Isnur.

Di sisi lain, KPK mengapresiasi sikap koalisi masyarakat sipil dan Komnas HAM yang mendesak pemerintah segera membentuk TGPF.

“Menurut saya semua usulan dan upaya yang dilakukan oleh masyarakat Sipil dan Komnas HAM termasuk usulan membentuk TGPF untuk membantu Polri dalam menemukan pelaku yang menyerang Novel Baswedan perlu didukung," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief saat dihubungi Tirto, Rabu.

Namun, Laode enggan menanggapi apakah KPK mendukung pembentukan TGPF. Ia pun belum merespons kinerja tim pemantau Komnas HAM dalam kasus Novel.

Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) menilai, kepolisian harusnya bisa bersikap dalam kasus Novel Baswedan. Menurut Koordinator MAKI Bonyamin Saiman, kepolisian sebaiknya menyerah apabila perkara Novel tidak kunjung selesai.

"Lebih baik menyerah saja. Kan kasus-kasus yang tidak terungkap ada. Menyerahkan saja sehingga Novel Baswedan bisa memulai hidup baru," kata Bonyamin saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta hari ini.

Bonyamin beralasan, perkara Novel tidak memenuhi dua unsur yakni; niatan untuk menyelesaikan perkara dan kemampuan mengungkap perkara. Dalam pandangan Bonyamin, perkara Novel memang terus ditangani oleh kepolisian, tetapi tidak ada perkembangan signifikan. Dari situasi tersebut, ia yakin kepolisian tidak mempunyai dua unsur tersebut.

"Kalau polisi tetap tidak yakin dengan kemampuan profesional reserse toh dibawa ke jaksa pasti dikembalikan berkasnya," kata Bonyamin. "Saya menyarankan polisi menyerah saja, drag number. Nanti di-SP3 ngga apa-apa. Misalnya novel Baswedan nanti praperadilan pun kalau tidak bisa membawa bukti kan juga ditolak hanya dibuka kalau ada bukti baru."

Baca juga artikel terkait NOVEL BASWEDAN DISIRAM AIR KERAS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH