tirto.id - Bank Indonesia (BI) telah memulai uji coba kedua standarisasi QR Code nasional bulan ini.
Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Ricky Satria mengatakan, usai uji coba kedua selesai, pemberlakuan standarisasi QR Code itu diharapkan bisa berlaku mulai semester II 2019.
Sebelumnya, uji coba tahap pertama proyek percontohan standarisasi QR code dimulai sejak September hingga November 2018.
"Di tahap kedua ini, kita lebih mengujicobakan soal dispute. Misalnya ketika transaksi saldo sudah terpotong namun dana belum masuk merchant. Kemudian bagaimana juga transaksi di daerah blankspot," kata Ricky di kompleks BI, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2019).
Program yang disebut BI sebagai QRIS (QR Indonesia Standard) itu nantinya bakal bersifat Merchant Presented Mode (MPM) dan dapat memperluas interkoneksi dalam rangka mendukung ekosistem ekonomi keuangan digital.
Ricky juga mengatakan, standardisasi itu memungkinkan QR Code yang ada di bank bisa digunakan dalam jaringan QR Code milik perusahaan fintech atau sebaliknya.
Ia mencontohkan, pengguna LinkAja bisa melakukan transaksi pada ekosistem milik Go-Jek. Hal itu bakal menghilangkan sekat-sekat eksklusivitas pembayaran di layanan fintech dengan perbankan.
"Yang perlu diingat platform QR ini bukan sebuah instrumen pembayaran. Ia sekadar interface, di mana alat pembayarannya tetap menggunakan uang elektronik berbasis server, rekening, kartu debit dan kredit. Tapi untuk ke depan yang kita siapkan baru untuk uang elektronik dan menggunakan rekening tabungan," papar Ricky.
Standardisasi ini juga disebut bakal memberikan banyak keuntungan bagi merchant dan konsumen. Keuntungan untuk merchant, salah satunya adalah efisiensi lantaran mereka dapat menerima dana yang berasal dari beragam instrumen pembayaran (UE server based, tabungan dan kartu debit).
Apalagi, lanjut dia, berdasarkan catatan bank sentral, saat ini ada 37 pemegang izin uang elektronik yang berasal dari 12 bank, dan 25 lembaga nonbank.
Secara rinci, imbuh dia, pemegang izin uang elektronik berbasis cip berjumlah 11. Di antaranya, sebanyak 8 pemegang izin merupakan bank, dan tiga lainnya adalah lembaga nonbank.
Sementara penerbit uang elektronik berbasis server, berdasarkan catatan BI, mencapai 36 entitas. Sebanyak 11 di antaranya adalah bank, sementara 25 sisanya adalah lembaga nonbank.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali