tirto.id - Kumpulan serikat buruh, mahasiswa, dan elemen organisasi masyarakat sipil lainnya akan turun ke jalan dan melakukan protes ke DPR RI besok, Kamis (16/7/2020). Mereka mendesak agar Omnibus Law RUU Cipta Kerja dihentikan karena dinilai cacat prosedur dan bermasalah secara substansi.
Aksi akan dilakukan di depan gedung DPR RI bertepatan dengan Sidang Paripurna DPR RI. Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Seluruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos mengatakan protokol kesehatan akan diterapkan dalam aksi unjuk rasa tersebut untuk menghindari penularan COVID-19.
Nining juga mengatakan aksi tak hanya berlangsung di Jakarta, namun juga di berbagai daerah lain, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Batam.
"Aksi damai ini merupakan peringatan bagi pemerintah dan wakil rakyat agar mendengar dan melihat penderitaan rakyat yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan jadi korban pembiaran perampasan tanah di mana-mana. Kami ingin pemerintah fokus atasi Covid-19 dan memastikan perlindungan kesejahteraan, menegakkan keadilan, serta menghormati demokrasi,” kata Nining lewat keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Rabu (15/7/2020) pagi.
Dia juga mengingatkan aparat tidak berlaku represif dan mengadang massa yang akan ikut aksi.
Dalam keterangan pers yang sama, Sekjen Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Damar Panca mendorong seluruh gerakan rakyat lintas sektor agar juga turut terlibat dalam aksi serentak ini, termasuk kepada kelompok serikat buruh yang bergabung dalam Tim Teknis Omnibus Law RUU Cilaka.
“Tim teknis hanya legitimasi pemerintah untuk memuluskan omnibus law. Buktinya, ada serikat buruh yang sadar, kembali ke jalan yang benar, dan mundur dari tim teknis. Kami berharap kita dapat bertemu di lapangan karena kita memiliki musuh yang sama,” katanya Damar.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) Ellena Ekarahendy menilai teori trickle-down tidak bekerja, terlebih data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ternyata menunjukkan peningkatan investasi berbanding justru terbalik dengan penurunan penyerapan kerja.
"Selain itu, omnibus law yang berwatak patriarkal juga dianggap dirancang untuk menundukkan, menghisap yang lemah dan tak berkuasa demi melanggengkan kekuasaan. Dalam struktur masyarakat yang patriarkal, RUU ini akan menyingkirkan perempuan dan meneguhkan ketidakadilan gender. Ia berpotensi mengeksploitasi dan melemahkan pekerja/buruh perempuan dalam perundingan kerja serta mengancam perempuan atas kedaulatan pangan," kata Ellena.
Dukungan terhadap aksi 16 Juli juga disampaikan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI). Mereka menilai Omnibus Law RUU Cilaka sebagai instrumen imperialis dan neokolonialis dalam menaklukan sumber daya alam, tanah air, dan manusia Indonesia. Untuk menggagalkannya, asosiasi pendeta seluruh Indonesia saat ini sedang menggalang penolakan terhadap aturan ini di daerah-daerah.
“Yang bisa menyejahterakan Indonesia adalah rakyatnya sendiri. Investor adalah pembantu yang harus kita kontrol. Tapi omnibus law RUU Cilaka membuat kita dikontrol investasi dan modal asing. Ide tentang Indonesia sebagai rumah bersama akan kacau dan jadi impian kosong,” kata Koordinator Komisi Hukum PGI, Jhonny Simanjuntak.
Beberapa serikat buruk, organisasi mahasiswa, dan organisasi sipil yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), antara lain KASBI, KPBI, Sentra Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Pergerakan Pelaut Indonesia, Jarkom Serikat Pekerja Perbankan, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI).
Ada juga Solidaritas Pekerja Viva (SPV), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), dan Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia. Selain itu, organisasi yang tergabung dalam gebrak adalah LBH Jakarta, AEER, KPA, GMNI UKI, Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI), Federasi Pelajar Indonesia (Fijar), LMND DN, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jentera.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan