Menuju konten utama

Berniat Ragu-Ragu Puasa Bikin Batal atau Tidak? Ini Hukumnya

Berniat ragu-ragu puasa bikin batal atau tidak menjadi salah satu hal mengganjal bagi banyak orang. Artikel ini membahas ragu-ragu puasa batal atau tidak.

Berniat Ragu-Ragu Puasa Bikin Batal atau Tidak? Ini Hukumnya
Ilustrasi berbuka puasa. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Ragu-ragu puasa batal atau tidak menjadi salah satu persoalan terkait dengan puasa. Keraguan terkadang menghinggapi seseorang saat berpuasa. Apakah puasa batal atau tidak dalam beberapa kondisi tertentu?

Beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang ragu tentang puasanya perlu diperjelas agar tak menimbulkan keraguan lagi. Keraguan terkait dengan puasa perlu menjadi perhatian khusus bagi seorang muslim.

Jangan sampai melaksanakan puasa di tengah rasa ragu yang luar biasa dalam dirinya. Jika diteruskan, maka ia berpuasa dalam kondisi tidak khusyuk dan tidak tenang karena memikirkan hukum puasanya.

Apalagi ini berkaitan dengan ragu puasa batal atau tidak. Persoalan mendasar ini perlu ditegaskan terlebih dahulu supaya tidak menimbulkan rasa ragu.

Niat batal puasa seseorang dapat menimbulkan keraguan tentang puasanya. Lantas, bagaimana menyikapi ragu-ragu puasa batal atau tidak?

Hukum Ragu-Ragu saat Puasa, Apakah Batal?

Musafir

Ilustrasi musafir timur tengah. Getty Images/iStockphoto

Hukum ragu-ragu saat puasa menjadi salah satu pembahasan seputar puasa. Apa hukum ragu-ragu saat puasa, apakah batal?

Terkadang seseorang merasa ragu tentang puasanya, apakah lanjut berpuasa ataukah tidak lantaran berhadapan dengan beberapa keadaan. Jadi muncul keraguan dalam dirinya tentang ibadah puasanya.

Jika seseorang merasa ragu saat puasa, maka ia bisa terlebih dahulu memastikan apakah sudah melaksanakan hal-hal yang membatalkan puasanya. Apabila belum, maka puasanya tetap dapat dilanjutkan tanpa perlu ada keraguan di dalam diri.

Melansir laman Universitas Pakuan, seseorang yang masih ragu untuk membatalkan puasanya atau dalam kondisi mengaitkan puasanya dengan sesuatu perlu memahami terkait bagaimana hukum puasanya.

Misalnya seseorang berniat membatalkan puasa saat dalam perjalanan atau safar. Namun, tidak mendapatkan makanan atau minuman, maka puasanya tetap sah dan dapat dilanjutkan.

Lain halnya jika berniat membatalkan puasa dan benar-benar sudah membatalkan dengan makanan dan minuman, maka puasanya menjadi batal. Pemahaman ini menjadi batas tegas antara puasa dan berbukanya seseorang.

Dalam skenario tersebut, tampak jelas bahwa ia sudah berbuka puasa dengan makan atau minum. Makan dan minum merupakan sebab batalnya puasa sehingga jelas membuat seseorang menjadi berbuka dan puasanya tidak dapat dilanjutkan.

Sebagai gantinya, ia wajib mengganti puasa tersebut pada hari lain. Ketentuan qadha puasa Ramadan ini dilaksanakan pada hari-hari selain bulan Ramadan.

Apa Keadaan Ragu yang Membatalkan Puasa Menurut Para Ulama?

Ilustrasi Buka Puasa

Ilustrasi berbuka puasa. FOTO/iStockphoto

Beberapa keadaan ragu-ragu puasa batal atau tidak perlu diketahui oleh setiap muslim. Keadaan ragu ini menyebabkan seseorang merasa bertanya-tanya tentang puasanya apakah masih bisa dilanjutkan atau tidak.

Dalam suatu keadaan, misalnya saat safar bisa jadi seseorang ingin meniatkan diri untuk membatalkan puasa. Namun, selama perjalanan ia tidak menemukan tempat makan dan minum.

Kemudian muncul ragu-ragu puasa batal atau tidak? Sejatinya kondisi ini dapat dikembalikan pada hal-hal yang menyebabkan puasa menjadi batal.

Hal utama yang membatalkan puasa ialah makan dan minum. Jadi selama seseorang tidak makan dan tidak minum, maka puasanya tidak batal. Ragu-ragu puasa batal atau tidak ini perlu diperhatikan lebih lanjut supaya tak menyisakan rasa ragu dalam melaksanakan puasa Ramadan.

Melansir laman Universitas Pakuan, berdasarkan pendapat mayoritas ulama, puasa tersebut tidak batal. Pendapat ini merupakan pendapat resmi dari mazhab Hanafiyyah, sebagian Malikiyyah dan Syafi’iyyah (Darr al Mukhtar (2/123), Al Majmu’ Syarah al Muhadzdab (3/284), al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (28/27).

Dasar yang digunakan dalam pendapat ini adalah:

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِأُمَّتِي عَمَّا وَسْوَسَتْ، أَوْ حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا، مَا لَمْ تَعْمَلْ بِهِ أَوْ تَكَلَّمْ

“Sesungguhnya Allah memaafkan was-was batin yang terjadi pada umatku atau lintasan hatinya, selama tidak diamalkan atau diucapkan.” (HR. Bukhari)

Jika masih sebatas niat, orang yang berniat membatalkan puasanya maka puasanya tidaklah batal. Ini berlaku selama ia benar-benar tidak melakukan suatu hal yang menyebabkan batalnya puasa.

Bagaimana Hukum Jika Awalnya Ragu tapi Tetap Melanjutkan Puasa?

Dalam beberapa kondisi, terkadang seorang muslim dihadapkan pada keadaan ragu-ragu puasa batal atau tidak karena akan membatalkan puasa sebab alasan tertentu. Misalnya menerima tamu, sedang safar, atau uzur syari lain.

Setelah itu, muncul niat dalam dirinya untuk membatalkan puasa karena uzur syari itu. Ragu-ragu puasa batal atau tidak bisa jadi menyertai ketika berada dalam kondisi tersebut.

Pertanyaan yang kemudian perlu dibahas ialah bagaimana hukum jika awalnya ragu, tetapi tetap melanjutkan puasa?

Melansir laman NU Online, dalam hal ini Imam Nawawi menjelaskan:

وَلَوْ تَرَدَّدَ الصَّائِمُ فِي قَطْعِ نِيَّةِ الصَّوْمِ وَالْخُرُوجِ مِنْهُ أَوْ عَلَّقَهُ عَلَى دُخُولِ شَخْصٍ وَنَحْوِهِ فَطَرِيقَانِ أَحَدُهُمَا عَلَى الْوَجْهَيْنِ فِيمَنْ جَزَمَ بِالْخُرُوجِ مِنْهُ وَالثَّانِي وَهُوَ الْمَذْهَبُ وَبِهِ قَطَعَ الْأَكْثَرُونَ لَا تَبْطُلُ وَجْهًا وَاحِدًا

“Bila orang yang berpuasa ragu apakah ia telah memutus niat puasanya, membatalkannya atau menggantungkan niatnya atas datangnya seseorang dan sebagainya, maka ada dua pendapat seperti dalam kasus orang yang memastikan akan membatalkan puasanya. Pendapat yang kedua adalah pendapat resmi mazhab, dan ini diputuskan oleh mayoritas ulama Syafi'iyah, yakni tidak batal sama sekali." (An-Nawawi, al-Majmû' Syarh Muhaddzab, III, 285)

Berdasarkan mayoritas ulama Syafi'iyah, keraguan untuk memutus puasa di tengah jalan tidaklah menyebabkan puasa menjadi batal. Catatan penting yang harus diperhatikan adalah puasa tersebut tidak batal selama benar-benar tidak membatalkan puasa, baik dengan makan maupun minum.

Ragu-ragu puasa batal atau tidak menjadi suatu perkara yang perlu diperjelas. Jangan sampai melaksanakan puasa hanya berdasarkan perkiraan belaka tanpa ada kejelasan tegas terkait keraguan puasanya.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2025 atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Edusains
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Nurul Azizah & Yulaika Ramadhani