tirto.id - Muhammad Yusuf Muhi, 71 tahun, memperlihatkan rajah "Kill of Tanah Abang" di dada kanannya. “Bukan sembarangan,” katanya, Kamis siang pekan lalu. Rajah itu dibuat oleh kerabatnya, Henry Tupanwael, seorang perampok ulung era 1960-an saat menghuni hotel prodeo.
“Mana ada tukang kambing Tanah Abang suruh pidato di Istana?” kata pria yang akrab dipanggil Ucu Kambing itu, dengan pembicaraan yang meloncat-loncat, menggambarkan kebanggaan diri menjadi orang berpengaruh dan pernah diundang mendiang Presiden Soeharto ke Istana Negara.
“Fotonya saya lupa taruh di mana,” ia melanjutkan.
Ucu Kambing, salah satu jawara Tanah Abang yang paling disegani, kini berbeda dari masa mudanya. Kesehariannya lebih sering dilalui dengan memotong rumput serta memberi pakan ternak dan ikan, hobi yang dijalaninya pada delapan empang di rumahnya di Cihideung Hilir, sebuah desa kecil di bawah kaki Gunung Salak. Bila capek, Ucu selonjoran di teras rumah. Mengisap rokok sambil minum segelas kopi.
Sesekali ia pergi ke Tanah Abang, mampir ke rumahnya yang lain, di Jalan Kebon Pala 3, dan bersinggah ke istri ketiganya di Tebet, Jakarta Selatan.
“Insyaallah di sini lebih tenang. Kalau di pasar, bawaannye panas,” katanya.
Lahir di Kebon Pala, Tanah Abang, Ucu semula pedagang kambing. Usaha ini lantas bikin namanya dikenal “Bang Ucu Kambing”. Belasan tahun lalu, namanya sohor saat memimpin kelompok Betawi menyingkirkan Kelompok Hercules dari Tanah Abang. Bentrokan kedua kubu ini bermula dari setoran yang diminta kelompok Hercules kepada para pedagang di Pasar Tanah Abang.
Namun, versi lain, bentrokan itu bermula dari kebakaran di permukiman Kebon Jati, Tanah Abang. Saat itu anak buah Hercules disebut-sebut menggondol televisi dari lokasi kebakaran.
“Ini sudah kelewatan,” kata Ucu. “Dulu Abang yang kasih buat kelola bongkaran (tempat prostitusi),” tambahnya, mengklaim bahwa kekuasaan kelompok Hercules di wilayah Tanah Abang juga didapatkan darinya.
“Hercules sebenarnya orang baik. Anak buahnya yang ngotorin namanya. Tapi itu dulu. Sekarang saya berteman baik dengan Hercules. Dia memang orang baik.”
Setelah Hercules tersingkir dari Tanah Abang, Ucu memegang kekuasaan buat mengelola keamanan di Tanah Abang. Ia juga mendirikan organisasi Ikatan Keluarga Betawi Tanah Abang (IKTB). Ia menjadi panglima perang Betawi.
Lewat bendera IKTB, ia mempekerjakan anak buahnya menjaga keamanan, dari Tanah Abang hingga wilayah Kota, Jakarta Barat. Ia juga pernah mengelola jasa penyedia massa pada 2001. Ia pernah mengadang "pasukan berani mati" pimpinan Gus Nuril Arifin yang datang ke Jakarta menjelang Presiden Abdurrahman Wahid dilengserkan.
Kejayaannya mengelola jasa keamanan berpuncak saat Muhayat menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Pusat. Ucu menangani nyaris semua jasa keamanan di kawasan Pasar Tanah Abang. Usai Muhayat menjadi sekretaris daerah, Ucu pelan-pelan undur diri dari bisnis keamanan. Ia menyerahkan kekuasaan kepada koleganya, termasuk kepada Abraham Lunggana alias Haji Lulung.
Gonta-Ganti Pengelola Keamanan
Ketika bentrokan kelompok Betawi dan kelompok dari wilayah timur Indonesia memanas di Tanah Abang pada 1996, Abraham Lunggana sempat dicari-cari warga Tanah Abang karena dianggap pengkhianat. Lulung dituding berkongsi dengan Hercules.
Namun, sebulan usai pertikaian itu mereda, Lulung kembali ke Tanah Abang. “Ada salah paham. Haji Lulung lalu menjelaskan kepada kita,” ujar Anang, salah satu tokoh Tanah Abang yang bergiat dalam perkumpulan budaya Betawi Sikumbang Tenabang.
Sebelum jasa keamanan di Pasar Tanah Abang diserahkan kepada perusahaan resmi, PD Pasar Jaya memakai anak-anak wilayah Tanah Abang sebagai pengelola keamanan. Pada 2004, PD Pasar Jaya menggandeng kelompok Jawara Hulubalang.
Tugas itu diserahkan oleh Kolonel Purnawirawan Bambang Sakti, pembina Hulubalang, pada 20 Desember 2004. Isinya, menugaskan Jawara Hulubalang, saat itu dikoordinasi oleh Anang, untuk menjaga keamanan dan mengoordinasi PKL di Pasar Tanah Abang. Surat ini diteken oleh Direktur PD Pasar Jaya Prabowo Sunirman dan Wali Kota Jakarta Pusat Muhayat.
Namun, sejak 2006, pengelolaan keamanan di Pasar Tanah Abang diserahkan pada perusahaan resmi. Kelompok Jawara Hulubalang, yang pimpin Anang, membuat perusahaan keamanan dan ikut tender.
“Dulu, kan, cara jalananlah, kemudian jadi profesional. Kalau profesional, kami juga harus bisa profesional. Kami ikut tender, siapin berkas-berkas, kompletlah,” kata Anang.
Terakhir, pada 2016, melalui perusahaan yang ia bikin, PT Satria Wira Jaya, Anang mengelola keamanan Blok G, yang tugasnya menjamin keberlangsungan aktivitas ekonomi PKL yang direlokasi Pemprov DKI Jakarta pada 2013.
“Sekarang sudah enggak. Saya sekarang dipercaya menjadi koordinator keamanan di Masjid Al Ma'mur,” ujar Anang.
Saat itu pengelolaan keamanan masih dipecah berdasarkan blok pasar. Namun, pada 2017, sistem ini diubah menjadi per wilayah.
Amanda Gita Dinanjar, manajer humas PD Pasar Jaya, mengatakan saat ini pengelolaan jasa keamanan langsung di bawah kendali PD Pasar jaya, melalui tender yang dimenangkan PT Kartika Citra Indonesia pada 2017. Perusahaan ini, kata Amanda, mengelola keamanan di seluruh pasar-pasar milik PD Pasar Jaya di Jakarta pusat.
Kiprah Haji Lulung
Sementara Haji Lulung, menurut Ucu Kambing, semula pemain limbah di Pasar Tanah Abang. Namun, karena nasibnya bagus dan berpikir lebih maju dari kebanyakan warga, Lulung memilih jalur pendidikan sambil mengelola keamanan. Ketika Prabowo Sunirman menjabat Kepala PD Pasar Jaya, Lulung ditunjuk Ucu buat mengelola keamanan di Blok F.
Peran itu dilakoni Lulung sampai sekarang lewat PT Tirta Jaya Perkasa usai memilih berpisah dari Ucu Kambing. Selain mendirikan perusahaan jasa keamanan, Lulung juga mendirikan kantor pengacara bernama "Kantor Advokat H Lulung, Fendrik dan Rekan".
Baca juga:Bisnis Lapak PKL di Tanah Abang
Lewat perusahaan itu, Lulung mempekerjakan warga asli Tanah Abang. Ia berhasil mengalahkan perusahaan Ucu Kambing, PT Catu Badra Mandawata, untuk mengelola keamanan di Blok F. “Jadi dulu kontrak dengan perusahaan abang habis, dan kemudian diganti ke Haji Lulung,” ujar Ucu. Nama 'Badra Mandawata' diambil dari tokoh fiksi fiksi populer yang dikenal 'si Buta dari Gua Hantu'.
Saat pemilu 2009, Lulung merambah ke dunia politik. Ia mencalonkan diri lewat Partai Persatuan Pembangunan dan lolos sebagai anggota dewan daerah Jakarta periode 2009-2014. Pada pemilihan legistalif 2014, ia kembali terpilih dan kini menjabat wakil ketua DPRD DKI Jakarta.
Meski sebagai anggota dewan, Lulung tak pernah meninggalkan Tanah Abang. Ia masih sering berbicara saat isu Pasar Tanah Abang mencuat.
Pekan lalu, lelaki kelahiran Jakarta, 24 Juli 1959, ini berbeda pendapat dari Wakil Gubernur Sandiaga Uno soal Tanah Abang. Ia meluruskan pernyataan Sandi yang menyebut "preman" buat menata Pasar Tanah Abang. Lulung bilang: Tak ada preman di Tanah Abang.
Baca juga:Sandiaga Uno yang Asal Omong soal Tanah Abang
Anak Wilayah di Pasar Tanah Abang
Sejak kekuasaan berganti dari kelompok Hercules kepada kelompok Ucu Kambing, pengelolaan keamanan juga diberikan kepada anak-anak wilayah di sekitar Kecamatan Tanah Abang.
Setidaknya, ada empat wilayah Tanah Abang yang keamanannya dijaga anak-anak wilayah: Jati Baru, Jati Bunder, Kebon Kacang, serta Gang Tike dan Gang Mess. Areal keamanan para PKL mencakup kawasan di depan Stasiun Tanah Abang.
Menurut Anang dari perkumpulan budaya Betawi Sikumbang Tenabang, menggandeng anak-anak di sekitar wilayah Tanah Abang dinilai lebih efektif. Selain para PKL bisa diatur, keamanan lewat mengerahkan anak-anak wilayah bisa turut "memberi sumbangsih" kepada warga Tanah Abang.
“Nah, sepengalaman saya, ada unsur masyarakatnya, baru mereka (kaki lima) sedikit. Kalau hanya Pemda saja, kalau menurut saya, kurang dihargai,” katanya.
Di beberapa spot Tanah Abang, keamanan memang dijaga oleh anak-anak wilayah, yang bermula dari kelompok Hulubalang pimpinan Anang menerima mandat oleh PD Pasar Jaya pada 2004. Ini berubah ketika kelompoknya tidak lagi dibayar oleh Wali Kota Jakarta Pusat.
Anang mengklaim, kebanyakan anak-anak wilayah ini bukanlah preman seperti tuduhan Sandiaga. “Di sini kebanyakan penjual jasa. Kayak di sini, di Masjid Al Ma'mur, mereka menjaga parkiran."
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam