Menuju konten utama

Berapa Gaji Guru Honorer SD, SMP hingga SMA/SMK per Jam?

Informasi mengenai kisaran rata-rata gaji guru honorer SD, SMP hingga SMA/SMK per jam. Simak penyebab minimnya gaji guru.

Berapa Gaji Guru Honorer SD, SMP hingga SMA/SMK per Jam?
Siswa memberikan ucapan selamat kepada guru saat upacara peringatan Ke-79 Hari Guru Nasional di SMP 1 Banda Aceh, Aceh, Senin (25/11/2024). ANTARA FOTO/Ampelsa/agr

tirto.id - Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan rencana peningkatan kesejahteraan guru honorer mulai tahun 2025. Lantas, berapa gaji guru honorer SD, SMP, hingga SMK per jam?

Melalui pidato resminya dalam memperingati Hari Guru Nasional, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa para guru honorer akan mendapatkan tunjangan sebesar Rp2.000.000 per bulan dengan syarat telah memiliki sertifikasi profesional melalui Program Pendidikan Profesi Guru (PPG).

"Hari ini saya agak tenang, berdiri di hadapan para guru karena saya bisa menyampaikan bahwa kami, walaupun baru berkuasa satu bulan, kami sudah bisa mengumumkan bahwa kesejahteraan guru bisa kita tingkatkan," kata Prabowo, Kamis (28/11/2024).

Sebelumnya, tunjangan gaji guru honorer adalah sebesar Rp1,5 juta. Dengan kata lain, guru honorer yang telah mendapatkan gaji tunjangan sebelumnya akan merasakan kenaikan senilai Rp500 ribu.

Kebijakan Presiden Prabowo ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kesejahteraan dan profesionalisme tenaga pendidik non-ASN. Gaji pokok guru honorer di Indonesia sendiri sangat bervariasi, tergantung pada lokasi dan kemampuan anggaran masing-masing sekolah.

Selain untuk guru honorer, Prabowo juga mengusulkan kenaikan gaji bagi guru ASN (Aparatur Sipil Negara) sebesar satu kali gaji pokok berdasarkan pangkat dan golongan masing-masing. Kebijakan ini diharapkan mulai diterapkan pada awal tahun anggaran 2025 mendatang. Namun kebijakan ini juga tergantung kesiapan anggaran yang dikelola oleh Kementerian Keuangan.

Berapa Rata-Rata Besaran Gaji Honorer di Indonesia?

Di beberapa daerah, gaji guru honorer masih berada di bawah standar Upah Minimum Regional (UMR) yaitu hanya sekitar Rp300.000 hingga Rp1.000.000 setiap bulannya.

Minimnya gaji guru honorer telah menjadi isu yang sering dikritik karena tidak sebanding dengan beban kerja yang berat dan tanggung jawab dalam mendidik generasi muda.

Gaji guru honorer di Indonesia juga sangat beragam tergantung pada jenjang pendidikan, lokasi, dan kemampuan anggaran pemerintah daerah atau sekolah masing-masing.

Besarnya gaji dan ketentuan guru honorer sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer, dan Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang BOS.

Pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 ayat (1) menyebutkan bahwa guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Namun dalam pelaksanaannya, gaji guru honorer tidak sesuai aturan.

Sedangkan dalam Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang BOS, disebutkan bahwa dana BOS dapat digunakan untuk membayar gaji guru honorer hingga 50% dari total dana BOS, asalkan guru memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

Berikut ini gambaran umum gaji guru honorer untuk masing-masing jenjang, mulai dari SD, SMP, hingga SMK:

1. Guru Honorer Sekolah Dasar (SD)

Gaji rata-rata guru Sekolah Dasar (SD) berkisar antara Rp300.000 hingga Rp1.500.000 per bulan, tergantung daerah dan kemampuan sekolah masing-masing. Di beberapa daerah terpencil, gaji guru honorer bisa lebih rendah lagi.

2. Guru Honorer Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Untuk jenjang SMP, gaji guru honorer sedikit lebih tinggi dibandingkan guru SD. Rata-rata Rp500.000 hingga Rp2.000.000 per bulan, bergantung pada sumber pendanaan APBD atau sekolah.

3. Guru Honorer SMA/SMK

Pada tingkat SMA/SMK, gaji guru honorer biasanya berkisar antara Rp800.000 hingga Rp2.500.000 per bulan, tergantung status sekolah negeri atau swasta.

4. Guru Madrasah (MI, MTs, MA)

Guru honorer di madrasah, baik swasta maupun negeri, sering menerima gaji dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) atau yayasan masing-masing. Rata-rata gaji guru honorer di madrasah berkisar Rp300.000 hingga Rp1.500.000 per bulan, dengan tambahan insentif di beberapa daerah.

Selain itu, gaji guru honorer juga bisa dihitung berdasarkan jam kerja. Gaji guru honorer menjadi jauh lebih rendah dari standar UMR jika penghitungan gaji dihitung per jam.

Sebagai contoh, rata-rata guru bekerja 5-6 jam per hari dalam seminggu, atau sekitar 100-120 jam setiap bulannya. Dengan gaji Rp500.000 per bulan, maka pendapatan per jam guru honorer hanya sekitar Rp4.000 hingga Rp5.000 saja. Jumlah ini sangat jauh dari upah layak.

Sebagai perbandingan, UMR di beberapa daerah di Indonesia untuk tahun 2024 berada pada kisaran Rp2.500.000 hingga Rp5.000.000 per bulan atau sekitar Rp15.000 hingga Rp30.000 per jam.

Mengapa Gaji Guru Honorer Begitu Minim?

Gaji guru honorer di Indonesia seringkali sangat minim karena berbagai faktor. Berikut ini beberapa faktor utama penyebab minimnya gaji guru honorer:

1. Ketergantungan pada Dana Sekolah

Gaji guru honorer biasanya bergantung pada sumber pendanaan sekolah, seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk sekolah negeri atau dana yayasan untuk sekolah swasta.

Keterbatasan anggaran sekolah membuat gaji guru honorer dibayar jauh di bawah standar Upah Minimum Regional (UMR). Dalam Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020, alokasi maksimal 50% dari dana BOS untuk gaji guru honorer tetap tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan banyak guru di sekolah yang memiliki anggaran kecil.

2. Tidak Diatur sebagai Pegawai Negeri

Guru honorer bukanlah bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga tidak mendapatkan gaji yang diatur oleh negara. Para guru honorer bekerja berdasarkan kontrak atau perjanjian kerja dengan sekolah atau yayasan, yang membuat para guru honorer tidak memiliki hak atas gaji pokok yang setara dengan ASN.

Selain itu, peraturan PP Nomor 48 Tahun 2005 membatasi pengangkatan guru honorer baru, sehingga tidak ada jaminan kenaikan status untuk mendapatkan gaji yang layak.

3. Minimnya Alokasi Anggaran untuk Pendidikan

Meskipun anggaran pendidikan di Indonesia cukup besar, distribusi dan penggunaannya seringkali kurang efektif. Sebagian besar dana dialokasikan untuk infrastruktur dan kebutuhan administratif, sehingga kesejahteraan guru honorer kurang diperhatikan. Hal ini tentu saja menciptakan ketimpangan antara guru ASN dan guru honorer.

4. Kesenjangan Wilayah

Guru honorer di daerah terpencil atau di sekolah kecil sering kali menerima gaji jauh lebih rendah dibandingkan para guru honorer yang bekerja di kota besar atau sekolah favorit. Hal ini disebabkan oleh kurangnya anggaran sekolah dan rendahnya jumlah siswa yang berimbas pada kemampuan sekolah untuk membayar gaji guru honorer yang layak.

5. Terlalu Banyak Guru Honorer

Jumlah guru honorer yang cukup banyak menambah tekanan pada sistem pendidikan di Indonesia. Sekolah membutuhkan tenaga tambahan, sehingga pihak sekolah mempekerjakan guru honorer dengan anggaran yang terbatas. Jumlah guru honorer yang besar juga membuat pemerintah kesulitan menyediakan kenaikan kesejahteraan secara merata.

6. Kurangnya Sertifikasi

Guru honorer yang tidak memiliki sertifikasi atau kualifikasi dalam Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) akan menerima gaji lebih rendah karena tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan tunjangan profesi sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Minimnya gaji guru honorer menyebabkan rendahnya motivasi dan kualitas hidup para guru honorer yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas pendidikan. Kebijakan seperti peningkatan gaji sebesar Rp2.000.000 bagi guru bersertifikasi yang diumumkan Presiden Prabowo, mungkin dapat menjadi salah satu solusi yang tepat. Namun kebijakan ini perlu diikuti dengan perbaikan distribusi anggaran dan sistem rekrutmen tenaga pendidik secara menyeluruh.

Baca juga artikel terkait GAJI GURU atau tulisan lainnya dari Robiatul Kamelia

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Robiatul Kamelia
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Balqis Fallahnda & Dipna Videlia Putsanra