Menuju konten utama

Berakhirnya Petualangan Bekas Bos Lippo Group Menjadi Buron KPK

Bagaimana Eddy Sindoro, bekas Presiden Komisaris Lippo Group, bisa melarikan diri ke luar negeri setelah jadi DPO?

Berakhirnya Petualangan Bekas Bos Lippo Group Menjadi Buron KPK
Empat pemanjat profesional membentangkan spanduk yang bertuliskan "Berani Lapor Hebat" di gedung KPK C1 Jalan HR Rasuna Said, Jakarta (26/3/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Bekas Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro, akhirnya menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (12/10/2018). Butuh lebih dari dua tahun bagi komisi antirasuah untuk mencokok buronan kasus suap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini.

"Tersangka ES [Eddy Sindoro] telah menyerahkan diri ke KPK," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat dikonfirmasi Tirto, Jumat (12/10/2018).

Petualangan Eddy Sindiro berawal pada 20 April 2016. Saat itu, KPK menangkap tangan dan menciduk panitera/sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan pegawai PT Arta Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno.

Keduanya kemudian ditersangkakan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakpus.

Pada Mei 2016, KPK mengagendakan dua kali pemeriksaan terhadap Eddy Sindoro. Namun dua kali itu juga Eddy mangkir dari panggilan.

KPK kemudian menetapkan Eddy sebagai tersangka pada November 2016. Eddy diduga menyuap panitera di PN Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp150 juta.

Uang itu diberikan agar Edy Nasution menunda proses aanmaning atau peringatan eksekusi PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL).

Kedua perusahaan tersebut merupakan anak usaha Lippo Group.

Namun, ketika hendak diperiksa untuk pertama kalinya sebagai tersangka, Edy tak hadir tanpa keterangan.

Setahun berselang, tepatnya pada November 2017, Eddy ketahuan hendak memperpanjangan paspor di Myanmar. KPK menerangkan sepanjang 2016 hingga 2018, Eddy telah mengelilingi sejumlah negara di Asia Tenggara, antara lain Thailand, Malaysia, Myanmar, dan Singapura.

Agustus 2018, KPK memasukkan Eddy ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Namun berselang beberapa hari saja, tepatnya pada 29 Agustus 2018, Eddy ditangkap otoritas Malaysia dan dipulangkan pada hari yang sama.

Sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Eddy berhasil melarikan diri lagi ke luar negeri. Kali ini dia kabur ke Bangkok, Thailand. KPK menduga Eddy bisa kabur karena ia tidak melewati gerbang imigrasi.

Namun, bagaimana bisa Eddy terbang lagi tanpa melalui pintu imigrasi?

Kepala Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Agung Sampurno menerangkan kepada Tirto (5/10/2018) kalau Eddy tiba di Jakarta dengan menggunakan maskapai Air Asia dan mendarat di Terminal 2.

Ia menjelaskan kalau tata letak Terminal 2 memungkinkan terjadinya pencampuran antara penumpang yang baru datang dan akan berangkat. Ia menduga Eddy memanfaatkan situasi ini untuk kabur.

"Kalau lewat imigrasi langsung ketangkap," katanya.

KPK pun menduga seorang advokat bernama Lucas membantu Eddy melarikan diri untuk yang kedua kalinya. Karenanya, KPK menetapkan Lucas sebagai tersangka pada Senin (1/10/2018) dengan tuduhan menghalangi penyidikan.

Jumat 12 Oktober 2018, pelarian Eddy Sindoro usai. Ia menyerahkan diri ke KPK melalui atase Kepolisian RI di Singapura. Pukul 12.20 waktu Singapura, Eddy diterbangkan ke Jakarta. Pada 14.30 WIB dia tiba di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PANITERA PN JAKPUS atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino