Menuju konten utama

Benarkah Vagina Kesat dan Ketat Bikin Seks Lebih Nikmat?

Anggapan bahwa ukuran vagina memengaruhi kepuasan seksual mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat umum dan peneliti.

Benarkah Vagina Kesat dan Ketat Bikin Seks Lebih Nikmat?
Ilustrasi intercourse. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Apa yang terlintas di kepala saat ditanya faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan di ranjang? Siapa orang yang diajak berhubungan seks, relasi macam apa yang terjalin, manuver yang dilancarkan, atau bagaimana bentuk tubuh dan ukuran organ seksual pasangan?

Orang sering menyangka bahwa mereka yang berpenis besar atau panjang bisa lebih memuaskan pasangannya. Di lain sisi, iklan-iklan produk pengencang dan pembuat kesat vagina gampang ditemukan di mana-mana, untuk alasan kepuasan seksual pasangan pula.

Baca juga: Ukuran Penis dan Hal-Hal yang Belum Selesai

Ada yang memandang, ukuran vagina berpengaruh terhadap kenikmatan yang didapatkan saat bercinta. Namun, sebagian pihak menolak anggapan ini. Christine O’Connor, ginekolog di Mercy Medical Center, Baltimore, menyatakan dalam artikel bertajuk “Does Vagina Size Matter” di WebMD bahwa bagi perempuan, urusan kepuasan seksual lebih didorong oleh lubrikasi dan rangsangan serta hubungan yang baik dengan partner.

Tidak semua perempuan mudah terangsang dan mengeluarkan cairan vagina—yang dibutuhkan untuk kenyamanan bercinta. Ini dapat dikarenakan oleh kondisi psikologisnya yang tidak siap untuk berhubungan badan, entah karena stres, khawatir, atau tegang.

Saat kering, gesekan yang terjadi akibat penetrasi akan membuat vagina nyeri, bahkan terluka. Namun ironisnya, berkembang asumsi yang justru mendatangkan risiko semacam ini: semakin kesat dan ketat vagina, makin nikmat hubungan seks yang dilakukan. Dalam studi Hull & Budiharsana (2001), aktivitas seks yang melibatkan vagina kering disebut dry sex. Menurut mereka, di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand, sebagaimana sub-sahara Afrika, dry sex kerap dilakukan.

Sebagian perempuan terobsesi dengan stereotip seks menyenangkan adalah seks dengan mereka yang bervagina sempit dan kesat, terobsesi dikatakan seperti perawan—yang definisinya dikerucutkan hanya seputar keutuhan selaput dara.

Ada asumsi bahwa seks setelah perempuan melahirkan tidak lagi membawa kenikmatan yang sama bagi pasangannya karena mulut vaginanya melonggar. Selain melahirkan, faktor lain yang konon membuat vagina berubah adalah seringnya berhubungan seks.

Padahal, menurut terapis seks dan penggagas LovelogyUniversity.com, Dr. Ava Cadell, normal saja jika liang vagina melonggar. Tetapi seiring waktu, ia akan kembali ke ukuran normal berapa pun usia perempuan tersebut. Mulut vagina adalah bagian tubuh yang elastis, demikian disampaikan oleh Debby Herbenick, Ph.D., associate professor dari Indiana University dan penulis The Coregasm Workout. “Vagina tidak berubah bentuk atau ukurannya gara-gara sedikit atau banyaknya hubungan seks yang dia lakukan. Vagina juga tidak berubah akibat ukuran penis pasangan yang dipenetrasi ke dalamnya,” ungkap Herbernick. Kunci vagina kencang sebenarnya adalah rajin melakukan senam kegel.

Baca juga Rajin Olahraga Mendongkrak Kepuasan Bercinta

infografik besar belum tentu kekar

Saking besarnya propaganda tentang vagina ideal yang konon bisa memberi kenikmatan seksual lebih buat laki-laki, macam-macam jamu pun bermunculan dengan menggadang-gadang khasiat mampu merapatkan atau membuat kesat vagina. Hull & Budiharsana juga menyatakan, di beberapa kota di Indonesia, perempuan menggunakan tongkat putih yang dimasukkan ke dalam vaginanya. Konon, ramuan tradisional ini mampu mengesatkan dan mengetatkan vagina. Selain ramuan tradisional, ada pula tindakan medis seperti labiaplasty yang dibilang dapat mempercantik genitalia perempuan.

Baca juga Labiaplasty, Operasi Mulut Vagina dan Kontroversinya

Tirto menanyai dua laki-laki soal ukuran vagina pasangan dan kepuasan seksual yang mereka dapatkan. Laki-laki pertama, Danang (24), bukan nama sebenarnya, mengatakan bahwa yang memuaskan dirinya bukanlah bentuk atau ukuran kelamin pasangannya, melainkan kemampuan beraksi pasangan di ranjang. Lain lagi dengan pendapat Joni (32), bukan nama sebenarnya, “Saya nggak begitu melihat faktor fisik, tetapi apakah saya dan dia sama-sama nyaman atau tidak. Biasanya kalau ngobrol sama seseorang dan dia membuat saya kagum dengan cara pikirnya, saya bisa terangsang.”

Lebih lanjut mengenai anggapan vagina kesat membuat seks lebih nikmat, Danang tidak mengamini hal ini, “Bagi saya justru malah dry sex itu lebih nggak enak. Kasihan pasangan saya, karena pasti hal itu membuat dia nggak nyaman secara fisik.”

Kepedulian terhadap kenikmatan seksual perempuan—yang acap kali luput dari perbincangan publik—juga ditekankan dalam hasil penelitian Braun dan Kitzinger (2001). Mereka berargumen, konstruksi ukuran vagina sebagai citra tubuh ideal merupakan hal problematis. Pasalnya, hal ini dipakai untuk mengontrol dan menekan perempuan. Suburnya konstruksi ini disokong juga oleh minimnya pengetahuan perempuan tentang organ seksual mereka sendiri.

Baca juga artikel terkait VAGINA atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Patresia Kirnandita
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti