Menuju konten utama

Ukuran Penis dan Hal-Hal yang Belum Selesai

Ukuran penis adalah diskusi yang tak pernah usai. Ada yang menganggap ukuran adalah segala-galanya. Tapi, ada yang tak peduli dengan ukuran. Yang penting tentu saja, fungsinya.

Ukuran Penis dan Hal-Hal yang Belum Selesai
Ilustrasi [foto/shutterstock]

tirto.id - Bagaimana rasanya punya penis terbesar di dunia?

Setidaknya selepas Abad Yunani Kuno -- di mana patung dewa dan pahlawan dipahat dengan ukuran penis yang mini-- dunia machoisme seperti terobsesi dengan ukuran. Semakin besar maka semakin macho kamu. Ukuran besar dianggap bisa membahagiakan pasangan serta membuat pemiliknya bangga bukan kepalang.

Tapi bagaimana kalau punyamu... terlalu besar. Itu yang terjadi pada Jonah Falcon. Namanya menjulang setelah tampil di film dokumenter HBO, Private Dicks: Men Exposed. Di film yang dirilis pada 1999 itu, nama Jonah Falcon disebut sebagai pemilik penis terbesar di dunia. Pada 2003 majalah Rolling Stone menuliskan laporan panjang tentangnya. Dalam suatu kesempatan, Falcon membuka celananya di depan sang reporter. Di antara suara televisi yang kecil dan sorot lampu yang mengarah ke selangkangan, si reporter bernama Robert Kurson ini cuma bisa terperangah sembari memaki, gabungan rasa kagum dan dengki.

"God."

"Holy shit."

"Jesus Christ."

Menurut penelitian Kinsey Institute, panjang penis lelaki dewasa Amerika ketika ereksi hanya di bawah 15 centimeter. Sebagian besar, sekitar 87 persen, hanya 12 centimeter. Sebelum kehadiran Falcon, penis terpanjang yang pernah tercatat adalah sekitar 22 centimeter ketika ereksi.

Semua itu buyar di hadapan barang Jonah. Miliknya, ketika tidur, bahkan sudah mencapai 24 centimeter. Ketika ereksi, ia memanjang hingga 34 centimeter. Tiga. Puluh. Empat. Centimeter. Lebarnya, diceritakan tak jauh berbeda dengan diameter botol wine. Menurut pengakuan orang-orang yang pernah melihat milik Falcon, bentuknya digambarkan sebagai "fantastis", "indah", "menyeramkan", dan "menarik perhatian".

Tapi tidak seperti kebanyakan lelaki yang memuja ukuran sebagai lambang kejantanan, Falcon sudah lelah dengan itu semua. Semenjak pertama kali membuka celana di ruangan ganti ketika umur 10 tahun, orang-orang sudah takjub dengan ukurannya. Bahkan saat itu ukuran milik Falcon sudah mengalahkan bapak-bapak kawan sebayanya. Ketika remaja, dia memang sempat bangga, bahkan memamerkan, “si Raksasa”. Karena ukurannya ini, banyak perempuan yang penasaran ingin tidur dengannya. Menurut Falcon, dia sudah tidur dengan setidaknya 1.500 perempuan.

Untuk keperluan liputan, Kurson mengikuti Falcon seharian. Ketika New York Yankees bertanding, Falcon mengenakan celana baseball, yang tentu saja ketat. Membuat penisnya menonjol, seperti pentungan. Kurson penasaran.

"Tidakkah kamu khawatir kalau tonjolan di selangkangan celanamu bisa membuat takut orang-orang?"

"Tujuannya sebenarnya jelas. Mengenakan celana ketat itu bukan cuma untuk cari perhatian. Melainkan untuk melihat orang-orang terobsesi denganku. Aku tukang pamer. Aku suka melihat orang-orang yang menatap selangkanganku. Kalau aku pakai celana sepeda, wah lebih mantap lagi," kata Falcon.

Tapi kemudian dia lelah. Dia dianggap abnormal. Ketika sedang berjalan, orang tak memandang wajahnya, melainkan ke selangkangan. Sembari berbisik, kadang ada juga yang mengucapkannya dengan keras, "itu pasti palsu." Falcon juga merasa tidak nyaman ketika memakai celana. Setiap beberapa ratus meter, dia harus membenarkan posisi barangnya. Suatu hari ketika berada di bandara, dia digelandang ke kantor sekuriti. Falcon dianggap menyembunyikan senjata di selangkangannya.

Kehidupan seksnya juga boleh dibilang tak menyenangkan amat. Dari total panjang 34 centimeter, yang bisa masuk hanya 22 centimeter. Tentu karena tak muat. Itupun sudah membuat banyak perempuan merasa kesakitan. Hal itu berujung pada amblasnya mood bercinta si perempuan. Ketika perempuan melakukan felatio, gantian Falcon yang kesakitan. Sebab, "dengan ukuran seperti ini, tidak bisa tidak, pasti kena gigi." Guyonan 'kena gigi uang kembali' pasti tidak berlaku untuk Falcon.

Dengan ukurannya yang menakjubkan itu, banyak tawaran untuk membintangi film porno. Tapi Falcon menolak, selalu menolak. Sebab dia ingin menjadi aktor dan penulis. Ambisinya cukup kuat. Dia sering hadir di kursus akting dan juga kepenulisan. Selain itu, Falcon juga beberapa kali tampil di serial televisi. Meski kerap ditolak, para produser film porno seperti tak kenal lelah membujuk Falcon. Sebab mereka paham, apa yang ada di bawah perut Falcon itu adalah tambang uang. Jauh lebih dahsyat dibandingkan milik Dirk Diggler, bintang porno fiktif dalam film Boogie Nights yang punya penis raksasa.

"Tapi aku tak pernah mau main film porno. Sebab sekali aku main di film porno, tak akan ada orang yang menganggapku serius. Tak ada," katanya.

Perihal ukuran ini memang tak ada habisnya. Ada banyak sekali penelitian yang mengkaji tentang ukuran penis di seluruh dunia. Sebenarnya banyak yang menanyakan untuk apa penelitian semacam ini. Mungkin hanya akan berakhir membanggakan bagi penduduk negara Kongo atau Ghana, dan jadi bahan lelucon basi bagi warga Korea Utara. Tapi apa boleh buat, sebagian besar dari kita memang terobsesi pada ukuran.

Salah satu survei yang belakangan bikin heboh adalah yang dilakukan oleh situs gaya hidup, Mandatory. Survei ini dianggap rasis, karena menganggap para lelaki kulit hitam adalah mereka dengan ukuran yang paling besar. Apapun hasilnya, survei ini cukup membuat lelaki Amerika Serikat dan Inggris merana.

Selama ini pria AS bangga dengan Johnny Sins dan warga Inggris bangga dengan Danny D, seolah-olah ukuran penis Sins dan D adalah representasi ukuran semua pria di dua negara itu. Dari hasil survei Mandatory, ternyata tidak.

Mandatory membuat empat golongan berdasar warna. Hijau paling besar yakni antara 16 hingga 18 centimeter. Kemudian ada kuning yang berkisar 14 hingga 15 centimeter. Oranye adalah negara yang rata-rata ukuran penis lelakinya antara 11 hingga 13 centimeter. Sedangkan merah dianggap negara dengan ukuran termungil, berkisar 9,5 hingga 12 centimeter.

Dari ukuran itu, ternyata ukuran ego pria Amerika dan Inggris lebih besar ketimbang penisnya. Untuk ukuran penis, mereka ada di kategori oranye. Medioker. Sedangkan Indonesia, ada di kategori merah alias mungil, rata-rata 12 centimeter. Tapi Indonesia boleh berbesar hati, setidaknya di kategori merah, milik pria Indonesia dianggap paling besar. Lebih besar ketimbang milik orang India, Singapura, Jepang, Malaysia, Vietnam, dan sama dengan Iran.

Mereka yang boleh mendongakkan dagu adalah kebanyakan warga Afrika dan Amerika Latin. Juaranya adalah Kongo, dengan rata-rata ukuran penis mencapai 18 centi ketika ereksi. Sebaliknya, yang paling imut adalah Korea Utara, dengan ukuran 9,5 centimeter.

Penelitian serupa juga pernah dibuat oleh Dr. Richard Lynn dari Universitas Ulster, pada 2012. Hasilnya juga tak jauh berbeda dengan anggapan selama ini. Penis pria dari Afrika adalah yang paling besar, sedangkan orang Asia adalah pemilik penis yang mungil.

Lynn menggunakan teori dari Philippe Rushton, yakni teori r-K Life History. Menurut Rushton, ada dua golongan makhluk hidup dilihat urusan reproduksi. Golongan R adalah mereka dengan keturunan yang banyak dengan kecenderungan abai terhadap keturunannya. Sedangkan golongan K adalah mereka yang punya sedikit keturunan, dan amat menjaga keturunannya, semisal memberi makan sewaktu bayi dan menjaganya hingga dewasa. Awalnya ini adalah teori biologi untuk hewan. Golongan R adalah ikan, amfibi, dan reptil. Sedangkan K adalah para mamalia, monyet, kera, dan manusia.

Secara lanjutan, Lynn menggunakan teori ini dengan pembedaan: R adalah orang-orang Afrika, sedangkan orang Asia adalah K. Sedangkan orang Eropa ada di tengah-tengah, walau cenderung lebih dekat ke Asia. Menurut Rushton, teori ini berkaitan dengan ukuran otak, kecerdasan, dan ukuran penis. Orang Afrika, menurut Rushton, memiliki otak terkecil namun penis terbesar. Di orang Asia kebalikannya. Dalam teori ras, ini disebut sebagai Goldilocks, di mana kemudian disebutkan orang Eropa adalah ras unggul karena merupakan gabungan otak yang cerdas dan penis yang besar. Tentu saja teori ini ditentang oleh banyak ilmuwan.

Tapi tetap saja ada banyak orang yang memakai teori ini, termasuk Lynn yang menggunakannya untuk mengkaji ukuran penis. Namun penelitian Lynn banyak dikritik oleh sesama peneliti. Menurut mereka, apa yang dilakukan oleh Lynn adalah pseudo-science.

"Teori Lynn tentang ras, bersandar pada pondasi keilmuan yang goyah dan data yang dia gunakan untuk mengukur rata-rata penis manusia itu tidak bisa dipercaya. Karenanya, klaimnya bisa dianggap tidak ilmiah," tulis Scott McGreal dalam situs Psychology Today.

Apapun itu, ukuran penis memang sensitif. Harus diakui kalau sebagian besar pria terobsesi dengan ukuran yang besar. Di Indonesia, obsesi itu muncul dalam berbagai bentuk. Mak Erot, misalkan. Nama itu legendaris, terutama bagi pria yang begitu ingin ukuran yang besar. Selain Mak Erot, ada banyak sekali emak-emak atau abah-abah lain yang berpromosi mereka bisa membesarkan penis. Belum lagi berbagai obat yang diklaim bisa memperpanjang dan memperbesar penis. Mulai minyak kobra, hingga minyak bulus.

Di Papua ada nama daun yang keberadaannya begitu dipuja, bahkan reputasinya terdengar hingga luar daerah. Daun bungkus, namanya. Dianggap bisa memperbesar penis. Seorang teman, Jawa tulen, suatu hari pernah berkisah tentang khasiat daun bungkus ini. Kawan yang berdomisili di Yogyakarta itu akan menikah dalam waktu dekat. Maka, seperti kebanyakan pria lain yang ingin dianggap perkasa, dia pun berusaha memperbesar penisnya.

Menurutnya, daun ini harus ditumbuk terlebih dulu. Kemudian dibalurkan hingga membungkus penis. Akan terasa gatal dan perih pada awalnya. Bersihkan jika sudah terasa panas. Selama pembungkusan, penis tidak boleh kena air. Setelah 10 jam dibungkus, penis akan membengkak dan perih.

"Sekitar dua sampai tiga hari, penis itu akan melepuh, bro," kata Si Kawan yang tentu saja malu kalau namanya dicantumkan.

Katanya lagi, biarkan gelembung lepuhan itu pecah dengan alami. Saat itulah, pengguna daun bungkus bisa mengobati luka. Bisa pakai obat merah, salep, atau bedak bayi. Dari penuturan si Kawan, proses membesarkan penis dengan daun bungkus ini perih. Tapi dia mau melakukannya, karena terimingi ukuran penis kawannya, yang kebetulan asli Papua dan memang ukurannya besar.

"Memang setelah dibungkus itu, jadi besar signifikan bro," ujar kawan itu dengan wajah berbinar.

Sutradara Iman Brotoseno juga pernah menuliskan babad daun bungkus ini di blognya. Suatu ketika dia pergi ke Papua. Di sana dia mendengar tentang keajaiban daun bungkus. Permanen pula, tanpa ada pantangan macam-macam seperti yang disyaratkan di Mak Erot. Karena penasaran, dia coba melihat penis milik seorang kru yang asli Papua.

"Astagfirullah, saya seperti melihat seekor kucing yang sedang tidur di bawah perutnya," tulis Iman.

Segala macam usaha membesarkan penis ini merupakan bukti bahwa ukuran penis memang masih jadi kebanggaan kaum pria di Indonesia. Mereka bukan tipikal orang yang mau diam menerima begitu saja ukuran yang diberi. Apapun dilakukan untuk meng-upgrade barangnya.

Perbincangan soal ukuran ini kemudian jadi memunculkan lagi pertanyaan klasik yang masih belum selesai diperbincangkan: apakah ukuran penis sedemikian penting?

Dalam sebuah video berjudul "Does Size Really Matters" yang dimuat di Elite Daily, seorang perempuan yang diwawancara berkata, "Ukuran itu sebenarnya gak penting-penting amat. Asal jangan terlalu kecil sampai tidak terlihat."

"Banyak perempuan bilang kalau mereka ingin berhubungan dengan lelaki berpenis besar. Mereka tidak tahu kalau penis yang terlalu besar itu malah bikin sakit," kata perempuan lain. Pengalaman Jonah Falcon, yang ukuran penisnya ibarat Zeus bagi para dewa, juga meyakinkan bahwa ukuran besar itu tidak menjamin kebahagiaan. Bisa-bisa malah menimbulkan kesakitan, juga keperihan.

Mungkin yang paling ideal adalah, menyitir nyanyian biduan Vety Vera dulu: yang sedang-sedang saja, yang penting ia berfungsi!

Baca juga artikel terkait PENIS atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti