tirto.id - Keluhan para sopir truk soal mahalnya tarif tol Trans Jawa jadi bahan kritikan bagi lawan petahana jelang Pilpres 2019. Tarif tol di Indonesia khususnya Trans Jawa dianggap paling mahal di kawasan ASEAN.
Tarif Tol Trans Jawa berdampak signifikan terhadap pengeluaran harian pengusaha truk. Setidaknya dibutuhkan biaya di atas Rp1 juta untuk melewati tol Trans Jawa terutama untuk jenis kendaraan golongan V atau truk besar. Akibatnya, banyak pengusaha justru menghindari jalan tol dan beralih ke jalur jalan nasional Pantura.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Suhendra Ratu Prawiranegara mengatakan, tarif tol di Indonesia merupakan tarif tol termahal di Asia Tenggara. Namun, ia tak merinci lokasi-lokasi tol dan jenis tarif golongan kendaraan.
Menurutnya, rata-rata tarif tol di Indonesia berkisar Rp1.300 hingga Rp1.500/km. Negara-negara tetangga, seperti Singapura Rp778/km, Malaysia Rp492/km, Thailand dalam kisaran Rp440/km, Vietnam dalam kisaran Rp1.200/km, dan Filipina Rp1.050/km.
Tirto mencoba mengumpulkan tarif beberapa ruas jalan tol atau jalan berbayar sejenisnya di beberapa negara Asia Tenggara yang tarifnya relatif paling mahal yaitu, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Tarif tol yang dikumpulkan merupakan harga untuk kendaraan berat dan nilainya sudah dikonversikan ke dalam satuan rupiah menurut kurs pada 8 Februari 2019.
Khusus Singapura, ada ruas jalan bebas hambatan atau expressway bertarif yang menerapkan Electronic Road Pricing (ERP). Di Singapura, tarif ERP juga berlaku pada jalan arteri. Tarif yang berlaku diatur berdasarkan jadwal yang ditetapkan, pada saat jam-jam sibuk tarifnya makin mahal untuk jenis kendaraan dan berlaku pada ruas arteri maupun expressway. Tarif ERP yang berlaku lebih bertujuan untuk pengendalian lalu lintas kendaraan.
"Di Singapura memang tak ada tol, mereka pakai sistem ERP. Kalau bisa disetarakan dengan tol itu, sistem ERP pada expressway," kata Pemerhati Transportasi dari Unika Soegijapranata yang juga anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno kepada Tirto.
Dari tabel di atas, terlihat bahwa tarif tol yang paling mahal ada di Pan Island Expressway (PIE) Singapura yaitu Rp2.890,8/km untuk kendaraan berat saat jam sibuk di hari kerja. Itu adalah harga yang paling tinggi untuk setiap rute jalan tol. Ruas tol ini dimasukkan dalam sampel tabel juga karena sebagai expressway yang kali pertama dibuat di Singapura.
Di Indonesia, ada ruas tol Trans Jawa yang ruas-ruasnya merupakan kombinasi dari ruas tol yang baru dibangun dengan biaya investasi lebih mahal, hingga yang sudah lama dibangun beberapa dekade lalu. Ruas tol ini juga tengah menjadi kontroversi karena tarifnya dianggap terlalu mahal.
Hasil perhitungan, rata-rata tarif Tol Trans Jawa adalah Rp2.264,6/km. Angka ini merujuk data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PU dan Perumahan Rakyat yaitu total panjang jalan tol Trans Jawa 706,09 km, mencakup ruas Jakarta-Cikampek. Rinciannya Jakarta-Cikampek 73 Km dan Cikampek-Surabaya (Gempol) 633 km yang jadi inti proyek Trans Jawa yang mulai dibangun pasca krisis 1998.
Di Filipina, ada Star Tollway memiliki tarif Rp1.831,7 per km. Sementara itu tarif tol di Malaysia, ada rus tol North-South Expressway dari pintu masuk Ainsdale hingga Juru yang berjarak 386,5 km, kendaraan paling berat (golongan III) hanya perlu membayar sebesar RM106,4, bila dirupiahkan dengan kurs Rp3.437,4 pada 8 Februari 2019, maka nilainya Rp365.742,6 atau Rp946,3 per km.
Dari sampel ruas-ruas tol tersebut, menunjukkan tarif tol di Indonesia khususnya rata-rata tarif di Trans Jawa memang termasuk salah satu yang termahal di ASEAN. Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan mahalnya tarif tol Trans Jawa didasari banyak pertimbangan. Beberapa pembangunan tol Trans Jawa dibangun menggunakan dana investor swasta, sehingga penerapan tarif lebih mempertimbangkan pengembalian modal investor tol dari waktu konsesi tol yang diberikan pemerintah biasanya 40 tahun semenjak penandatangan kontrak.
Besaran tarif tol juga sangat tergantung dengan kapan investasi tol itu berlangsung, semakin lebih dulu dibangun, maka kemungkinan tarifnya berpotensi lebih rendah, karena biaya investasi jauh lebih murah. Selain itu, ada faktor lain seperti jenis konstruksi dan medan, semakin medan yang sulit atau banyak menggunakan konstruksi elevated/layang atau terowongan maka investasinya makin besar, sehingga tarif berpotensi makin tinggi.
Ruas jalan Marina Coastal Expressway misalnya, pembangunannya baru selesai pada Desember 2013. Marina coastal yang menghubungkan bagian timur dan barat Singapura ini mematok Rp4.833,1 per Km untuk jenis kendaraan berat dari MCE hingga Central Boulevard. Ruas ini memiliki konstruksi terowongan bawah tanah.
Di Indonesia, ada Tol Trans Jawa selain waktu pembangunannya tergolong baru, biaya pembebasan lahan yang perlu ditebus kepada pemilik tanah juga sudah tidak murah lagi seperti dua dekade lalu saat kali pertama dicetuskan. Rata-rata Tol Trans Jawa baru beroperasi setelah 2015.
Baca juga: Jokowi Bangun Tol Lebih Panjang dari SBY & Presiden Sebelumnya?
Tarif tol yang relatif mahal adalah konsekuensi dari pembangunan infrastruktur yang mengandalkan pemodal, dan proses pembangunannya terlambat. Namun, Sumaryoto dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret dalam artikel jurnalnya yang berjudul “Dampak Keberadaan Jalan Tol Terhadap Kondisi Fisik, Sosial, dan Ekonomi Lingkungannya” (2010) menyebutkan bahwa pembangunan jalan tol akan berdampak positif bagi daerah yang berada di lokasi dekat pintu keluar-masuk jalan tol. Aktifitas perekonomian akan berkembang lebih cepat.
Namun bagi daerah yang berada di sepanjang jalan tol tidak bisa berharap banyak dari penjualan barang dan jasa. Selain itu, efek lingkungan yang ditimbulkan juga menjadi perhatian, seperti berkurangnya daerah resapan air dan lahan pertanian. Melihat dari sisi transportasi, keberadaan Jalan Tol Trans Jawa memang memperlancar arus dan dapat mempersingkat waktu perjalanan.
Bila mencermati ihwal penurunan ongkos logistik menjadi salah satu tujuan pembangunan jalan tol Trans Jawa, maka persoalan tarif layak dipikirkan ulang oleh pemerintah. Bagaimana menyeimbangkan kepentingan investor dan tujuan menekan biaya logistik dengan adanya pembangunan tol.
Editor: Suhendra