Menuju konten utama

Belum Sebulan, UU MD3 Hasil Revisi Sudah Digugat FKHK dan PSI

Gugatan pertama diajukan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK). Gugatan kedua berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Belum Sebulan, UU MD3 Hasil Revisi Sudah Digugat FKHK dan PSI
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menyerahkan berkas pembahasan revisi UU MD3 kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Sudah ada dua pihak yang menggugat uji materi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) hasil revisi, meski umur beleid itu belum genap satu bulan.

Pertama, gugatan diajukan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) ke Mahkamah Konstitusi (MK), 14 Februari lalu. Gugatan kedua berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang baru mendaftarkan gugatan, Jumat (23/2/2018).

Meski diajukan dalam waktu berbeda, substansi gugatan FKHK dan partai yang dipimpin Grace Natalie itu sama. Keduanya mempermasalahkan tiga pasal kontroversial di UU MD3 hasil revisi. Ketiganya adalah Pasal 73 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245.

Pasal 73 ayat (3) dan (4) mengatur wewenang DPR untuk memanggil paksa orang. Paksaan bisa dilakukan jika orang terkait menolak memenuhi panggilan dewan.

"Tidak relevan kemudian untuk mengontrol perilaku warga dengan menjadikan masyarakat sebagai korban dari pemanggilan paksa," kata Kuasa hukum FKHK Irman Putra Sidin dalam keterangan tertulis kepada wartawan, 14 Februari 2018.

Uji materi Pasal 122 huruf k diajukan dengan alasan, DPR tak berhak mengambil langkah hukum terhadap warga yang dianggap merendahkan kehormatan parlemen.

Pasal 245 UU MD3 hasil revisi yang mengatur hak imunitas anggota DPR juga dianggap bermasalah. FKHK dan PSI menilai beleid itu bertentangan dengan prinsip negara hukum.

Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni mengklaim partainya dirugikan atas keberadaan pasal-pasal itu. Ia tak spesifik menyebut kerugian yang dimaksud. Namun, berkali-kali Antoni berkata UU MD3 hasil revisi mengandung banyak pasal karet.

"Tentu secara insititusi merasa terancam bisa dikriminalisasi dengan pasal karet itu," ujar Antoni di Gedung MK, Jakarta.

Ia berandai-andai, jika UU MD3 hasil revisi berlaku saat Presiden keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat, maka politikus PKB itu kemungkinan bisa ditangkap.

"Atau misalnya Iwan Fals bikin lagu liriknya 'wakil rakyat bukan paduan suara' kalau ada yang merasa dirugikan kan bisa (ditangkap)," kata Antoni.

Baca juga artikel terkait UU MD3 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto