tirto.id - PT Pertamina (Persero) saat ini tengah menggodok roadmap atau peta jalan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk jenis Pertalite dan Solar. Salah satu cara yang digunakan untuk pembelian yaitu menggunakan aplikasi MyPertamina.
Untuk pembelian BBM melalui aplikasi, pengguna perlu mengunduh terlebih dahulu di smartphone. Kemudian melakukan pendaftaran akun pengguna wajib menghubungkan akun LinkAja yang dimiliki ke aplikasi MyPertamina dengan klik "aktifkan".
Metode pembayaran saat ini masih sangat terbatas. Selain menggunakan dompet digital Link Aja, pengguna juga dapat melakukan pembayaran direct debit hanya dengan pilihan tiga bank yaitu BNI, BRI, dan Mandiri.
Rifka Sri Rahayu (27) sempat menjajal menggunakan aplikasi untuk membeli BBM di SPBU Ketapang, Jakarta Pusat. Dia tidak menampik MyPertamina masih memiliki kendala, salah satunya metode pembayaran.
"Kendalanya cuma di metode pembayarannya aja sih. Soalnya kan cuma ada LinkAja sama debit. Sedangkan gue gak pernah pake itu semua. Jadi mau gak mau kudu registrasi LinkAja dulu yang paling gampang," kata Rifka.
Rifka menilai aplikasi tersebut dapat menyulitkan masyarakat. Khususnya bagi orang tua, terlebih metode pembayarannya harus terhubung dengan LinkAja. Namun sebaliknya, jika sudah terintegrasi melalui aplikasi dan dompet digital akan menjadi mudah. Antrean pembelian khusus non tunai tidak mengular panjang seperti tunai.
"Justru antrean di pos non tunai gak sepanjang antrean tunai. Tapi itu kayaknya sih karena belum banyak masyarakat yang pake aplikasi atau bayar pake kartu," bebernya.
Sementara itu, Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan menilai masih terdapat kekurangan infrastruktur telekomunikasi dalam pembelian BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina. Terlebih di daerah di dekat Jakarta saja susah mendapatkan sinyal, apalagi daerah jauh dari ibu kota.
"Oleh karena itu pemerintah jika serius ingin lakukan digitalisasi dengan melakukan pembatasan melalui mekanisme digitalisasi ini harus bangun infrastruktur dulu pastikan dari sinyal, telekomunikasi sudah bagus sampai ke daerah daerah," jelasnya saat dihubungi.
Jika infrastruktur di atas sudah cukup memadai, maka BBM bersubsidi ini otomatis akan dinikmati oleh masyarakat-masyarakat berada di pelosok daerah. Terlebih, kata dia, masih banyak masyarakat di daerah terpencil berhak mendapatkan subsidi ini.
"Di pelosok sana justru masyarakat berhak mendapatkan ini berada di wilayah cukup jauh," ujarnya.
Selain telekomunikasi, Mamit melihat kendala lain terkait dengan edukasi. Dia mengatakan rata-rata penerima kompensasi atau subsidi ini adalah masyarakat yang mayoritas orang tua. Sehingga kemungkinan besar mereka tidak mengerti teknologi sangat besar.
"Banyak orang tua bisa saya katakan gaptek. Bahkan tidak punya handphone. Itu jadi kendala. Mudah-mudahan saja, mungkin orang tua gaptek tapi anaknya seharusnya bisa membantunya," jelasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin