tirto.id - Beda aturan diterapkan Liga Inggris dan Liga Prancis musim 2022/2023 menyangkut regulasi buka puasa di tengah pertandingan selama bulan Ramadhan 2023 ini. Premier League memberi kelonggaran bagi pemain muslim. Sebaliknya, Ligue 1 menerapkan aturan ketat.
Laga Chelsea vs Liverpool dalam English Premier League (EPL) Rabu (5/4/2023) sempat dihentikan sejenak di menit ke-26 oleh wasit Anthony Taylor. Tiga pemain muslim milik Chelsea yang menjalankan puasa, yakni N’golo Kante, Wesley Fofana, dan Kalidou Koulibaly diberi kesempatan untuk berbuka puasa.
Menariknya, Koulibaly dan Fofana bermain penuh untuk Chelsea di laga kontra Liverpool yang berakhir dengan skor 0-0 itu. Sedangkan N’golo Kante yang baru pulih dari cedera bermain hingga menit 70 atau lebih dari 2/3 laga.
Pertandingan Chelsea vs Liverpool di Stadion Stamford Bridge itu kick off mulai pukul 02.00 WIB dini hari atau pukul 20.00 petang waktu setempat. Jeda fast break itu juga bertepatan dengan waktu berbuka di London.
Kebijakan ini merupakan kelonggaran yang memang diterapkan otoritas Liga Inggris dan sudah diterapkan sejak Ramadhan tahun lalu.
Sementara itu, hal berbeda terjadi di Ligue 1 Prancis. Baru-baru ini, pemain Nantes, Jouen Hadjam, dicoret pelatih Atoine Kombouare dari skuad lantaran tetap akan menjalankan ibadah puasa.
Hadjam, bek muslim asal Aljazair, lantas tak diikutsertakan saat Nantes menghadapi Reims, Minggu (2/4/2023). Apesnya, Nantes justru kalah dengan skor telak 0-3 di kandang sendiri dari Reims.
Meskipun tak bertentangan dengan aturan umum, namun di satu sisi ororitas Liga Prancis sejauh ini belum memberi kelonggaran terhadap pemain muslim, semisal dengan memberi waktu untuk berbuka puasa saat pertandingan. Federasi sepak bola Prancis (FFF) berdalih aturan itu memiliki keterikatan tersendiri.
Aturan Buka Puasa di Liga Inggris: Ramah untuk Pemain Muslim
Otoritas Liga Inggris menerapkan regulasi khusus selama pertandingan dijalankan di bulan Ramadhan. Melalui siaran resminya, Liga Inggris mengizinkan kapten tim, pemain muslim, maupun pengadil lapangan untuk bernegosiasi menentukan waktu jeda untuk berbuka puasa.
Regulasi ini bukan hal baru di Liga Inggris. Sejak musim lalu, sejumlah laga diwarnai fast break khusus untuk memungkinkan pemain muslim berbuka puasa, seperti terjadi dalam pertandingan Leicester City vs Crystal Palace pada 26 April 2021
Pertandingan dihentikan dengan tendangan gawang untuk memberi kesempatan bagi Wesley Fofana dari Leicester City dan Cheikhou Kouyate dari Crystal Palace yang tetap berpuasa untuk sejenak berbuka.
Kebijakan Liga Inggris itu kemudian mendapatkan respons positif. Seperti diketahui, Liga Inggris dihuni banyak pemain muslim yang bahkan juga menjadi pilar kunci tim, sebut saja N’golo Kante di Chelsea hingga Mohamed Salah di Liverpool.
Pemain muslim yang bermain untuk Everton, Abdoulaye Doucoure, mengungkapkan rasa leganya ketika Liga Inggris melakukan terobosan tersebut. Doucoure meyakinkan bahwa ia tak memiliki masalah soal kebugaran meski harus berpuasa penuh.
“Terkadang bermain sepak bola terasa sulit karena Ramadhan terjadi di musim panas dan selama pramusim," ucap Abdoulaye Doucouré, dilansir laman resmi Liga Inggris.
"Tapi saya selalu beruntung bisa berlatih Ramadhan dan tidak pernah ada masalah dengan kondisi fisik saya. Saya bersyukur untuk itu,” imbuh pesepakbola kelahiran Prancis berdarah Mali ini.
“Saya berpuasa setiap hari, saya tidak melewatkan satu hari pun. Itu sudah menjadi normal dan sangat mudah bagi saya,” tambahnya.
Terobosan di Liga Inggris tidak hanya diterapkan otoritas laga saja lewat regulasi fast break khususnya.
Musim ini, Chelsea mengadakan buka bersama dengan kelompok komunitas muslim di Stadion Stamford Brigde. Langkah Chelsea ini juga menjadi kali pertama yang dilakukan tim Liga Inggris.
Aturan Buka Puasa Liga Prancis: Pisahkan Agama dengan Sepak Bola
Berbeda di daratan Britania, aturan ketat diterapkan di Liga Prancis menyangkut waktu jeda berbuka bagi pemain muslim.
Sebenarnya, cukup banyak pesepakbola muslim yang berkiprah di Liga Prancis, termasuk yang memperkuat Timnas Prancis. Hal itu tidak mengherankan karena Prancis dihuni oleh banyak orang yang berasal atau berdarah negara-negara Islam dari Afrika.
Namun, otoritas Liga Prancis justru tidak melonggarkan aturan untuk pemain muslim yang bertanding di bulan Ramadhan.
Presiden Komisi Wasit Liga Prancis, Eric Borghini, mengatakan bahwa kebijakan itu dilakukan untuk menghormati pertandingan, demi menghindari pertandingan dari distraksi apa pun.
Maka, jika tetap menjalankan puasa, pemain tersebut hanya akan berbuka selama waktu jeda interval babak 1 dan 2, atau di jeda lain tanpa instruksi khusus berkaitan dengan waktu berbuka.
"Idenya adalah bahwa ada waktu untuk segalanya. Ada waktu untuk berolahraga, ada waktu untuk menjalankan agama Anda," tandas Eric Borghini, dilansir France 24.
Menurut laporanLe Point, federasi sepak bola Prancis (FFF) mengancam akan memberikan sanksi jika pihak terkait pertandingan memberi jeda khusus tersebut. FFF beralasan, sudah seharusnya sepak bola tidak dicampurkan dengan hal-hal lainnya. termasuk politik atau agama.
"Siapa pun yang melanggar ketentuan ini akan dikenakan tindakan disipliner dan/atau pidana, mengingat bahwa dalam kompetisi ini, dilarang 'pidato atau posting apa pun dari serikat politik, ideologis, agama atau perdagangan',” tulis laporan tersebut mengutip aturan FFF.
Aturan itu kemudian diinstruksikan khusus untuk setiap perangkat pertandingan di Liga Prancis. Mereka menilai bahwa interupsi pertandingan tidak menghormati ketentuan laga yang semestinya berjalan tanpa gangguan.
“Telah menjadi perhatian Federasi tentang gangguan pertandingan setelah berbuka puasa Ramadhan. Interupsi ini tidak menghormati ketentuan undang-undang FFF,” tulis Le Point soal intruksi khusus ke wasit.
“[…] Federasi dan badan-badannya yang terdesentralisasi, sebagai badan yang dipercayakan dengan misi layanan publik yang didelegasikan oleh Negara, mempertahankan nilai-nilai dasar Republik Prancis dan harus menerapkan cara untuk mencegah diskriminasi atau pelanggaran martabat seseorang karena alasan, khususnya, tentang […] keyakinan politik dan agamanya,” tambah mereka.
Aturan ini tentu menimbulkan pro-kontra. Kelompok Ultras PSG secara terang-terangan mengritik kebijakan otoritas Liga Prancis ini.
Dalam laga PSG vs Lyon, Senin (3/4/2023), mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Une Dette, Un Verre D’eau: Lecauchemard De La FFF” yang kurang lebih dapat diartikan sebagai “Kurma, Segelas Air: Mimpi Buruk bagi FFF.”
Hingga kini, Liga Prancis tetap menerapkan aturan itu. Ibadah puasa di Liga Prancis kemudian menjadi hak prerogatif pemain atau pelatih yang tetap dapat dijalankan meski mereka tak diberi jatah jeda khusus.
Di sisi lain, sejumlah tim juga memberikan aturan ketat, seperti yang diterapkan secara tak tertulis di kasus Jouen Hadjam yang dicoret dari skuad Nantes oleh sang pelatih, Antoine Kombouare.
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Iswara N Raditya