tirto.id - Komisioner Bawaslu RI, Rahmat Bagja memandang, keberadaan pengadilan khusus pemilu penting dibentuk sesuai amanat UU Pemilu.
Bagja beralasan, Bawaslu kurang memiliki kewenangan Sengketa hasil untuk menjadi pengadilan pemilu.
Akan tetapi, Bagja berharap pengadilan pemilu bukan dilakukan Bawaslu, tetapi dilakukan pengadilan khusus seperti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Bawaslu sudah diberikan ajudikasi baik dalam pelanggaran administrasi, maupun dalam pelanggaran dalam sengketa proses pelanggaran administrasi, sengketa proses. Hasil yang belum nih, kenapa tiadk sekalian jadi peradilan Pemilu. Nah, tapi nanti Bawaslu dipisah jadi seperti Pengadilan Tipikor," kata Bagja usai diskusi di kantor Kode Inisiatif, Jakarta, Senin (12/8/2019).
Hingga saat ini, Bagja belum tahu bentuk pengadilan pemilu yang dimaksud. Ia belum tahu apakah akan mengadili administrasi seperti kewenangan Bawaslu, sengketa hasil seperti Mahkamah Konstitusi, atau sengketa etik seperti Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Bagja, secara pribadi, memperkirakan bentuk pengadilan pemilu idealnya yakni terpisah dengan Bawaslu.
Bila jadi peradilan khusus pemilu, kata dia, Bawaslu diperkuat dengan bantuan polisi dan jaksa sebagai penyidik dan penuntut perkara pemilu.
Hal ini akan membuat Bawaslu fokus menangani perkara dan menyeret ke peradilan. Dengan demikian, konsep Bawaslu mirip dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi fokus pada pemilu.
"Usulan saya, tipikor kan dibuat sendiri kemudian ada KPK sebagai penuntut nya khusus untuk kasus-kasus yang itu pelanggaran-pelanggaran administrasi, dan pidana Bawaslu. Nanti jaksa dan polisi nanti ada pada bawaslu, tidak ada pertanyaan mengenai efektivitas sentra gakkumdu. Bawaslu yang kemudian menjadi penuntut penyidik, tapi dia tidak boleh dalam satu proses," kata Bagja.
Ia melanjutkan, ada opsi lain dalam penerapan pengadilan pemilu yakni menjadikan Bawaslu di daerah dijadikan penuntut umum. Sedangkan Bawaslu pusat bertindak sebagai hakim.
Namun, Bagja sanksi dengan metode tersebut, karena bisa membuat Bawaslu pusat mengontrol kinerja Bawaslu daerah.
Dari beberapa konsep tersebut, Bagja lebih memilih agar Bawaslu dan pengadilan pemilu dipisah.
Selain itu, hakim pengadilan pemilu harus terdiri atas sarjana hukum dan ahli pemilu. Sebab, ahli pemilu bisa saja tidak berlatar belakang sarjana hukum tetapi punya kapabilitas.
Ia juga menganalogikan hakim pemilu seperti hakim peradilan industri. Namun, semua niat tersebut dikembalikan kepada DPR RI.
"Harus dengan undang-undang, pembahasan di pemerintah, DPR dan juga pembahasan di masa depan. KPU juga harus melepaskan semua. Jadinya harus dinilai oleh harus diawasi oleh Bawaslu dan peradilan pemilu ke depan," kata Bagja.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali