Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Bawaslu Tegaskan Joki Pantarlih Bisa Dipidana, Ini Hukumannya

Joki pantarlih ini bisa dipindana dengan menggunakan konstruksi Pasal 203 juncto Pasal 488 UU Pemilu.

Bawaslu Tegaskan Joki Pantarlih Bisa Dipidana, Ini Hukumannya
Bakal calon anggota KPU dan Bawaslu melakukan pendaftaran secara daring di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (18/10/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.

tirto.id - Bawaslu RI menegaskan masyarakat yang menjadi joki panitia pemutakhiran daftar pemilih (PPDP/pantarlih) dalam melaksanakan tugas pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih di lapangan, bisa dikenai pidana. Sanksi pidana dikenakan kepada masyarakat yang memberikan keterangan palsu terhadap data diri dan orang lain.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu RI, Puadi mengatakan, pasal yang dikenakan bagi masyarakat yang melanggar ialah Pasal 203 juncto Pasal 488 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Joki pantarlih ini bisa dipindana dengan menggunakan konstruksi Pasal 203 juncto Pasal 488 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata Puadi dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (2/3/2023).

Puadi mengatakan, pasal itu menentukan adanya larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih.

“Perbuatan ini dipidana dengan pidana kurangan paling lama satu tahun dan denda Rp2 juta," tutur Puadi.

Puadi mengatakan fenomena 'Joki Pantarlih' sebagaimana temuan lembaga pemantau pemilu, Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) merupakan pantarlih yang tidak mampu menunjukkan salinan surat keputusan dan tidak memakai tanda pengenal saat bekerja di lapangan.

"Istilah 'Joki Pantarlih' dapat dipastikan yang bersangkutan sesungguhnya bukan petugas pantarlih. Namun, bertindak dalam kapasitas sebagai petugas pantarlih," ucap Puadi.

Puadi lantas mempertanyakan ihwal tindakan joki pantarlih yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Menurut Puadi, jika mengacu aturan dalam UU Pemilu, pidana hanya dapat dikenakan kepada seseorang yang memang berkapasitas hukum sebagai petugas pantarlih.

Pasalnya, kata dia, dalam pelaksanaan tugasnya dengan sengaja menghilangkan hak pilih masyarakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 510 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

“Namun, bagi seseorang yang berkapasitas sebagai ‘Joki Pantarlih’ secara istilah tidak ditemukan pengaturannya dalam UU 7/2017. Namun bukan berarti 'Joki Pantarlih' ini tidak dapat dipidana,” kata Puadi.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz