tirto.id -
"Bicara soal dokter. Kalau kita ambil dokter spesialis jantung misalnya, dokter spesialis kita itu tidak sampai 300 atau 280-an lebih dan sekarang kita dengan jumlah penduduk 270 juta, coba bagaimana?," kata Suharso dalam acara Collaborative Action to Achieve Indonesia Vision 2045, di Kantornya, Jakarta, (9/2/2023).
Suharso menuturkan kurangnya dokter spesialis di dalam negeri tidak terlepas dari biaya sekolah kedokteran yang mahal dan susah. Belum lagi, untuk masuk dan syarat agar mendapatkan gelar spesialis tidak mudah dan sudah tak relevan.
"Ini harus didobrak. Cara mendapatkan dokter spesialis di Indonesia itu aneh bin ajaib sudah tidak diikuti semua negara di dunia kecuali kita sendiri bikin," klaimnya
"Ternyata dokter senior bisa diajak juga bicara. Tapi ada dokter politik nahan-nahan tidak bisa begini dan seterusnya, makanya jadi mahal dan lain-lain," sambung dia.
Dengan kondisi tersebut, maka tidak heran banyak orang Indonesia yang mampu dan kaya akhirnya berobat ke Malaysia dan Singapura. Padahal di masyarakat Singapura sendiri sudah tidak lagi menuju dokter spesialis, namun dokter keluarga.
"Padahal dokter keluarga itu dikenalkan dari kita. Nanti kalau betul spesialis baru," jelasnya
Untuk itu, dia meminta agar civitas akademika seperti Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Padjajaran (Unpad) yang mencetak kedokteran bisa berperan besar. Terutama untuk mencetak dokter-dokter spesialis baru.
"Saya minta itu benar- benar didorong karena kalau tidak sehat sudahlah goodbye," kata dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat