tirto.id - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menjelaskan bahwa pembukaan penghapusan kuota impor tidak serta-merta berarti pembukaan keran impor sebanyak-banyaknya. Arief menegaskan bahwa pemerintah tetap mengutamakan produksi dalam negeri.
“Jadi, Undang-Undang Pangan itu pokoknya pemenuhan kebutuhan adalah nomor satu dari dalam negeri. Kalau ada kekurangan, baru insufficient. Sambil kita meningkatkan produksi dalam negeri. Jadi, sekali lagi, bukan impornya dibuka sebanyak-banyak masuk ke sini,” ujar Arief saat ditemui di Graha Mandiri, Jakarta, Kamis (10/4/2025).
Selain itu, Arief juga meluruskan bahwa wacana yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto tersebut bertujuan untuk mempermudah impor. Hal itu tentunya sudah berdasarkan perhitungan neraca komoditas yang berfungsi untuk melindungi para produsen dalam negeri.
“Ya, kan, maksudnya [impor] dipermudah. Jadi, kalau emang sudah ada angkanya, tentunya berdasarkan neraca, kan ada neracanya. Neraca itu maksudnya lebih melindungi para petani dan peternakan. Jadi, ada neraca komoditas. Ada angka-angka yang harus dihitung,” jelasnya.
Arief pun mengatakan bahwa tugas pemerintah berikutnya adalah menentukan pihak mana saja yang mendapat keleluasan impor tersebut. Katanya, kebijakan tersebut tak terbatas hanya pada perusahaan tertentu.
“Tinggal ini masalahnya siapa yang mengimpor itu. Maksudnya, dibuka seluas-luasnya. Jangan terbatas pada 1-2 perusahaan saja, maksudnya Pak Presiden 'kan itu. Nanti Pak Menko Pangan [yang menentukan] karena neraca komoditas itu ada di Menko Pangan,” terang Arief.
Lebih lanjut, Arief mengatakan bahwa pengadaan dari luar negeri merupakan opsi terakhir yang akan diambil pemerintah.
“Ketersediaan dari produksi dalam negeri, nomor satu itu. Insufficient itu, misalnya, produksi dalam negeri daging itu kan tidak bisa mencukupi seluruh kebutuhan,” jelasnya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fadrik Aziz Firdausi