tirto.id - Sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Rabu (19/6/2019) hingga Kamis (20/6/2019) subuh, 14 saksi dan dua ahli dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandiaga yang menjadi pemohon gugatan ini.
Para saksi ini dihadirkan buat menguatkan posita (dalil) gugatan terkait selisih suara hingga dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif. Namun, keterangan yang diberikan para saksi ini tak konsisten dan malah memberi opini daripada menjelaskan fakta.
Ini bahkan terjadi sejak saksi pertama bernama Agus Muhammad Maksum memberikan kesaksian. Hakim konstitusi Saldi Isra bahkan sampai menegur Agus buat bersikap sebagai saksi yang memberikan keterangan berbasis fakta bukan opini.
“Kepada saksi, jawab apa yang ditanya hakim, jangan diberi penjelasan ujung pertanyaan itu. Seolah-olah saksi menginterpretasi data-data itu. Kalau hakim bertanya A, jawabnya A. [...] Jangan ditanya A, sampai ke Z penerangannya. Enggak boleh begitu,” kata Saldi, Rabu (19/6/2019).
Selain memberi opini, saksi dari kubu Prabowo-Sandi juga tampak memberikan keterangan yang tak konsisten. Ini seperti saat Listiani dan Hartanto memberikan kesaksian di muka persidangan terkait posita ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala-kepala daerah.
Listiani adalah saksi mengaku yang melihat deklarasi dukungan Gubernur Ganjar Pranowo dan 32 kepala daerah se-Jawa Tengah kepada Jokowi dan melaporkannya ke Bawaslu Jateng. Adapun Hartanto mengaku melihat deklarasi dukungan Bupati Karanganyar, Jawa Tengah, kepada capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin.
Awalnya mereka mengaku melihat deklarasi tersebut. Namun saat dicecar hakim konstitusi Suhartoyo, Listiani dan Hartanto ternyata tak melihat langsung deklarasi tersebut, melainkan dari video yang beredar di grup WhatsApp atau laman Youtube.com.
Meski keterangan saksi yang diajukan tak konsisten dan berbau opini, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto justru mengapresiasi kesaksian mereka. Menurutnya semua keterangan saksi dan ahli bisa menguatkan posisI mereka.
“Saksi-saksi yang kami hadirkan, terutama tiga saksi terakhir, yang diawali 13 saksi lainnya sebenarnya mampu menjelaskan ada apa problem dalam pilpres,” kata pria yang karib disapa BW ini usai persidangan.
BW bahkan optimistis majelis hakim konstitusi akan memenangkan gugatan mereka. Namun, BW menyerahkan semuanya pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
“Kami serahkan kepada Zat Yang Maha Dahsyat,” harap BW.
Sementara itu, Andre Rosiade yang merupakan juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi merasa saksi mereka tak diperlakukan sebagaimana mestinya dalam persidangan. Menurut dia, saksi mereka tampak gugup sehingga keterangannya tampak inkonsisten.
“Ya, wajarlah ada saksi yang gugup, itu hal yang manusiawi,” ujarnya kepada reporter Tirto, Kamis (20/6/2019).
Namun yang jelas, kata Andre, tim hukum Prabowo-Sandi sudah membantah jika pihaknya hanya berasumsi, lantaran punya saksi dan fakta.
“Memang terus terang jumlah saksi itu terbatas, meskipun terbatas, kami berupaya bahwa dugaan TSM itu benar,” tutur Andre.
Tak Kuat Mendukung Dalil
Secara terpisah, pakar hukum tata negara dari STIH Jentera, Bivitri Susanti menilai keterangan saksi yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandi tak kuat untuk mendukung posita mereka, apalagi soal tuduhan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif.
“Kalaupun ada kecurangan, masih belum TSM,” kata Bivitri kepada reporter Tirto.
Ia mencontohkan dalil dan kesaksian saksi Hermansyah soal kelemahan sistem Situng yang menurut kubu Prabowo-Sandiaga mempengaruhi hasil suara. Namun, perhitungan ternyata bukan berbasis Situng tapi dilakukan berjenjang.
“Kemarin juga sudah dieksaminasi-silang oleh hakim maupun pihak-pihak lain, bahwa hasil itu tidak didapat dari Situng, tetapi hitungan manual yang berjenjang,” kata Bivitri.
Tak hanya itu, Bivitri berpandangan banyak keterangan saksi dari kubu Prabowo-Sandi yang tidak relevan. Ia mengingatkan dua hal soal saksi dan kesaksiannya: kredibilitas peristiwa yang saksi harus alami, dengar, lihat sendiri, serta kredibilitas keterangan saksi yang relevan dengan dalil yang dituduhkan.
Menurut Bivitri, banyak saksi dari kubu Prabowo yang malah beropini dan bukan memberikan keterangan sesuai fakta yang dialaminya.
“Kemarin, beberapa kali hakim harus mencegah saksi beropini, karena beropini dan menyimpulkan itu peran ahli, bukan saksi fakta. Atau ada juga saksi yang ternyata hanya “melihat di video”, ini juga tidak akan bisa meyakinkan hakim,” ucap Bivitri.
“Padahal hakim harus diyakinkan untuk bisa mengambil putusan yang mengabulkan permohonan,” imbuhnya.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Mufti Sholih