tirto.id - Upaya polisi menangani penyebaran informasi hoaks perihal unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), pada Jumat (14/9/2018) lalu mendapat respons beragam. Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto menilai langkah aparat sudah tepat karena langsung menindak para penyebar kabar bohong itu.
Menurut Hasto, budaya tertib hukum seharusnya dipelihara dan diterapkan semua pihak jelang Pemilu 2019. “Kami berikan dukungan terhadap langkah Polri dalam menegakkan hukum tersebut. Apa pun, kami punya komitmen kita ini bangsa timur, punya tradisi yang sangat baik […]. Kami bisa melihat tradisi hidup yang mengajarkan toleransi, budi pekerti,” kata Hasto di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/9/2018).
Hasto menyebut pihaknya sudah biasa mendapat serangan kabar bohong sejak Pemilu 2014 lalu. Akan tetapi, Sekjen PDI Perjuangan itu memastikan tak akan ada balasan berita bohong yang dikeluarkan kubu pendukung Jokowi-Ma'ruf selama masa kampanye Pemilu 2019.
“Menyikapinya kami tersenyum. Kami sudah biasa diserang, dikeroyok [...] Kami menyakini pemilu mencari pemimpin, bukan mencari mana yang bicaranya kasar, mana yang kecamannya paling keras,” kata Hasto.
Tanggapan lain diberikan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Wakil Sekjen PAN Faldo Maldini berkata, pihaknya sepakat dengan sikap polisi yang langsung menindak para penyebar hoaks dan mengecam penyebaran kabar bohong serta ujaran kebencian.
Menurut Faldo, kampanye harusnya membuat masyarakat bergairah agar mau mengikuti pesta demokrasi, bukan justru menebarkan stigma yang merusak persatuan. Oleh karena itu, kata Faldo, pihaknya menanti sikap tegas aparat dalam menindak kampanye hitam yang diklaimnya kerap menyerang Prabowo-Sandiaga.
“Contohnya, bagaimana kubu incumbent menuding satu pihak anti-NKRI. Narasi seperti itu tanpa disadari akan mengundang balasan. Di tingkat akar rumput, narasi seperti itu akan meningkatkan gesekan [...] Kami juga menunggu ketegasan Polri untuk menindak kampanye-kampanye hitam yang menimpa Pak Prabowo dan Bang Sandi,” kata Faldo kepada reporter Tirto.
Antara Hoaks dan Kampanye Positif
Hingga kini, polisi setidaknya telah menangkap 7 tersangka penyebar kabar bohong demo mahasiswa di MK pekan lalu. Salah satu tersangka yang sudah ditangkap polisi merupakan anggota Front Pembela Islam (FPI). Ia adalah Suhada Al Syuhada Al Aqse.
Para tersangka dianggap menyebar informasi bohong seolah ada sekelompok mahasiswa yang sedang berunjuk rasa menuntut Jokowi diturunkan. Demonstrasi di depan Gedung MK pekan lalu hanyalah simulasi Operasi Mantap Brata yang digelar Polri dalam rangka pengamanan Pemilu 2019.
Polisi menjelaskan bahwa motif para tersangka selaras: ingin memancing mahasiswa dari berbagai daerah turut berdemo dan meramaikan tagar #TurunkanJokowi. Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahkan menyebut tindakan mereka termasuk kampanye hitam.
Meski sependapat dengan langkah polisi, Faldo Maldini menganggap ucapan Tito ihwal perlunya para peserta pemilu berkampanye positif harus dikritisi. Ia menganggap seharusnya tidak masalah jika peserta pemilu berkampanye negatif.
"Masalah positif atau negatif, itu soal strategi kampanye. Jangan sampai kami kritik menggunakan data dan gagasan malah diplintir jadi black campaign, hate speech, atau hoax, yang mana maknanya juga belum clear dari apa yang disampaikan Kapolri kemarin,” kata Faldo.
Respons Bawaslu
Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar angkat bicara soal maraknya hoaks jelang gelaran pesta demokrasi lima tahunan ini. Menurut dia, lembaganya sudah berusaha mencegah agar tidak ada penyebaran hoaks atau kampanye hitam selama Pilpres dan Pileg 2019.
Bawaslu, ujar Fritz, telah aktif mencegah kampanye hitam dengan aktif berkunjung ke peserta Pemilu 2019. Ia juga mengingatkan, tanggung jawab menciptakan pemilu bersih bukan hanya ada di pundak Bawaslu dan KPU, melainkan juga terletak di pundak para peserta pemilu.
“Kami bertemu dengan setiap paslon, ke tim kampanye untuk tidak menggunakan hal seperti itu. Kita punya tanggung jawab membuat pemilu damai dan bersih. Marilah kita berkampanye dengan visi, misi, program, dengan cara-cara yang lebih beradab,” kata Fritz di kawasan Menteng.
Pendapat lain disampaikan peneliti pemilu dari lembaga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadanil. Menurutnya, polisi harus meneruskan ketegasannya menindak pelaku kampanye hitam agar praktik-praktik seperti itu bisa berkurang ke depannya.
Fadli menyebut penyelenggara dan pengawas pemilu harus menghadirkan narasi yang lebih positif selama masa kampanye. Hal itu juga dianggapnya menjadi tanggung jawab semua kementerian, lembaga, dam media massa.
“Jauh lebih penting adalah soal bagaimana menghadirkan konten yang lebih positif di ruang-ruang publik dalam konteks kampanye pemilu ini,” kata Fadli kepada reporter Tirto.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Abdul Aziz